Kerancuan iklim, ditandai awan badai yang memicu badai petir dan angin badai pada bulan April ini, diperkirakan akan berlanjut untuk masa mendatang. Perlu ada adaptasi pola cuaca dan iklim.
Oleh
PAULUS AGUS WINARSO
·3 menit baca
Telah sering kita alami, kondisi iklim yang kian rancu. Melewati tahun 1990, kian terasa perubahannya. Saat ini, bulan April 2023, misalnya, yang seharusnya menjadi kondisi awal musim kemarau, ternyata masih diwarnai hadirnya awan badai.
Awan badai memicu badai petir dan angin badai, yang berlanjut dengan bencana hidrometeorologi basah di beberapa lokasi. Dampaknya adalah banjir, banjir bandang, dan tanah longsor selama bulan April 2023 ini.
Belum lagi bertiupnya angin barat pada hampir separuh kawasan Benua Maritim Indonesia, sebagai kelanjutan pola angin musiman (angin muson) yang tidak beraturan sejak tahun 2000.
Secara umum, saat musim kurang hujan/kemarau antara Mei hingga September, angin timuran yang bertiup. Sebaliknya, saat musim hujan pada November–Maret, bertiup angin baratan. Angin timuran bertiup di atas kawasan Indonesia terutama sekitar ekuator dan kawasan selatannya. Dari arah timur sampai selatan ke arah barat sampai utara. Sebaliknya, angin baratan bertiup dari arah barat sampai utara ke arah timur sampai selatan.
Pola angin musiman telah berlangsung cukup lama, secara periodik bertiup tetap dan permanen, dengan kurun waktu yang hampir tetap pula. Namun, situasi dan kondisi ini mulai berubah saat episode hangat, dengan giatnya matahari pada periode 1990-2010. Pada periode ini merupakan giat-giatnya gejala alam El Nino yang sempat memicu resesi ekonomi tahun 1997 dan bencana nasional kebakaran lahan dan hutan nasional untuk pertama kalinya di Indonesia.
Memasuki era 2010/2011, matahari kurang giat dengan turunnya kuantitas dan kualitas bintik dan ledakan di permukaan matahari. Hingga satu siklus matahari (2009-2021), hampir tak ada bintik dan ledakan di permukaan Matahari. Ini menandakan Matahari lagi kurang giat. Konsekuensinya daya pancaran dalam bentuk gelombang elektromagnetiknya termasuk radiasi pancaran matahari rendah.
Para ahli matahari dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengategorikan matahari pada periode 2009-2023 sebagai kurang giat atau memasuki episode pendinginan (cooling episode).
Dampak aktivitas matahari
Cuaca dan iklim global memang sangat terkait dengan siklus kegiatan matahari. Kegiatan ini diekspresikan dari kuantitas dan kualitas bintik-bintik matahari (sunspot). Pancaran radiasi matahari yang tidak merata di muka bumi menimbulkan kawasan hangat dan dingin. Dampaknya adalah perbedaan tekanan yang menimbulkan gerak.
Proses sebaran energi radiasi di muka bumi inilah yang menginisiasi dinamika atmosfer bumi. Dinamika ini melanjutkan proses fisis, dinamis, kimiawi, dan biologi di atmosfer, membentuk situasi dan kondisi cuaca. Perubahan tutupan lahan dan lingkungan, terutama konversi lahan, menjadi pertimbangan giatnya awan badai atau awan jenis kumulonimbus. Inilah biang keladi giatnya badai, mulai skala kecil sampai skala supertornado dan superbadai tropis.
Kembali ke kawasan Indonesia yang masih bertiup angin baratan meski sudah di medio April 2023, tampak masih giat badai tropis di selatan dan calon badai tropis di utara Indonesia.
Untuk kelas super belum terjadi di kawasan Benua Maritim Indonesia, kecuali kelas menengah dan kelas terendah. Itu saja sudah berdampak bencana hidrometeorologi basah, baik di Indonesia maupun kawasan Arab Saudi, Iran, dan Pakistan, juga Eropa, dengan dampaknya banjir dan banjir bandang, bahkan di kawasan padang pasir Asia dan pegunungan di kawasan Eropa, lima tahun terakhir.
Kembali ke kawasan Indonesia yang masih bertiup angin baratan meski sudah di medio April 2023, tampak masih giat badai tropis di selatan dan calon badai tropis di utara Indonesia. Menurut praktisi cuaca dan iklim dunia, kejadian ini berawal dari giatnya gelombang tropis yang disebut MJO (Osilasi Madden Julian). Ini adalah nama gelombang yang bergerak di atas kawasan tropis, merupakan pertemuan angin timuran dan angin baratan yang bergerak ke arah timur.
Superbadai
Awalnya MJO di awal bulan, kemudian disusul Gelombang Rossby Tropis dengan satu pasang pusaran angin yang berputar siklonal di utara dan selatan Indonesia. Selanjutnya di selatan berkembang menjadi superbadai tropis yang dinamai Ilsa. Namun, yang di bagian utara tekanan udara tidak berubah sehingga tetap sebagai calon bibit badai tropis. Ini seiring matahari yang sudah berada di utara.
Sementara di bagian selatan inilah yang menciptakan kondisi pola tekanan rendah seiring musim badai Desember 2022-Maret 2023, di selatan Nusa Tenggara Timur. Ketersediaan energi digunakan oleh Gelombang Rossby Tropis yang umumnya menciptakan pusaran angin ganda sikonal (double vortices). Di mana, kondisi cuaca buruk terpecah atau terberai meski terjadi pertemuan angin. Ini karena suhu muka laut kawasan selatan Indonesia kurang mendukung sehingga awan-awan badai kecil dengan konsekuensi badai sporadik, tersebar.
Pada bagian lain, akibat minimnya sebaran awan meski bertiup angin baratan dari perairan yang kurang hangat, liputan awan terjadi tetapi kurang giat. Tidak seperti layaknya apabila terjadi suatu badai tropis dengan sebaran curah hujan yang cukup giat dan tersebar secara meluas.
Suasana proses konveksi atau pemanasan permukaan—ditambah curah hujan tidak merata—menciptakan refleksi atau pantuan radiasi dari matahari. Kondisi ini, ditambah kondisi tekanan udara yang rendah (tekanan udara normal 1 atmosfer = 1.013,25 Hekto Pascal/HPa) di selatan Jawa, menghasilkan kondisi udara yang kurang nyaman. Di Kota Metropolitan Jakarta teramati 1.008-1.011 HPa, menghasilkan udara hangat yang menyengat meski hujan lokal sesekali giat.
Kondisi cuaca dan iklim ini kian nyata dan sepertinya masih berlanjut untuk masa mendatang. Oleh karena itu, perlu ada adaptasi pola cuaca dan iklim. Kalau dahulu masih sebatas teori dan imbauan, situasi ini sekarang sudah terjadi.
Situasi dan kondisi ini menuntut kearifan kita untuk menyikapi lingkungan sekitar kita yang kian dinamis dengan segala perubahannya. Semoga catatan sekilas ini memberikan kejelasan tentang situasi kerancuan iklim yang benar-benar nyata dan tiada henti-hentinya.