Dari Tutupnya Buzzfeed News hingga Usulan Elon Musk
Perubahan di industri media sangat cepat. Inovasi saja tidak cukup, harus juga didukung pemasaran ke publik. Pengamatan harus semakin cermat untuk melihat fenomena ini dalam konteks kesejarahan di masing-masing tempat.
Oleh
IGNATIUS HARYANTO
·3 menit baca
Dalam sebulan terakhir ada beberapa berita menarik yang bisa didiskusikan terkait dengan perkembangan media baik dalam tingkat nasional maupun global. Berita pertama tentang tutupnya koran Seputar Indonesia (Sindo) sejak 17 April 2023. Manajemen PT Media Nusantara Indonesia (MNI) yang membawahkan koran Sindo mengumumkan penutupan koranSindo versi cetak maupun versi e-paper, ”hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian”.
Berita kedua terkait Buzzfeed News yang sempat berdiri satu dekade akhirnya diumumkan akan ditutup (sumber: cnn.com). Chief Executive Buzzfeed Jonah Peretti mengumumkan hal ini pada pertengahan April lalu. Rangkaian pemutusan hubungan kerja sudah terjadi sebelumnya, dan puncaknya adalah pengumuman penutupan operasi Buzzfeed News, padahal media ini pernah mendapatkan penghargaan Pulitzer. Buzzfeed dikatakan akan menggunakan mesin kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam memproduksi konten medianya, HuffPost dan Buzzfeed Dot Com.
Berita ketiga terkait majalah internasional, Time, yang pada awal Juni mendatang akan menggratiskan akses digital ke majalahnya. Chief Executive Officer (CEO) Time Jessica Sibley mengumumkan bahwa karya jurnalistikTime dalam versi digital akan bisa diakses secara gratis. Tidak hanya itu, akses gratis pun berlaku untuk arsip majalah mereka sejak terbit pada 1923 (sumber: bantennews.co.id).
Saat mengumumkan hal tersebut pada 30 April 2023, Sibley mengatakan bahwa keputusan menghapus paywall atau sistem berbayar tersebut adalah melanjutkan misi media tersebut untuk menyediakan informasi tepercaya untuk seluruh orang di berbagai belahan dunia. Saat ini pembaca majalah asal Amerika Serikat ini mencapai 105 juta di seluruh dunia, dan 1 juta di antaranya menjadi pelanggan majalah tersebut.
Berita keempat yang tak kalah menarik datang dari pemilik baru Twitter, Elon Musk, yang pada 29 April 2023 menulis twit yang menyebutkan bahwa sejak Mei Twitter memperbolehkan para penerbit media untuk menerapkan tarif kepada pembacanya yang membaca tiap artikel dari media tersebut. Masih dalam twit yang sama, Musk mengatakan bahwa hal ini akan membuat para pembaca media yang tidak berlangganan, yang mengunjungi situs media tersebut hanya sewaktu-waktu, akan membayar lebih mahal daripada mereka yang berlangganan. Menurut Musk, hal ini bisa membuat situasi yang menguntungkan baik bagi penerbit media maupun publik.
Berita pertama dan kedua yang dikutip di atas hanya menambah panjang media cetak yang kemudian menyerah kepada keadaan saat ini, dan memutuskan pamit dari industri media hari ini. Beberapa bulan sebelumnya kita pun mendengar bagaimana koran Republika pun pamit dari publik.
Untuk hal ini memang inovasi dan adopsi jurnalisme digital tak semudah dikatakan karena nyatanya media saat ini dalam pertarungan yang cukup keras. Memiliki inovasi saja tidaklah cukup karena harus juga didukung dengan upaya memasarkan kepada publik. Industri media yang sudah lumayan sesak ini memang terdengar kejam terhadap mereka yang sulit bersaing. Tetapi, inilah realitas industri media hari ini: berinovasi atau mati.
Harian Sindo ada di bawah Grup MNC, dan pemilik grup ini adalah Hary Tanoesoedibjo yang juga pemimpin Partai Perindo. Sudah lama kita tahu bahwa harian Sindo memiliki agenda untuk mendukung kebijakan pemilik koran dan pemimpin partai sehingga akhirnya isinya sulit untuk dilihat secara obyektif. Di tengah pilihan media yang banyak, di tengah publik yang semakin cerdas dalam mengonsumsi media, dan juga di tengah derasnya arus informasi alternatif dari media sosial, media yang partisan seperti harian Sindo akan kehilangan reputasinya.
Untuk hal ini memang inovasi dan adopsi jurnalisme digital tak semudah dikatakan karena nyatanya media saat ini dalam pertarungan yang cukup keras.
