Misi Para Capres 2024
Ungkapan bagus tak lagi mencukupi, harus bisa mendorong lompatan agar kesejahteraan masyarakat meningkat dan menjadi negara maju pada waktunya. Inilah yang patut jadi pemikiran calon nahkoda Indonesia ke depan.

-
Sebagai rakyat biasa, jujur saya jenuh melihat polah para pelaku politik menjelang Pemilu 2024. Godaan meraup kekuasaan lebih kuat ketimbang membahas masalah negeri ini dan upaya mengatasinya.
Tulisan A Prasetyantoko ”Diagnosis Pertumbuhan” (Kompas, 9/5/2023) menyadarkan kita bahwa menjelang 78 tahun kemerdekaan cita-cita para pendiri bangsa masih jauh dari jangkauan. Selain masalah makro negara, masalah yang mendasar adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak secara luas dan berkeadilan.
Jargon keunggulan manusia Indonesia mungkin ada wujudnya dalam kancah olahraga atau paduan suara yang luar biasa di tingkat dunia. Namun, keberhasilan anak bangsa itu lebih dibentuk oleh masing-masing pelaku ketimbang program nasional yang tertata baik.
Penyakit masyarakat yang menjadi sajian berita setiap hari menjadi beban tambahan yang menghambat pencapaian. Persis tulisan Budiman Tanuredjo ”Korupsi Terus Memangsa Negeri” (Kompas, 15/4/2023).
Ungkapan Prasetyantoko bahwa bagus sudah tak lagi mencukupi, good is not enough, harus bisa mendorong lompatan agar kesejahteraan masyarakat meningkat dan menjadi negara maju pada waktunya. Inilah yang patut jadi pemikiran calon nakhoda negeri tercinta, sekiranya dia memang negarawan. Bukan pelaku politik semata.
Per 1 Juli 2021, Bank Dunia menurunkan Indonesia dari negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country) menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income country). Menjadi tantangan berat Indonesia agar dapat menembus masuk kelompok negeri maju berpenghasilan tinggi.
Berdasarkan catatan Bank Dunia, pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita Indonesia 2020 turun menjadi 3.870 dollar AS. Sebelumnya 4.050 dollar AS tahun 2019.
Salah satu kunci keluar dari peringkat menengah bawah adalah keberpihakan pada rakyat banyak dan mengurangi keperkasaan oligarki. Data Credit Suisse Global Wealth Databook 2019 menunjukkan, 10 persen orang terkaya Indonesia menguasai 74,1 persen kekayaan nasional.
Siapa pun yang terpilih 2024, harus menyejahterakan rakyat yang mempercayakan kekuasaan kepadanya.
Hadisudjono SastrosatomoAnggota Tim Pengarah Pusat Etika Bisnis dan Organisasi SS-PEBOSS–STMPPM Menteng Raya, Jakarta
Mengawal Reformasi

Mei 2023, bertepatan dengan 25 tahun era Reformasi. karikatur Kompas, 3 Mei 2023, dengan jeli menangkap salah satu ”realitas pahit” era Reformasi.
Digambarkan orang beragam ”tampang”, karakter, dan rekam jejak berduyun-duyun ke tempat pendaftaran caleg DPR dan DPRD Pemilu 2024. Ada bekas koruptor, ”alumnus LP”, dan mereka yang latar belakangnya ”meragukan”.
Karikatur itu sejalan dengan pandangan Sukidi bahwa ”terdorong keinginan yang egois dan eksesif, pemimpin yang rakus pada kekuasaan, kekayaan, dan uang terlibat dalam parade keserakahan di tengah kemelaratan rakyatnya” (Kompas, 4/5/2023). Kata Sukidi, republik tidak boleh jatuh dan dikendalikan pemimpin yang tamak.
Kekhawatiran Sukidi mengingatkan kita pada tesis Mancur Olson (Power and Prosperity, 2000). Ketika beralih dari sistem otoriter ke demokrasi, bisa muncul ”bandit pengembara” (roving bandits). Mereka menjarah semuanya, mumpung berkuasa. Berpindah dari satu arena, posisi, kedudukan, jabatan publik.
Namun, Sukidi yakin ”agar ketamakan sebagai akar kejahatan tidak menjadi pemenang, orang-orang baik perlu terlibat aktif membebaskan fakir miskin dari penjara kemiskinan”.
Selain menjadi teladan, orang-orang seperti itulah yang kita harapkan ikut mencerdaskan publik memilih wakil-wakil mereka di parlemen. Insya Allah.
Eduard LukmanJl Warga, RT 014 RW 003, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta 12510
Biaya Pilpres

Hingga saat ini kandidat capres 2024 ada tiga tokoh: Ganjar, Prabowo, Anies. Hasil survei elektabilitas ketiga kandidat tersebut angkanya tidak terlalu terpaut jauh dan saling bergiliran. Artinya, kemungkinan besar tidak ada kandidat yang menang mutlak (>50 persen) sehingga tidak bisa satu putaran. Hal ini akan berakibat pada membengkaknya biaya penyelenggaraan pilpres.
Masalahnya biaya mengusung kandidat pilpres tidak murah. Sandiago Uno mengatakan bahwa ia mengeluarkan biaya sekitar Rp 1 triliun pada Pilpres 2019. Jadi, demokrasi memang mahal!
Artinya, partai (koalisi partai) yang akan mengusung harus berpikir dengan saksama, mengingat kemungkinan kandidat lolos pada pilpres kecil.
Memang dalam politik segala sesuatu serba mungkin! Untuk sementara kita rakyat biasa hanya bisa menonton, baru sebagai obyek.
Semoga Pilpres 2024 berjalan aman dan lancar, menjadi pesta demokrasi yang meriah, semarak, mendapatkan pemimpin sesuai harapan seluruh rakyat Indonesia.
BharotoJl Kelud Timur, Semarang
”Haaaa?”
Kompas (Sabtu, 6/5/2023) memuat berita: ”Polisi Tangkap Sopir Arogan di Serpong”. Disebutkan bahwa polisi meringkus pengemudi mobil yang diduga berpelat mobil dinas polisi palsu dan bersikap arogan di kawasan Tol Dalam Kota, Tomang, Grogol.
Pada perkembangan evaluasi penggunaan pelat mobil dinas polisi palsu tersebut, saya screenshot pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto yang dikutip media daring. ”Kalau pelat kendaraan memang kadang (pedagang) kaki lima bisa membuat, baik asli maupun palsu, sesuai keinginan pembeli.”
Peristiwa ini perlu menjadi langkah evaluasi Polda Metro Jaya karena ternyata ada oknum yang berani memakai pelat kendaraan dinas polisi yang terbukti palsu.
Menurut Kapolda, ada dua langkah evaluasi, internal dan eksternal. Apakah anggota kepolisian disiplin menggunakan mobil dengan pelat dinas dan penertiban para pedagang kaki lima pembuat nomor. Mereka diimbau tidak membuat nomor tanpa STNK.
Haaaa? Saya kaget.
Sepengetahuan saya, undang-undang menyatakan, pembuatan, penerbitan dan peredaran pelat nomor kendaraan di Indonesia diberikan secara khusus kepada institusi Korlantas Polri. Ciri-cirinya seperti adanya cetakan lambang beserta tulisan Korlantas Polri di pelat nomor. Ciri lainnya bahan pelat, ukuran pelat, dan warna.
Jadi, jika sampai ada (pedagang) kaki lima yang bisa membuatnya seperti pelat asli bahkan kualitas pengecatannya lebih baik dari produk Korlantas, itu sudah termasuk ranah kriminal pemalsuan. Tindakan ini tidak boleh diakui Kapolda sebagai pelat asli kendaraan di Indonesia.
Pernyataan Kapolda yang mengimbau agar (pedagang) kaki lima tidak membuat nomor jika tidak ada STNK-nya adalah pernyataan yang mengabaikan institusi kepolisian sebagai aparat penegak hukum itu sendiri.
Saya melihat para (pedagang) kaki lima itu adalah pebisnis yang siap menerima kritikan dari konsumen, bersaing di antara mereka sendiri untuk membuat pelat nomor yang berkualitas, serta kreatif dengan aneka macam bahan pelat jika dibandingkan dengan produk Korlantas Polri.
Apabila ada garis polisi di sebuah tempat kejadian perkara, semua warga negara akan paham dan tahu siapa saja yang boleh atau tidak boleh masuk area tersebut. Tegas dan jelas tanpa keraguan.
Djoko Madurianto SunartoJl Pugeran Barat, Yogyakarta 55141
Melepas Dua Budayawan
Dalam tempo kurang dari satu bulan, Kota Malang kehilangan dua budayawan.
Pertama, 28 Maret 2023, penari dan penggiat seni pertunjukan Yongki Irawan meninggal dalam usia 72 tahun.
Kedua, Henri Supriyanto, seorang peneliti, guru besar, dan sutradara, meninggal pada 21 April 2023, usia 80 tahun.
Sepengetahuan saya, jasa kedua orang ini perlu dicatat.
Acara untuk mengenang Yongki telah diselenggarakan 26 April 2023, bertepatan dengan hari ulang tahun ke-72.
Pemakaman Henri Supriyanto baru berlangsung Minggu pagi di TPU Sukun. Pemakaman yang sunyi karena bertepatan dengan Idul Fitri.
Yongki dikenal sebagai pemerhati dan berusaha menghidupkan kembali kesenian Nyai Puthut. Adapun Henri Supriyanto berhasil menyusun disertasi mengenai kesenian ludruk ketika mendapatkan gelar doktornya di Universitas Udayana, Denpasar.
Eka BudiantaBumi Bintaro Permai, Jakarta Selatan
Gonggong

Zaidun (58) merebus siput gonggong sebelum dihidangkan di warung boga bahari (seafood) kaki lima miliknya di jalan sekitar Pantai Marina, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (26/4/2023). Di akhir pekan, ia bisa menjual hingga 200 kilogram berbagai jenis kerang dalam satu hari.
Harian Kompas (5/5/2023) membuat dua laporan tentang Batam dan gonggong. Pertama di halaman 1 tersaji judul ”Kreativitas Batam yang Menetas dari Cangkang Siput” dan di halaman 11 ”Gonggong, Ikon Kuliner Batam”.
Tulisan itu terkait siput gonggong yang begitu populer di Batam dan Riau Kepulauan. Menjadi buruan konsumen. Hewan bernama ilmiah Laevistrombus turturella ini disenangi banyak orang.
Dalam tulisan itu diuraikan bahwa Abdul Sani (47) dalam seminggu menghabiskan 70 kg gonggong, sedangkan Zaidun (55) bisa menjual 200 kg berbagai jenis kerang di akhir pekan.
Biota laut yang populer ini hidup di pasir berlumpur yang ditumbuhi lamun, lingkungan yang banyak ditemui di pantai pantai Riau Kepulauan.
Yang dijual di Batam, didatangkan dari Pulau Buluh dan Pulau Rempang. Umumnya tangkapan nelayan.
Pengalaman saya saat berkunjung ke Tanjung Pinang sebelum pandemi Covid-19, begitu melihat gedung gonggong yang megah di pinggir pantai, kami mencoba memburunya di rumah makan. Namun, di dua rumah makan gagal, baru ketemu di rumah makan ketiga.
Dari kisah seperti itu, tampaknya perlu penelitian dan pengembangan hewan yang menjadi ikon Provinsi Riau Kepulauan. Sesungguhnya di Tanjung Pinang sudah berdiri Universitas Maritim Raja Ali Haji. Salah satu yang diwawancara Kompas adalah Pak Muzahar, tenaga pengajar program studi budidaya perikanan di universitas itu.
Sudah saatnya mengembangkan budidaya gonggong, karena suatu saat tangkapan dari alam akan menipis.
Baharuddin AritonangBenhil, Jakarta