Mencari Hikmah Pembatalan
Di dunia ini segala sesuatu berpasangan. Kerugian yang tampak di depan bisa menjadi keuntungan kemudian. Asal kita mau mencari. Bisa berupa hikmah apa pun. Misal, makin kuatnya persatuan anak bangsa dalam bersikap.
Kita memahami kesedihan dan kejengkelan khalayak atas pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Banyak keuntungan yang sepertinya sudah di tangan jadi buyar. Yang tampak hanya kerugian.
Meski demikian, di dunia ini segala sesuatu berpasangan. Kerugian yang tampak di depan bisa menjadi keuntungan kemudian. Asal kita mau mencari. Bisa berupa hikmah apa pun. Misal, makin kuatnya persatuan anak bangsa dalam bersikap. Bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, seperti yang digelorakan presiden pertama Bung Karno dan akan terus kita perjuangkan.
Menghadapi Pemilu 2024, energi bangsa memang harus disatukan. Sikap Indonesia yang telah dipertahankan sejak awal merdeka itu harganya sangat mahal. Jangan sampai dihapus oleh rasa sedih dan jengkel yang bisa dicarikan gantinya. Kita tahu Ketua Umum PSSI Erick Thohir orang muda yang kiprahnya sudah terkenal, termasuk pernah memiliki klub bola dunia.
Jika kita sabar dan kompak mendukung, Erick akan leluasa bekerja. Dia akan mampu membenahi persoalan sepak bola nasional. Lobi-lobinya ke luar negeri akan didukung pemerintah sehingga tidak mengecewakan.
Menurut pikiran saya, tinggal tunggu waktu. Kalau Qatar bisa, mengapa Indonesia tidak. Dengan demikian, bukan hanya penyelenggaraan Piala U-20 yang bisa didapat. Percayalah. Dengan perjuangan bersama, Piala Dunia FIFA (senior) yang diselenggarakan setiap empat tahun pun pada waktunya bisa diraih Indonesia.
Mari kita bersama segera membuang kesedihan, kejengkelan, dan saling menyalahkan yang bisa menguras energi. Kita ganti dengan memperkuat kebersamaan untuk berjuang menuju Indonesia Emas 2045.
SuharnoWarungboto RT 033 RW 008 Yogyakarta
Semangat Baron de Coubertin
Saya kecewa dengan pembatalan FIFA terhadap penyelenggaraan Piala Dunia U-20.
Penolakan Gubernur Bali dan Jawa Tengah rupanya jadi pertimbangan FIFA. Reaksi kedua gubernur itu memang mengherankan. Anehnya, FIFA begitu cepat memutuskan, padahal Pemerintah Indonesia dan PSSI sebagai penyelenggara belum ada pernyataan resmi.
Memang, di era digital sekarang, info apa saja tak bisa dibendung. Namun, bukankah pro-kontra itu urusan dalam negeri, internal kita? Apakah kedua gubernur masuk dalam ”jebakan batman”? Apakah karena partai induknya bersikap serupa? Wallahualam.
Kalau sudah masuk ranah politik, apalagi menyangkut strategi menjelang pilpres, saya menyerah. Dalam dunia yang satu ini, semua bisa jadi halal.
Kebingungan agak terjawab ketika kabar terakhir mengatakan, penolakan FIFA mengacu pada kasus Kanjuruhan yang menewaskan lebih dari 120 suporter sepak bola. Aneh lagi, mengapa isu ini baru jadi pertimbangan ketika persiapan sudah mendekati final? Bukankah sebelumnya FIFA sudah memaafkan musibah itu?
Kalau Tragedi Kanjuruhan yang jadi dasar keputusan FIFA, ya, sudah. Schaakmat….
Itu memang keteledoran kita semua. Nasi sudah jadi bubur. Paling-paling kita bisa mengambil hikmah. Ya, pemerintah, organisasi, pengurus, petugas, semua lapisan masyarakat. Terutama kita, penonton. harus belajar berdisiplin, tertib, ikut aturan, bertanggung jawab, dan bisa menahan diri.
Selain itu, mari kita mengingat kembali pesan Baron Pierre de Coubertin, Bapak Olimpiade Modern. Pisahkan segala hal dari olahraga. Baik soal politik, ras, maupun agama. Kembalilah pada jiwa Olimpiade: membangun dunia yang damai dan lebih baik melalui olahraga.
Semoga Hokky, Hugo, Arkhan, Dzaky, Ronaldo, dan lain-lain tidak patah semangat dengan batalnya turnamen Piala Dunia U-20 ini.
