Capaian perempuan Arab Saudi akan menjadi contoh bagi banyak pemimpin pemerintahan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Astronot Rayyanah Barnawi yang terbang ke antariksa menjadi simbol langkah serius Pemerintah Arab Saudi memajukan kesejahteraan negara itu.
Rayyanah terbang menuju Stasiun Antariksa Internasional (ISS) pada Minggu (21/5/2023). Bersamanya ada pilot Angkatan Udara Arab Saudi, Ali Alqarni; mantan astronot Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Peggy Whitson, sebagai pemimpin misi; dan John Shoffner sebagai pilot. Mereka diangkut roket Falcon 9 milik SpaceX dalam misi Axiom 2 (Kompas, 23/5/2023).
Selama delapan hari di angkasa luar, Rayyanah yang fokus menjadi periset kanker payudara dan Alqarni akan melakukan serangkaian penelitian, antara lain sel punca, teknologi informasi, dan psikologi. Meskipun bukan Muslimah pertama yang terbang ke antariksa, Rayyanah tetap menjadi simbol kemajuan perempuan di dunia Islam. Perempuan bisa melakukan apa saja apabila diberi kesempatan.
Sebelum Rayyanah, ada Anouseh Ansary, warga AS kelahiran Iran, yang mengantariksa bersama roket Soyuz milik Rusia pada 2006. Selain itu, Sara Sabry, warga Mesir, pada 2022 mengangkasa memakai roket Blue Origin.
Perubahan kebijakan di Arab Saudi menjadi perhatian dunia. Islam tidak mengenal diskriminasi, juga terhadap perempuan. Namun, budaya di banyak tempat menghambat peran perempuan yang lebih luas dan setara di masyarakat.
Arab Saudi, sebelum era Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), dikenal sangat konservatif dalam sikapnya terhadap perempuan. Perempuan jarang berada pada posisi publik. Di dalam rumah tangga, suami dan saudara laki-laki menentukan semua keputusan.
MBS, penguasa riil pemerintahan Arab Saudi, bertekad memajukan negeri itu dan menurunkan ketergantungan ekonomi dari minyak bumi. Ia memberi lebih besar kesempatan bagi perempuan berkarya di ruang publik. MBS mencabut larangan perempuan mengemudikan mobil dan memiliki SIM dan aturan perempuan didampingi kerabat laki-laki apabila bepergian jauh dari rumah.
Banyak bukti empiris menunjukkan peran perempuan sangat penting dalam meningkatkan kestabilan dan kemakmuran masyarakat suatu negara. Perempuan yang cerdas, sehat, dan bebas dari kekerasan melahirkan masyarakat yang toleran, belajar berkompromi, dan generasi muda cerdas.
Capaian perempuan Arab Saudi akan menjadi contoh bagi banyak pemimpin pemerintahan. Pemerintah dan masyarakat sejumlah negara masih terlihat mendiskriminasi perempuan, termasuk negara dengan warga mayoritas non-Muslim. Afghanistan, misalnya, melarang semua perempuan bersekolah.
Tantangan memajukan perempuan masih besar, termasuk di Indonesia. Seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), melalui keputusannya, menurunkan jumlah keterwakilan perempuan menjadi kurang dari 30 persen seperti diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Perubahan adalah keniscayaan. Tiada yang dapat melawan tuntutan zaman untuk masyarakat adil dan makmur tanpa diskriminasi.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO