Sebanyak 123 juta pemudik membanjiri desa-desa tempat lahir, atau lokus masa kecil pasangan, juga obyek wisata desa. Hanya desa-desa yang telah menyiapkan dirilah yang berhasil menangguk profit finansial dan manfaat.
Oleh
IVANOVICH AGUSTA
·2 menit baca
Dua Lebaran terakhir berbeda dari sebelumnya. Sepanjang 2020-2021, pandemi Covid-19 menyusutkan pemudik menjadi hanya 5,8 juta jiwa dan 9,8 juta jiwa.
Namun, migrasi 85 juta dan 123 juta pemudik pada 2022 dan 2023 tetaplah fenomenal. Ini melebihi mudik sebelum pandemi. Pada 2013-2019, jumlah pemudik 18,16 juta sampai 23,4 juta orang tiap tahun.
Lonjakan pemudik dua tahun terakhir berlangsung kala ekonomi kota dan desa belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi. Faktor pengungkit utamanya adalah hubungan sosial. Kekuatan relasi sosial menggerakkan migran dua mingguan ini hingga lima kali, bahkan 20 kali lipat ketimbang dari masa sebelum pandemi.
Sebanyak 123 juta pemudik membanjiri desa-desa tempat lahir, atau lokus masa kecil pasangan, juga kini obyek wisata desa. Pada titik inilah desa selayaknya mengapitalisasi mudik Lebaran. Terutama desa-desa tujuan mudik, di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Barat, dan juga Sumatera Utara, Riau, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan.
Dari sisi kepentingan pemudik, desa menguatkan habitus pemudik melalui pengayaan hubungan sosial sekaligus pengikat identitas budaya ke desa. Adapun bagi desa sendiri, habitus senantiasa menjadi pintu pemudik guna turut berpartisipasi membangun desa.
Ramadhan dan Lebaran mencipta pasar akbar berujud tukar-menukar identitas budaya, relasi sosial, dan modal ekonomi. Ikatan sosial dan identitas budaya itu sukarela ditukarkan dengan tabungan pemudik, ataupun persiapan finansial dari desa sendiri. Penduduk desa berjumlah 195,8 juta, dengan pendapatan per kapita/bulan Rp 1.028.896. Maka, simpanan warga desa April 2023 mencapai Rp 201 triliun.
Adapun pendapatan per kapita/bulan di perkotaan Rp 1.549.242. Maka, 123 juta jiwa pemudik diperkirakan membelanjakan tunjangan hari raya dan tabungan sebesar Rp 191 triliun. Belanja sebesar itu hanya selama dua minggu, menyebar ke desa-desa! Alhasil, ikatan sosial dan identitas budaya ditukar dengan dana sebanyak Rp 392 triliun. Inilah luas pasaran tradisi mudik 2023!
Dalam arena pasaran mudik Lebaran 2023, hanya desa-desa yang telah menyiapkan dirilah yang berhasil menangguk profit finansial, sekaligus manfaat penguatan ikatan sosial dan identitas budaya. Tujuan utama jangan bergeser: mempercepat pencapaian kesejahteraan warga desa. Desa Krandegan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, adalah contoh desa yang teruji piawai bergerak dalam pasaran migran.
Harapan migran guna membangun desa berpautan dengan kepentingan desa mempercepat kemakmuran warga. Dalam arena itu, para migran sudi mentransfer uang mendanai rantang siang dan sore bagi keluarga miskin. Seluruh area persawahan dialiri irigasi gratis, digerakkan pompa-pompa air dari tenaga surya. Digitalisasi tanda bahaya banjir juga mewujud dari uluran migran.
Diakui, banyak desa lain juga lihai menangguk pasaran mudik Lebaran. Apalagi, tahun politik 2023 juga menghadirkan pemudik dari kalangan bakal calon anggota legislatif, bakal calon presiden, juga pemegang kekuasaan eksekutif.
Ramadhan dan Lebaran mencipta pasar akbar berujud tukar-menukar identitas budaya, relasi sosial, dan modal ekonomi.
Ada baiknya desa juga menjalin komunikasi dengan tokoh legislatif, tokoh eksekutif, juga pemudik dari kalangan pebisnis. Terutama, untuk bersama- sama meretas kesempatan ekonomi baru, yang belum pernah muncul dari masa lalu.
Pertemuan langsung eksekutif, legislator, dan pebisnis dengan pemerintah dan tokoh desa berpeluang meningkatkan efektivitas kebijakan publik. Sebab, saat Lebaran itu di lapangan dipahami potensi dan masalah desa. Langsung pula diketahui person pengguna, berikut lokasi penerima manfaat.