Erdogan di Ambang Kekalahan?
Pemilu 2023 Turki dinilai oleh banyak pengamat sebagai pemilu terberat Erdogan selama 20 tahun berkuasa. Pemilih muda Turki didominasi oleh generasi Y dan Z yang kritis, jauh dari semangat Islamisme yang diusung Erdogan.
Masyarakat Turki baru saja menentukan pilihannya. Minggu, 14 Mei 2023, jadi sejarah baru dalam perpolitikan Turki. Pemilihan presiden dan anggota DPR ini berjalan begitu sengit, melahirkan polarisasi yang sangat tajam di masyarakat. Tak jarang terjadi adu mulut antar- pendukung di jalan-jalan kota besar, seperti Istanbul, yang berujung pada baku hantam.
Menurut hasil hitung cepat oleh Anadalu Agenci, petahana Recep Tayyip Erdogan memperoleh suara 49,5 persen, sementara pesaing terkuatnya, Kemal Kılıçdaroğlu, 44,89 persen dan Sinan Ogan 5,17 persen. Dengan hasil ini, Erdogan dan Kılıçdaroğlu akan maju ke putaran kedua pada 28 Mei.
Hasil ini jadi catatan baru, di mana Erdogan, yang telah berkuasa selama 20 tahun, harus berdarah-darah menghadapi pemilu ini dan dipaksa melanjutkan ke putaran kedua. Angka 49,5 persen bukan angka aman untuk pendiri partai AKP ini.
Baca juga : Pasar Skeptis dengan Keunggulan Erdogan
Lanskap politik
Pilpres Turki yang berjalan lima tahunan ini diikuti oleh empat calon presiden. Calon pertama, Erdogan, didukung oleh koalisi yang disebut Aliansi Rakyat dengan anggota tiga partai politik, AKP, MHP, dan Yeni Refah. Aliansi ini mewakili kelompok demokrat konservatif.
Demokrat karena Erdogan selalu memenangi pemilu melalui jalur yang demokratis kendati terdapat beberapa masalah, seperti periode kekuasaan yang tak jelas, gaya kepemimpinan otoriter, dan dugaan nepotisme. Sementara konservatif karena Erdogan adalah anak kandung Millî Görüş, representasi dari kelompok Muslim Turki yang taat, tradisionalis, yang tidak jarang disebut sebagai perwakilan Ikhwanul Muslimin-nya Turki.
Calon kedua, Kılıçdaroğlu, pesaing terkuat Erdogan yang merupakan pemimpin partai oposisi CHP. Kılıçdaroğlu didukung Aliansi Bangsa dengan enam partai pendukung, yaitu tiga partai sekuler CHP, partai IYI, dan HDP, serta tiga partai Islam konservatif partai Gelecek, Deva, dan Saadet.
Infografik Hasil Putaran Pertama Pemilu Turki 2023
Bergabungnya tiga partai Islam ini membuat Kılıçdaroğlu tak lagi bisa dikatakan hanya mewakili kelompok sekuler, tetapi juga kelompok Muslim minoritas, seperti Alawi, Kurdi, dan jemaah, seperti Sulaymaniyah, yang sering dapat perlakuan diskriminatif dari pemerintahan Erdogan. Sebagai catatan, pengikut jemaah Sulaymaniyah pernah berhasil membantu CHP merebut kursi Wali Kota Istanbul pada 2019 dan menempatkan Ekrem Imamoglu menjadi orang nomor satu di kota dua benua itu.
Calon ketiga dan keempat merupakan calon alternatif. Capres ketiga adalah pesaing berat Erdogan pada Pilpres 2018, yaitu Muharem Ince, Ketua Umum Partai Memleket. Ince berhasil mengumpulkan 100.000 tanda tangan petisi dalam waktu empat hari sehingga memenuhi syarat, bahkan melewati batas, syarat pengumpulan tanda tangan untuk menjadi capres tanpa koalisi partai.
Kehadiran Ince ini awalnya diprediksi bisa mengambil ceruk pemilih sekuler yang menguntungkan Erdogan. Sayangnya, hanya selang dua hari menjelang pemilihan, tepatnya 12 Mei, Ince menyatakan mundur dari pencalonan karena merasa dirinya menjadi korban kampanye negatif dan berita hoaks.
Sementara calon keempat, Sinan Ogan, maju sebagai capres dengan koalisi yang disebut sebagai ATA (Leluhur), terdiri dari lima partai, yaitu Zafer Parti, Adalet Parti, Dogru Parti, Turkiye İIttifakıi Partisi, dan Ulkem Partisi. Sinan banyak dapat dukungan dari pemilih muda yang lelah dengan Erdogan, tetapi pesimistis pada Kılıçdaroğlu. Belakangan, setelah pengundurannya, suara pendukung Ince pindah ke Sinan. Hal ini bisa dilihat dari perolehan suara Sinan yang naik dua kali lipat.
Pemilu 2023 Turki dinilai oleh banyak pengamat sebagai pemilu terberat Erdogan selama 20 tahun berkuasa.
