Literasi keuangan masih menjadi pekerjaan rumah semua pihak, termasuk lembaga keuangan dan otoritas.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Berbagai kasus pembunuhan karena janji bisa menggandakan uang terus terjadi. Pelaku sangat mudah mendapat korban karena literasi keuangan masyarakat yang rendah.
Kepolisian Resor Banjarnegara, Jawa Tengah, mengungkap kasus pembunuhan yang dilakukan pelaku penipuan dengan modus penggandaan uang. Pelaku penipuan itu nekat membunuh korban karena kesal akibat sering ditagih hasil penggandaan uang. Jumlah korban pembunuhan itu diduga 11 orang.
Kepala Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Besar Hendri Yulianto, Senin (3/4/2023), mengatakan, pelaku utama dalam kasus tersebut adalah seorang laki-laki berinisial TH (45) alias Slamet. Polres Banjarnegara mengungkap perkara tindak pembunuhan berencana yang dilakukan oleh TH alias Mbah Slamet, umur 45 tahun, asal Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara (Kompas, 4/4/2023).
Korban terus berjatuhan karena melek keuangan masyarakat yang sangat rendah. Janji pengembalian suku bunga tinggi dan penggandaan uang membuat mereka mudah tergoda untuk menuruti permintaan pelaku. Sebelumnya, Wowon Erawan, Solihin, dan M Dede Solehudin di Cianjur dan Bekasi, Jawa Barat, menggunakan modus yang sama, yaitu penggandaan uang hingga membunuh sembilan orang.
Para korban percaya bahwa pelaku mampu menggandakan uang sesuai yang dijanjikan. Kepercayaan dan mistik yang masih beredar di masyarakat tentang kemampuan ”orang pintar” menjadikan mereka mudah jatuh ke tangan pelaku. Apalagi di antara pelaku menggunakan label-label tertentu yang memberi citra memiliki kemampuan lebih dibandingkan orang lain.
Sebagian masyarakat lebih percaya pada mereka yang mengaku mampu menggandakan uang dibandingkan dengan lembaga keuangan yang ada. Indikator Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen, naik dibandingkan tahun 2019 yang hanya 38,03 persen. Meski terjadi perbaikan, sejumlah kalangan menyatakan, angka ini masih tergolong rendah.
Literasi keuangan masih menjadi pekerjaan rumah semua pihak, termasuk lembaga keuangan dan otoritas. Melihat cakupan literasi keuangan meliputi pemahaman mengenai fitur, manfaat, risiko, serta hak dan kewajiban terkait produk dan layanan jasa keuangan, maka upaya peningkatan pemahaman masyarakat masih perlu ditingkatkan. Apalagi, literasi keuangan juga mengukur tingkat keterampilan, sikap, serta perilaku yang benar dalam menggunakan produk dan layanan jasa keuangan. Melihat berbagai kasus, lembaga keuangan dan otoritas masih kalah dibandingkan dengan cara-cara pelaku menawarkan jasanya.
Para pelaku juga menggunakan media sosial. Upaya meningkatkan literasi keuangan ini juga perlu dibarengi dengan literasi digital. Pelaku diketahui memanfaatkan media sosial untuk memasarkan kemampuan menggandakan uang. Pelaku dengan lihai menangkap calon korban melalui janji-janji yang ditebar di media sosial. Kanal ini mudah sekali menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Janji para pelaku mudah menggoda masyarakat melalui media sosial.