Sementara itu, tutupnya Buzzfeed News terkait dengan kondisi global industri media di Amerika yang memang penuh persaingan dan banyak perusahaan media harus melakukan penyesuaian terkait dengan kondisi pasar di masing-masing tempat. Kemunculan AI yang menggantikan posisi jurnalis perlahan-lahan terwujud juga akhirnya.
Terhadap berita tentang majalah Time, di satu sisi ini merupakan berita baik, bahwa Time membuka akses digital untuk publik, bahkan hingga pada edisi saat Time diterbitkan pertama kali. Namun, di balik berita gembira ini, penulis memiliki sejumlah pertanyaan atas fenomena ini. Dalam diskusi informal dengan seorang kawan yang juga pemerhati soal digitalisasi media, tercuat prediksi bahwa terbukanya akses majalah Time mungkin saja akan diiringi dengan membanjirnya iklan-iklan pada saat kita akan mengklik situs pemberitaan majalah Time tersebut.
Berlawanan dengan tren di mana banyak media sedang mengupayakan bagi para pembacanya untuk membayar akses atas konsumsi medianya, Time justru membukanya. Ada apa ini? Apakah ini merupakan pertanda kukuhnya kekuasaan perusahaan teknologi besar (macam Google, Meta) atas perusahaan pembuat konten media? Perusahaan teknologi besar ini sangat berperan dalam hal pendistribusian informasi, sedangkan perusahaan penyedia konten (baca: perusahaan media) harus mengikuti logika algoritma dari para distributornya.
Di Indonesia, sejak setahun lalu ada wacana terkait rencana regulasi yang akan mengatur hubungan antara perusahaan teknologi besar dan perusahaan media. Sampai di mana diskusi dan rencana pengaturannya, belum banyak informasi yang tampil ke publik. Namun, yang pasti rencana regulasi ini menunjukkan perlunya diatur suatu skema yang lebih adil untuk memberikan kontribusi kepada mereka yang menghasilkan konten media dan mereka yang mendistribusikannya.
Pertanyaan lain, dalam kondisi industri media yang demikian dikendalikan oleh logika algoritma yang mengedepankan berita-berita terbaru, berita sensasional, berita yang mengundang banyak pembaca, apakah masih ada ruang untuk karya jurnalistik yang baik? Karya jurnalistik yang mencerahkan untuk publik; karya jurnalistik yang membongkar kejahatan (bisa pemerintah, perusahaan, kelompok lainnya) lewat investigasi yang dilakukan secara telaten; karya jurnalistik sastrawi yang memanjakan pembaca dengan kalimat-kalimat yang enak dibaca, renyah, dan meninggalkan kesan mendalam?
Mengelaborasi usulan Elon Musk
Walaupun pengambilalihan Elon Musk atas Twitter masih menimbulkan pertanyaan, apakah Twitter ke depan akan menjadi lebih baik atau malah sebaliknya, tetapi twitElon Musk pada akhir April itu menggelitik untuk didiskusikan juga.
Upaya untuk membuat solusi yang menyenangkan bagi semua pihak (media dan publik) tentu saja perlu dihargai, tetapi dalam praktiknya apakah hal itu akan mudah dilakukan? Hal tentang mengonsumsi media hari ini, sering kali tidak lagi memiliki ”kesetiaan” kepada satu jenama media tertentu saja. Publik menginginkan akses informasi bisa datang dari mana saja, media besar, media kecil, asal bisa dipercaya, maka berita itu akan dikonsumsi. Lalu, apakah adil jika pembayaran lebih mahal dilakukan kepada pola konsumsi yang memang tidak berpola tersebut?
Apakah konsumen media akan setuju dengan kebijakan seperti ini? Jika konsumen setuju untuk membayar lebih mahal, berapa sesungguhnya harga yang harus dibayar dan juga bagaimana cara pembayaran yang membuat publik tetap nyaman untuk melakukan pembayaran?
Untuk rencana semacam ini yang mungkin akan mengubah relasi media dan publiknya, perlu ada survei untuk menangkap suara publik, dan juga menyangkut berapa harga yang akan diterapkan, dan metode pembayaran yang akan dikenakan. Sejauh ini belum ada respons yang disampaikan oleh perusahaan media terhadap usul yang disampaikan salah satu orang terkaya di muka bumi ini.
Kita harus menyadari perubahan yang terjadi dalam industri media saat ini sangat cepat. Baik itu yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun, pengamatan justru harus semakin cermat untuk melihat fenomena ini dalam konteks kesejarahan di masing-masing tempat, yang menyangkut kondisi ekonomi, kondisi pemerintahan, kondisi industri media sendiri. Tak ada salahnya untuk terus melihat perkembangan ini dengan cermat, kondisi terbaru dan melihat mana yang kiranya dapat dipelajari untuk industri media di Indonesia bisa bertahan dan menjadi lebih maju kemudian.