Renville AlmatsierJl KH Dewantara, Ciputat, Tangerang Selatan 15411
Indonesia Berduka
Pemain Timnas U-20 Indonesia melakukan pemanasan di Lapangan Bunyodkor 1, Tashkent, Uzbekistan, Jumat (3/3/2023). Timnas U-20 Indonesia bakal melawan Timnas U-20 Suriah dalam kualifikasi Grup A Piala Asia U-20 pada Sabtu 4 Maret 2023 di Stadion Lokomotiv, Tashkent, Uzbekistan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Tahun 2019, PSSI telah menandatangani persetujuan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Indonesia dalam hal ini PSSI menyepakati semua persyaratan sebagai tuan rumah PD U-20 untuk menyelenggarakan turnamen.
Salah satu kewajiban yang dilampirkan PSSI saat pendaftaran calon tuan rumah adalah tersedianya sarana dan prasarana arena bertanding yang memenuhi standar FIFA. Dua provinsi dan lima kota ditunjuk sebagai tuan rumah: Bali, DKI Jakarta, Surakarta, Bandung, Surabaya, dan Palembang. Semua dengan persetujuan kepala daerah masing-masing.
Terasa sangat janggal jika sekarang, Gubernur Bali dan Gubernur Jawa Tengah menolak PD U-20 hanya karena keikutsertaan Israel. Sebelum memberikan persetujuan, tentu para gubernur telah mengetahui semua persyaratan sebagai tuan rumah, tanpa kecuali.
Kalau dari awal PSSI sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan para penguasa daerah, penolakan ini tidak perlu terjadi.
Inilah gambaran betapa buruk cara kerja bangsa kita, yang senantiasa instan, menggampangkan semua masalah.
Dengan keputusan FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah PD U-20, tentunya sanksi akan dijatuhkan FIFA kepada Indonesia. Harga sangat mahal yang harus ditanggung bangsa Indonesia.
Para pemangku jabatan yang telah merancang gelaran U-20 harus bertanggung jawab.
FX WibisonoJl Kumudasmoro Utara, Semarang 50148
Politik Hancurkan Garuda Muda
Drama sepak bola Indonesia mencapai klimaksnya. Indonesia dicoret FIFA sebagai tuan rumah penyelenggara final Piala Dunia U-20.
Apa mau dikata. Perkara yang tak ada hubungannya dengan sepak bola meruntuhkan asa Garuda Muda Indonesia.
Dua gubernur menolak kehadiran tim nasional Israel. Apa pun dalih dan argumennya, sungguh ini sangat mengecewakan masyarakat pencinta sepak bola. Gubernur adalah jabatan politik, maka motif penolakan juga terkait politik.
Garuda muda hanya tahu bola. Sebagaimana ungkapan mereka dalam wawancara interaktif bersama Rosi Silalahi di Kompas TV (Kamis, 30 April 2023). Para Garuda Muda Indonesia itu polos, bersahaja, dan apa adanya.
Mereka tak paham politik, tetapi karena politik, mereka menjadi korban sia-sia. Mereka ingin sekali mengharumkan nama bangsa dan negara, sekaligus menjadi kebanggaan orangtua dan keluarganya.
Semoga para pemangku kepentingan sempat menonton acara tersebut, termasuk mereka yang menentang keras kehadiran timnas Israel.
Ke mana sepak bola Indonesia mau dibawa? Tak terdengar pula suara para wakil rakyat kita terhadap drama kegagalan Indonesia menyelenggarakan Piala Dunia U-20.
Semoga ke depan Indonesia baik-baik saja.
Budi Sartono Soetiardjo Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Ulah Siapa?
Penjaga gawang tim U-20 Indonesia berlatih antisipasi umpan lambung dalam latihan di Lapangan A Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Senin (20/2/2023). Jelang laga terakhir Turnamen Mini U-20 PSSI menghadapi Guatemala di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (21/2/2023), Shin Tae-yong berharap timnya tidak mengulangi kesalahan fatal yang menyebabkan kekalahan 1-2 dari Selandia Baru dalam laga sebelumnya. Maka itu, dalam latihan, pelatih asal Korea Selatan itu coba mengasah lini belakang untuk lebih displin dan lini depan agar lebih tajam. (KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH)
Saya terkejut membaca berita Kompas, 30 Maret 2023, tentang keputusan FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Sehari sebelumnya saya masih optimistis membaca penjelasan Presiden Jokowi, bahwa kehadiran tim Israel tidak ada hubungannya dengan masalah politik kemerdekaan Palestina yang didukung Indonesia.
