Pemilu adalah persaingan konstitusional, pesta demokrasi, yang seharusnya membuat rakyat gembira. Siapa pun yang terpilih adalah pemimpin dan bagian dari bangsa ini.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Dua organisasi keagamaan terbesar di negeri ini sudah bertemu. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menyerukan agar diwujudkan pemilu yang damai.
Seperti diberitakan harian ini, Jumat (26/5/2023), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf bertemu di kantor PBNU, Jakarta.
Tampil bersama dengan jajaran pengurus dua organisasi keagamaan terbesar di negeri ini, mereka menyerukan agar elite politik menjaga Pemilu 2024 berjalan damai dan bermartabat. Pemilu tak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan, tetapi juga adu gagasan serta visi demi memajukan bangsa ini.
Seruan itu dikeluarkan menjelang pendaftaran pasangan calon presiden/wakil presiden. Sementara partai politik peserta pemilu dan calon anggota legislatif yang diajukan, serta calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sudah berproses untuk bertarung dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Selama ini, pemilu presiden/wapres (pilpres) memang berpotensi lebih besar membelah rakyat Indonesia.
Setidaknya dari dua pilpres terakhir, tahun 2014 dan 2019, dan sejumlah pemilu kepala daerah (pilkada) langsung, konflik yang berujung pada keterbelahan masyarakat sungguh terasa. Bahkan, sampai saat ini masih terasa fragmentasi dalam masyarakat akibat perbedaan pilihan politik itu. Sebutan kampret, cebong, kadrun, dan berbagai ujaran kebencian bertebaran di area publik, khususnya di media sosial.
Pada masa lalu, konflik juga terjadi dalam pemilu legislatif, khususnya pada masa kampanye. Peristiwa yang menelan korban jiwa terjadi. Padahal, mereka yang bertarung pada pemilu, setelah pesta demokrasi berakhir, bisa bekerja sama dan bergandengan tangan.
Hasil Pemilu 2019 mengajarkan kepada publik negeri ini untuk rasional dalam mendukung serta memilih saat pemilu. Pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga S Uno menjadi anggota kabinet pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang memenangi pemilu.
Seruan NU dan Muhammadiyah, serta sejumlah organisasi kemasyarakatan lain, agar Pemilu 2024 dilaksanakan damai adalah pengingat bagi kita semua. Pemilu adalah persaingan konstitusional, pesta demokrasi, yang seharusnya membuat rakyat gembira. Siapa pun yang terpilih adalah pemimpin dan bagian dari bangsa ini yang akan menyejahterakan rakyat.
Dr GP Sindhunata dalam bukunya, Anak Bajang Menggiring Angin (Gramedia Pustaka Utama, 2018), yang berlatar belakang kisah Ramayana, mengingatkan kesia-siaan bagi pendukung ”kontestan” perebutan kekuasaan. Anak kera dan anak raksasa bermain bersama, bergembira bersama, dan tak peduli dengan orangtua mereka yang berkalang tanah karena mendukung dan melaksanakan perintah junjungan.
”Rukun dan damailah hati anak-anak kera dan anak-anak raksasa ini. Dan, mereka tidak berpikir apa-apa, kecuali bergembira. Kegembiraan mereka seakan mengejek kisah dan riwayat yang dialami orangtua mereka, ternyata hanyalah mimpi yang berakhir dengan kesia-siaan belaka.”