AS menerapkan standar ganda. Bungkam terhadap nuklir Israel, tetapi memburu program Korut dan Iran.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
AP/RUSSIAN DEFENSE MINISTRY PRESS SERVICE
Foto yang diambil dari rekaman video Kementerian Pertahanan Rusia, Oktober 2022, memperlihatkan peluncuran rudal penjelajah antarbenua (ICBM) Yars di Plesetsk, Rusia. Di tengah suasana perang, Rusia melakukan latihan dengan menggunakan ICBM yang bisa membawa hulu ledak nuklir.
Setelah sekitar 40 tahun pupus, kekhawatiran akan perang nuklir muncul kembali. Sebagian orang juga percaya, nuklir menjaga keamanan dunia dari perang dunia.
Dengan berbagai traktat pembatasan, pengurangan, dan pelarangan penyebarluasan jumlah senjata nuklir, kuasa besar bisa dikurangi serta pemilik senjata nuklir tak merebak seperti dikhawatirkan pada tahap awal era senjata nuklir. Sekarang Amerika Serikat (AS) dan sekutunya mendesak Korea Utara dan Iran menghentikan program nuklir. Namun, seperti India dan Pakistan, Korut serta Iran sulit dikekang.
Kekhawatiran pecahnya konflik nuklir paling mutakhir dipicu oleh pernyataan Presiden RusiaVladimir Putin pada 25 Maret lalu, yang akan menggelar rudal nuklir di Belarus. Rusia juga hendak memutakhirkan pesawat tempur Belarus agar bisa menembakkan senjata nuklir.
DP CON HMB
Kolom asap membumbung hingga 20.000 kaki saat bom atom pertama seberat 5 ton yang dijuluki "Little Boy" dijatuhkan di Hiroshima 6 Agustus 1945.
Seperti diberitakan harian ini, Senin (3/4/2023), setidaknya dua alasan yang diajukan Putin untuk mendukung penggelaran senjata nuklir di Belarus. Pertama, Inggris memutuskan memasok Ukraina dengan peluru yang bisa menembus kendaraan lapis baja yang mengandung uranium yang kandungan material membelah atau fisilnya rendah (depleted). Kedua, AS juga menyebar penggelaran senjata nuklir taktis di sekutu Eropa, seperti Belgia dan Jerman.
Di luar fakta obyektif itu, AS dan Rusia sedang kesulitan mengejar waktu untuk mendapatkan kesepakatan traktat pengurangan senjata nuklir strategis START, yang habis masa berlakunya tahun 2021. Dalam kondisi ini, Rusia pada Februari lalu menunda kesertaannya dalam perundingan New START.
Ditambah keputusan AS meninggalkan Traktat Penghapusan Senjata Nuklir Jarak Menengah (INF) pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump tahun 2019, dan tahun 2002 juga mengakhiri kesertaannya terhadap Traktat Antirudal Balistik (ABM), ada cukup alasan untuk mengatakan, dalam senjata nuklir, dunia tidak sedang baik-baik saja.
AP PHOTO/GARY FIELDS
Foto yang diambil pada 22 Oktober 2022 memperlihatkan rudal udara ke udara (air to air missile) The Douglas Genie yang tersimpan di Museum Angkatan Udara, di Dover, Delaware, Amerika Serikat. Meski terbilang kecil, rudal yang bertugas pada era 1960-an itu mampu membawa hulu ledak nuklir 1,5 kiloton, memiliki daya ledak setara 1.000 bom TNT.
Alexey Arbatov sejak tahun 2019 menyebut tentang ”ancaman nuklir” (jurnal Survival, IISS, London, Juni-Juli 2019). Laporan utama jurnal Foreign Affairs (November-Desember 2018) juga mengangkat sejumlah pemikiran, seperti ”senjata nuklir bukan soal, melainkan histerianya yang jadi soal”. Artikel lain menyebut, ”Jika Anda Menginginkan Perdamaian, Bersiaplah Menghadapi Perang Nuklir”.
Dunia terbebas dari perang dunia karena ada senjata nuklir, yang membuat kuasa besar tidak berani menanggung risiko perang nuklir, yang menurut sebuah doktrinnya disebut ”tak dapat dimenangkan” (unwinnable). Bahkan, mereka yang terlibat sama-sama binasa karena sama-sama hancur.
Sementara kuasa-kuasa nuklir kerepotan mengatur arsenal, ada negara lain terinspirasi, karena melihat senjata nuklir amat bergengsi. AS menerapkan standar ganda. Bungkam terhadap nuklir Israel, tetapi memburu program Korut dan Iran. Hal ini membuat kebijakannya tidak kredibel. Di tengah menghangatnya histeria perang nuklir, baik juga jika negara pemilik berintrospeksi atas kebijakan nuklir masing-masing.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO