Mempertimbangkan posisi strategis di kawasan Asia, Indonesia berkewajiban membangun sistem pertahanan yang solid dan kuat. Rencana Indonesia membeli 42 pesawat tempur generasi 4.5 akan menyeimbangkan kekuatan global.
Oleh
ERMAYA SURADINATA
·4 menit baca
Geopolitik dan geostrategi Indonesia pada posisi yang sangat strategis di dunia pernah disampaikan oleh Bung Karno. Presiden pertama RI ini menyampaikan pokok-pokok pikiran geopolitik dan geostrategi Indonesia dalam pembukaan kursus reguler Angkatan Pertama dan sekaligus meresmikan Lembaga Ketahanan Nasional, 20 Mei 1965.
Dalam amanatnya, Bung Karno menekankan bahwa pengetahuan geostrategi dan geopolitik sangat dibutuhkan. Terlebih kita ingat bahwa Presiden Soekarno mendirikan Lemhannas RI di tengah polarisasi dunia, yang berdampak pada kehidupan nasional yang penuh ketidakstabilan. Maka, inti dasar amanat dari proklamator berdirinya NKRI ini adalah memberikan dasar pengetahuan dan keluasan wawasan.
Dengan demikian, Bung Karno telah meletakkan dasar-dasar wujud dari konsepsi mencapai Indonesia yang sepenuhnya berdaulat dan mampu meletakkan dasar-dasar pertahanan dan keamanan yang sesuai dengan geopolitik dan kultur bangsa Indonesia. Dalam kaitan dengan pertahanan, Bung Karno menyatakan, ”Susunlah pertahanan nasional bersendikan karakter bangsa.”
Maka, Bung Karno tidak hanya menempatkan Lemhannas RI sebagai kawah candradimukanya calon pemimpin, tetapi juga sebagai think tank yang berlandaskan pada posisi strategis geopolitik Indonesia. Jadi, arahan strategis dari Bung Karno makin jelas agar Lemhannas bisa mencetak calon pemimpin nasional yang memahami konsekuensi dari pertarungan negara-negara besar, pertarungan geopolitik antara negara-negara utama di kawasan ini dan apa pengaruhnya bagi Indonesia.
Amanat Bung Karno untuk memperluas cakrawala wawasan geopolitik dan geostrategi dewasa ini demikian relavan. Terlebih ini bisa dipakai untuk membaca dinamika global dewasa ini, termasuk ketika Australia, tetangga Indonesia yang punya ikatan kuat dengan Indonesia yang terjalin sejak 1945, belum lama ini akan membeli 220 rudal jelajah Tomahawk dari Amerika Serikat senilai 1,3 miliar dollar Australia atau setara Rp 13,4 triliun. Rudal ini bisa melesat pada ketinggian yang sangat rendah dengan kecepatan subsonik tinggi dan dikendalikan dengan sistem panduan yang disesuaikan dengan misi.
KOMPAS
Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Rabu (6/4/2022), di Sydney, mengonfirmasi bahwa negaranya mendapat dukungan Amerika Serikat dan Inggris untuk mengembangkan rudal hipersonik.
Memahami konstelasi geostrategi, maka Indonesia secara positif menilai, Australia sedang memperkuat struktur pertahanan yang kukuh. Tetangga yang baik tahu bahwa Australia adalah wilayah yang punya lokasi strategis dan ini modal berkontribusi secara signifikan untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Selain itu, ada hal yang menarik bahwa rencana pembelian rudal Tomahawk tersebut telah disetujui oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada Jumat (17/3/2023), diumumkan hanya beberapa hari setelah Australia mengumumkan proyek kapal selam bertenaga nuklir di bawah kesepakatan AUKUS. Sehubungan ini, AS menilai bahwa Australia adalah salah satu sekutu terpenting di Pasifik Barat.
Mencermati geopolitik dan geostrategi itu, Indonesia harus memahami isu-isu strategis yang bersifat global, serta menilik kondisi kehidupan dunia.
Sementara itu, tetangga Indonesia lainnya, Malaysia, juga belum lama ini mengakuisisi 18 jet tempur FA-50. Pesawat ini adalah turunan advanced jet trainer T-50 Golden Eagle. Varian ketiga adalah TA-50 LIFT (lead-in fighter trainer).
Peswat TA-50 dan FA-50 merupakan pesawat yang mampu bertempur dan dapat dilengkapi hingga tujuh titik penyimpanan eksternal yang dapat membawa senjata udara ke udara dan udara ke permukaan yang dipandu secara presisi. Versi tempur T-50 juga diintegrasikan dengan radar buatan Amerika Serikat atau buatan Israel.
AFP/JIM WATSON
Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak (kanan), dan PM Australia Anthony Albanese (kiri) menggelar pertemuan trilateral AUKUS di Pangkalan Angkatan Laut Point Loma, San Diego, California, AS, Senin (13/3/2023).