Berdarah-darah
Erdogan banyak mengubah Turki menjadi negara yang kuat dan disegani, baik di level regional maupun internasional. Banyak torehan luar biasa dilakukan selama berkuasa di Turki, mulai dari mengembalikan hak-hak kelompok Muslim yang dirampas pemimpin sekuler Turki; pengembangan industri pertahanan, industri otomotif, dan infrastruktur; sampai pembangunan reaktor nuklir.
Selain itu, keputusannya mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid dan membangun masjid di Distrik Taksim, juga tak boleh dilupakan. Keberpihakannya pada kelompok non-Muslim juga ditunjukkan dengan melakukan renovasi rumah-rumah ibadah, seperti gereja dan sinagoge. Langkah-langkah itu dapat apresiasi luar bisa dari masyarakat. Tak berlebihan jika dalam banyak kampanyenya Erdogan mengatakan 20 tahun pemerintahannya telah mampu menggantikan 80 tahun sebelumnya.
Namun, pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, hingga gempa bumi yang terjadi awal Februari lalu membuat ekonomi Turki hancur ke titik paling rendah. Semua itu selanjutnya berdampak pada kepuasan masyarakat yang menurun terhadap kepemimpinan Erdogan.
Pemilu 2023 Turki dinilai oleh banyak pengamat sebagai pemilu terberat Erdogan selama 20 tahun berkuasa. Ada beberapa hal yang menjadi titik kelemahan Erdogan dan bisa membuatnya kalah di putaran kedua, di antaranya adalah presentasi pemilih muda yang mencapai 52 persen.
Pemilih muda Turki banyak didominasi oleh generasi Y dan Z yang kritis, jauh dari semangat Islamisme yang diusung Erdogan, serta pemilih sekuler yang menginginkan kebebasan berpikir, seperti dukungan kepada kelompok LGBT yang banyak ditentang Erdogan dalam kampanye-kampanyenya.
Selain itu, keadaan ekonomi Turki yang terus melemah juga bisa menjadi faktor utama pemilih muda dan pendukung Erdogan mengalihkan dukungannya kepada calon lain. Diketahui bahwa dalam lima tahun terakhir nilai tukar lira terus menurun serta harga kebutuhan pokok dan properti naik.
Kebijakan Erdogan yang terus memberikan perlindungan kepada pengungsi Suriah juga terus menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat Turki. Kurangnya lapangan pekerjaan serta ketidaksiapan tenaga kerja lokal Turki bersaing dengan WNA dan pengungsi, baik dari Suriah maupun Afghanistan, membuat Erdogan semakin tak mendapat simpati dari masyarakat. Isu pengungsi ini terus dieksploitasi oleh kelompok oposisi.
Sementara itu, ada dua nama penting yang dulunya merupakan pendukung Erdogan kini mendirikan partai sendiri dan tergabung dalam kelompok oposisi mendukung Kılıçdaroğlu.
Pertama, Ahmet Davutoglu, Ketua Partai Gelecek, yang mantan perdana menteri dan mantan Ketua Partai AK (2014-2016). Kedua, Ali Babacan, Ketua Partai DEVA, yang merupakan mantan menteri keuangan (2009-2015) dan wakil perdana menteri (2009- 2011). Keduanya dinilai berhasil menggembosi suara Erdogan dan memboyong kelompok tradisionalis memilih Kılıçdaroğlu.
Saat ini kunci kemenangan atau kekalahan Erdogan ada di tangan Sinan Ogan yang mendapat suara 5,24 persen.
Pertarungan terakhir
Pemilu Turki akan berlanjut ke putaran kedua. Jika tak ada aral melintang, agenda itu akan dilaksanakan pada 28 Mei 2023. Saat ini kunci kemenangan atau kekalahan Erdogan ada di tangan Sinan Ogan yang mendapat suara 5,24 persen. Jika Erdogan bisa membujuk politisi sekaligus akademisi itu, mungkin ia bisa kembali berkuasa.
Sayangnya, membayangkan pendukung Sinan berpindah haluan ke Erdogan sangat sulit. Pemilih Sinan adalah anak- anak muda yang kritis, rasionalis, dan mengharapkan perubahan. Sementara tiga karakteristik itu susah ditemukan dalam kepemimpinan Erdogan.
Generasi muda Turki tampaknya sudah bosan dengan gaya kepemimpinan Erdogan. Belum lagi isu kekinian, seperti melegalkan LGBT dan ketersediaan lapangan kerja yang jadi kebutuhan anak muda, agak susah diwujudkan Erdogan.
Baca juga : Di Balik Keunggulan Erdogan dalam Pertarungan Politik Tersulitnya
Sebaliknya, jika melihat nama koalisinya, ATA, yang diambil dari nama Ataturk, Sinan sepertinya lebih mudah mengarahkan pendukungnya memilih Kılıçdaroğlu di putaran kedua. Kedua figur ini sama-sama berangkat dari kelompok sekuler pengikut Mustafa Kemal Ataturk. Menggeser pemilih ini ke Kılıçdaroğlu juga lebih masuk akal secara ideologis.
Masih ada waktu dua pekan sampai putaran kedua dilaksanakan. Jika Sinan Ogan akhirnya memutuskan mendukung Kılıçdaroğlu, 2023 akan jadi akhir karier Erdogan dan masa depan baru bagi Turki.
Ahmad MunjiPemegang gelar doktor dari Marmara University, berdomisili di Istanbul