Para kandidat calon anggota legislatif (caleg) maupun calon presiden (capres) banyak yang mencuri start kampanye pemilu dengan berbagai cara. Bagaimana pengawasan pihak terkait terhadap modus-modus ini?
Salah satu bakal capres menyewa pesawat jet pribadi untuk berkunjung ke beberapa daerah. Demikian pula bakal caleg partai politik. Mereka tidak hanya memasang spanduk dan baliho, tetapi juga menyelenggarakan berbagai acara pertemuan dengan masyarakat.
Momentum bulan Ramadhan 1444 H menjadi kesempatan mengadakan kegiatan berdalih buka puasa bersama. Ada yang terang-terangan membagikan amplop bergambar tokoh parpol kepada setiap jemaah di dalam masjid.
Bukankah sudah ada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang kampanye dan masa kampanye Pemilu 2024? Masa kampanye telah ditetapkan selama 75 hari, 28 November 2023-10 Februari 2024. Jelas acara-acara di atas telah melanggar aturan.
Juga jelas ada larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, maupun tempat pendidikan. Dilarang juga menjanjikan dan memberi uang, atau materi lainnya, kepada masyarakat umum.
Faktanya, Rabu, 29 Maret 2023, di sebuah tempat milik rukun warga (RW) di suatu kecamatan di Kota Bekasi, Jawa Barat, berlangsung acara buka bersama dengan mengundang seluruh ketua RW. Kepada undangan tidak hanya tersedia makanan dan minuman untuk berbuka, mereka juga mendapat bingkisan.
Dalam acara itu juga diumumkan janji hadiah umrah jika pada Pemilu 2024 seseorang yang saat itu diperkenalkan sebagai caleg lolos menjadi anggota DPR.
Dengan adanya dugaan berbagai pelanggaran tersebut, seharusnya pihak terkait memberi edukasi, ke mana masyarakat bisa mengadu, bagaimana caranya, adakah perlindungan terhadap pelapor? Dan sebagainya. Kenyataannya, warga yang memprotes kedatangan tokoh karena ditengarai akan kampanye diburu satgas parpol.
Pemilu 2024 harus berjalan lancar, aman, jujur, dan adil. Jangan biarkan pelanggaran demi pelanggaran terjadi.
A RistantoJatimakmur, Pondokgede, Bekasi
ABG Keroyokan
Infografik Riset KompasID Kamis (21/5). Topik: Problem Sosial PSBB Sejumlah Kasus Tawuran Remaja Masa Pandemi Covid-19
Sering muncul pemberitaan pengeroyokan disertai penggunaan senjata tajam oleh pelajar SMP atau ABG (anak baru gede). Terkadang tanpa alasan, asal serang saja.
Ada yang menulis, sudah terjadi tujuh pengeroyokan dalam satu bulan dan memakan korban jiwa. Dulu pengeroyokan dilakukan kelompok anak setingkat SMA, kini turun tingkat menjadi SMP.
Miris, sedih, dan prihatin. Mau jadi apa mereka kelak, masih ABG saja sudah demikian? Bayangkan kesedihan orangtua korban yang kehilangan buah hatinya.
Dulu, saat saya masih kecil, tidak pernah saya mendengar remaja tawuran, bahkan membunuh sesama. Apa dan di mana salahnya sampai terjadi hal demikian?
Kini ada kendala. Pertama: komunikasi dengan orangtua/keluarga sudah jauh, masing-masing sibuk dengan urusan dan gadget-nya.
Kedua, hedonisme (kenikmatan materi). Ada orangtua yang memilih memberi kecukupan materi kepada anaknya, asal anaknya tenang. Uang saku berlebihan, tidak dikontrol apa yang dilakukan dan di mana keberadaan mereka.
Ketiga, kurangnya pendidikan budi pekerti. Mereka tidak bisa lagi membedakan mana perbuatan yang baik dan yang buruk, mana yang boleh dan dilarang dilakukan.
Keempat, harus ada shock therapy agar jera atau takut, misalnya hukuman berat.
Kelima, orangtua harus memberi contoh baik, jujur, tidak arogan, tidak korupsi, dan tidak gontok-gontokan.
Albertus SuritnoJl Bunyu, Jakarta 13240