Peran Indonesia membangun kekuatan
Mencermati geopolitik dan geostrategi itu, Indonesia harus memahami isu-isu strategis yang bersifat global, serta menilik kondisi kehidupan dunia. Bersamaan pula mempertimbangkan isu strategis nasional, yaitu bangsa Indonesia yang berada posisi strategis di kawasan Asia, maka Indonesia juga berkewajiban membangun sistem pertahanan yang solid dan kuat.
Dengan demikian, mendukung pembangunan kekuatan TNI dalam hal mewujudkan tujuan nasional yang tertera dalam amanah UUD 1945, antara lain melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Serta, ikut melaksanakan ketertiban dunia. Maka, pembelian alutsista karena kebutuhan hal demikian.
Untuk itu, Indonesia bakal membeli 42 pesawat tempur generasi 4.5, Dassault Rafale buatan Perancis dan F-15 EX buatan Amerika Serikat. Dengan demikian, hadirnya pesawat-pesawat ini akan menyeimbangkan kekuatan global.
Hadirnya pesawat-pesawat ini akan menyeimbangkan kekuatan secara global. Menurut pengamat militer, Susaningtyas Kertopati, ini merupakan strategi yang jitu untuk mengimplementasikan balancing of power pada tataran regional dan global.
Juga Indonesia membeli pesawat C-130J Super Hercules, oleh karena itu kinerja TNI AU dalam hal pertahanan dan keamanan dapat lebih optimal. Pesawat ini tergolong sebagai tipe terbaru. Memiliki kokpit yang lebih canggih dengan sistem avionik penerbangan digital terintegrasi penuh dibandingkan seri sebelumnya.
Pesawat ini mampu mengangkut 128 anggota pasukan tempur, 92 anggota pasukan terjun payung, dan memiliki kapasitas kargo hingga 20 ton. Serta, mampu lepas landas dan mendarat singkat di landasan pendek. Ini bisa berfungsi pula untuk operasi militer ataupun nonmiliter, termasuk dalam kegiatan-kegiatan bencana alam.
Mencermati dinamika geostrategi
Bangsa dan negara mana pun mempunyai doktrin membangun pertahanan adalah niscaya lalu menyusun bahan-bahannya dari mesin-mesin perang yang canggih. Namun, apabila ini terpresentasikan berlebihan, sangat mungkin kawasan bisa tidak stabil.
Bersamaan pula geostrategi berubah menimbulkan kecemasan. Oleh karena itu, geopolitik secara tipis-tipis berubah, menjadi sebuah kecenderungan polarisasi. Dan ia hanya bernilai apabila tetap kukuh mempertautkan perdamaian, tanpa memperkuat bentuk dominasi global.
Secanggih apa pun perkakas perang yang dimiliki, sebuah bangsa butuh kedamaian kawasan. Namun, ini bukan sebuah harapan yang bisa disederhanakan dengan hubungan diplomatik yang hangat, melainkan kedamaian kawasan harus dilembagakan agar perlombaan senjata dapat menemui pause-nya. Maka, kedamaian tidak melampaui pemahaman, melainkan pemahaman yang membawa kedamaian.
Kedamaian berawal dari sebuah senyum, demikian didefinisikan oleh pembela kemanusiaan, Bunda Teresa. Pada makna senyumlah dimungkinkan perang tidak mudah meletus. Bilamana perang tidak mudah meletus dan kedamaian begitu membahana, maka bangsa-bangsa menikmati pergaulan global yang indah.
Namun, itu bisa saja utopia karena–sebagaimana kredo ”untuk damai persiapkanlah perang”, membuat bangsa-bangsa secara global memperkuat sistem pertahanan—jaga-jaga untuk perang secara fenomenal. Meski begitu, sebagaimana dikatakan sang peremus bom atom yang meletus di Hiroshima, Albert Einstein, bahwa: ”You cannot simultaneously prevent and prepare for war (Anda tidak dapat secara bersamaan mencegah dan bersiap untuk perang).” Ada geopolitik dan geostrategi di sini yang dihitung dalam keragaman pergaulan bangsa-bangsa.
Dengan dinamika geopolitik dan geostrategi dunia yang begitu dinamis, Indonesia tidak boleh lemah memainkan peran strategis kawasan regional dan global. Premis ini membawa pada suatu perumusan membangun sistem persenjataan yang utama dan moden, dengan ”melihat” negara-negara tetangga dan kawasan membangun kemampuan sistem pertahannya.
Tentu saja akan berlebihan apabila Indonesia melihat Australia membeli 220 rudal jelajah Tomahawk dan Malaysia mengakuisisi 18 jet tempur FA-50 dalam posisi yang minder.
Ermaya Suradinata, Mantan Dirjen Sospol Depdagri RI, Gubernur Lemhannas RI; Dewan Pakar Geopolitik dan Geostrategi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)