Kegiatan olahraga harus dipisahkan dari masalah politik. Ini komitmen dari Pemerintah Indonesia yang ditunjuk sebagai tuan rumah oleh FIFA untuk penyelenggaraan ajang sepak bola U-20.
Namun, ternyata pembicaraan Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI dengan FIFA tidak berhasil. FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah. Penyebabnya jelas: penolakan Gubernur Bali dan Jateng yang tidak bersedia menerima kehadiran tim Israel.
Mengapa kedua gubernur itu menolak? Bukankah sebelumnya pemerintah beserta seluruh jajaran terkait (termasuk PSSI) telah menyatakan kesediaan memenuhi persyaratan sebagai tuan rumah?
Saya melihat ada kepentingan tertentu di balik keputusan kedua gubernur tersebut. Jelas ini terkait dengan upaya pemenangan suara pada Pemilu 2024. Tidak peduli kehormatan bangsa dan negara yang dipertaruhkan. Benar-benar tamparan politik bagi Presiden Jokowi selaku Kepala Pemerintahan RI yang sah.
Sebagai warga negara peserta Pemilu 2024, kita wajib berpikir kritis memilih siapa yang bisa kita harapkan memimpin bangsa dan negara Indonesia ke depan. Mari kita pilih yang memiliki pengabdian, integritas, dan bebas dari konflik kepentingan. Murni untuk kepentingan bangsa dan negara.
Bun B KumalaKelapa Gading, Jakarta Utara
Rabun Jauh
FIFA membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah U-20. Putusan itu membuat banyak orang kecewa, sedih, dan tentunya terbuangnya energi serta dana dengan sia-sia.
Kejadian itu tak akan terjadi jika kita tidak mengidap penyakit rabun jauh. Maksudnya, tidak bisa melihat, menduga gambaran situasi dan kondisi pada waktu mendatang.
Jika bisa memprediksi kehadiran timnas Israel, padahal tidak dikehendaki, Gubernur Bali tidak perlu ikut perjanjian dengan FIFA sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Demikian pula dengan Gubernur Jateng, bisa melarang Pemkot Surakarta untuk tidak membuat perjanjian. Dengan demikian, tak ada kegaduhan.
Presiden Joko Widodo yang juga merasa kecewa dan sedih, sudah berpesan untuk tidak saling menyalahkan dan membuang energi atas peristiwa ini. Presiden mengajak kita berani melangkah ke depan.
Memang sudah seharusnya terus berjalan maju, terutama untuk mencari ahli mata yang bisa menyembuhkan penyakit rabun jauh.
Jika tidak, kesalahan yang sama dengan obyek yang berbeda akan terus terjadi.
Agoes Soediamhadi Langenarjan, Yogyakarta
Ada Apa dengan Pemerintah?
Pelatih tim U-20 Indonesia memberikan instruksi kepada para pemain usai menyelesaikan latihan di Lapangan A Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Senin (20/2/2023). Jelang laga terakhir Turnamen Mini U-20 PSSI menghadapi Guatemala di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (21/2/2023), Shin Tae-yong berharap timnya tidak mengulangi kesalahan fatal yang menyebabkan kekalahan 1-2 dari Selandia Baru dalam laga sebelumnya. Maka itu, dalam latihan, pelatih asal Korea Selatan itu coba mengasah lini belakang untuk lebih displin dan lini depan agar lebih tajam. (KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH)
Sepak bola bukan olahraga yang saya suka, tetapi saya mengapresiasi mereka yang gigih berjuang dengan segala pengorbanannya. Apalagi pemerintah juga berupaya membenahi organisasi dan juga fasilitas latihan, yang berbuah kesempatan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Sayang, pada hari yang cerah, petir menyambar menghanguskan asa. FIFA membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Semangat menguap tertiup angin. Apa pun latar belakang penyebabnya, saya tidak peduli. Apa strategi negosiasi yang ditempuh, saya tidak mengerti. Saya hanya bisa berdukacita.
Kesedihan terus menggerus melihat ragam narasi pembelaan, penjelasan, dan analisis yang simpang siur. Semua pihak mengeluarkan pendapat, tetapi tidak dapat mengembalikan kebanggaan kita sebagai warga negara Indonesia.
Saat ini banyak masalah yang merontokkan semangat. Pemerintah hanya mengimbau untuk memulihkan diri. Tidak ada penjelasan secara sederhana dan transparan tentang apa yang terjadi. Padahal, masyarakat membutuhkan. Atau saya satu-satunya yang baper dengan masalah ini?
Rosita SukadanaDarmahusada, Surabaya