Kini, kita juga menanti suara dari partai politik atau bakal calon presiden mana pun untuk turut mewujudkan RUU Perampasan Aset.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Rakyat telah bersuara. Sebanyak 82,2 persen responden jajak pendapat Kompas menyuarakan pembahasan dan pengundangan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana.
Dari 82,2 persen responden itu, sebanyak 35,5 persen responden bahkan menilai RUU Perampasan Aset sangat mendesak untuk diundangkan. Besarnya desakan publik dari hasil jajak pendapat Kompas pada 4-6 April 2023 memperlihatkan inilah salah satu isu terkrusial saat ini. Terlebih lagi saat gaya hidup mewah dari sejumlah pejabat terkuak di ruang-ruang publik.
Sayangnya, surat presiden terkait RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana ini belum dapat dikirim ke DPR karena belum lengkapnya paraf dari sejumlah pemimpin kementerian dan lembaga negara.
Padahal, surat presiden tersebut ibaratnya dapat menjadi kado Lebaran bagi rakyat, terutama rakyat yang mendambakan pemerintahan yang bersih. Terlebih lagi, 87,9 persen responden menilai salah satu penyebab maraknya korupsi adalah masih lemahnya regulasi untuk memiskinkan koruptor.
Presiden Joko Widodo sesungguhnya telah mendorong pengundangan RUU Perampasan Aset sejak Februari 2023. Dengan begitu, mestinya pembantu-pembantu Presiden tidak menghambat keinginan dari Presiden.
RUU Perampasan Aset tentu saja memuat sejumlah terobosan. Salah satu yang diatur adalah soal konsep pembuktian terbalik (illicit enrichment). Konsep ini begitu sering diungkapkan. Namun, bagaimana dengan penerapannya? Bagaimana, misalnya, dengan pembuktian bagi seorang aparat pemerintahan yang dituding memiliki kekayaan tanpa sumber yang tidak jelas?
Semangat dari RUU Perampasan Aset ini pun tidak sekadar efek jera bagi pelaku tindak pidana. Secara konsep, ada tujuan lain yang hendak dicapai, seperti pengembalian aset bagi korban atau pembangunan kembali proyek-proyek yang tak optimal yang terimbas praktik korupsi.
Ambil contoh, ada kerugian besar bagi pelajar akibat korupsi pada sektor pendidikan. Pemerintah bersama DPR yang kemudian, dalam pembahasan RUU Perampasan Aset ini, akan memikirkan langkah terbaik untuk memastikan hak bagi pelajar itu terpenuhi.
Kini, kita juga menanti suara dari partai politik atau bakal calon presiden mana pun untuk turut mewujudkan RUU Perampasan Aset. Walaupun demikian, sejauh ini belum ada suara apa pun, bahkan dari wakil rakyat sekalipun. Sungguh ironis karena sebelumnya banyak di antara mereka yang justru lantang membela kepentingan bangsa lain.
Padahal, isu korupsi adalah isu yang mahapenting. Selama ini, kita percaya bahwa korupsi adalah musuh kita bersama. Nah, siapa yang mau dan berani berdiri paling depan untuk menyuarakan RUU Perampasan Aset ini? Sebuah RUU yang didukung oleh lebih dari 80 persen rakyat seharusnya bisa segera diundangkan.