Ilustrasi
Di harian ini, 3 Maret 2023, Presiden Joko Widodo mengatakan, ”Perilaku jemawa, hedonis, serta pamer kuasa dan kekayaan para pegawai dan pejabat negara pantas membuat masyarakat kecewa. Jika perilaku tersebut dibiarkan, dikhawatirkan pemerintah akan kehilangan kepercayaan masyarakat.”
Di Kompas, Sabtu, 5 Februari 2023, Budiman Tanuredjo menulis, ”Pamer kemewahan, apalagi dari harta yang diperoleh secara ilegal, seperti menyiram bensin di tengah kesenjangan sosial yang kian menganga. Pamer kuasa dan kemewahan menyakitkan bagi 68 persen penduduk yang tidak mampu memenuhi makanan bergizi. Pamer kemewahan menjengkelkan bagi 8,42 juta warga kita yang masih menganggur”.
Saya, sebagai warga biasa, kaget dan tidak percaya, seorang pejabat eselon III di Ditjen Pajak memiliki harta lebih dari Rp 56 miliar. Anaknya pun ikut pamer kemewahan dan menjadi tersangka penganiayaan.
Seorang eks petinggi Polri yang sudah divonis hukuman mati, saat menjabat punya ajudan, pengawal, juga untuk istrinya. Sebelum kasus pembunuhan Brigadir Yosua, suami istri sudah pamer kuasa dan harta.
Contoh hidup sederhana dapat dimulai dari presiden, wakil presiden, dan para menteri yang sering tugas ke daerah ataupun ke mancanegara, untuk tidak usah membawa rombongan karena anggarannya jadi besar.
Sungguh memalukan perilaku pejabat, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, yang terlibat korupsi, KKN, narkoba, penipuan, dan semua perilaku buruk lainnya.
Pada acara peringatan Isra Miraj di Jakarta, 20 November 1965, Presiden Soekarno berpidato dengan judul ”Satu bangsa yang besar tidak akan tenggelam ketjuali djikalau robek-robek petjah dirinya sendiri dari dalam”.
Para pendiri bangsa mewariskan nasib dan masa depan bangsa besar ini kepada generasi penerus untuk menyejahterakan rakyat sesuai sila ke-5 Pancasila, ”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Arifin Pasaribu Kompleks PTHII, Kelapa Gading Timur, Jakarta 14240
Kabur Bawa Paket
Saya pelanggan lama Tokopedia. Namun, Kamis (30 Maret 2023), saya mengalami kejadian mengecewakan.
Saya membeli HP Samsung A34 5G 8/256 seharga Rp 5.532.899 dengan cicilan selama setahun menjadi total Rp 5.865.933, tetapi paket tidak pernah saya terima.
Paket saya dibawa kabur driver Gojek bernama Sapto Catur Praditadewo, KTP 3275122605000xxx dan SIM C 12220009000xxx, alamat di Kp Rawa Bacang, Jatirahayu, Pondok Melati, Bekasi.
Pukul 16.30 sistem pengantaran paket di Tokopedia menunjukkan bahwa paket sudah diterima pembeli, padahal paket belum saya terima.
Pukul 17.00 layanan WA jadi tidak aktif dan nomor HP juga tak bisa ditelepon. Pukul 19.30, customer care Tokopedia bernama Sandy menelepon, menyampaikan komplain saya sudah diteruskan ke Gojek. Gojek butuh waktu 3 hari untuk investigasi, sedangkan saya harus menunggu 7 hari lagi agar uang saya dikembalikan.
Tokopedia seharusnya bertanggung jawab mengganti biaya yang saya keluarkan sebesar Rp 5.865.933 karena cicilan tanpa bunga ini merupakan salah satu metode pembayaran resmi Tokopedia. Bukan hanya Rp 5.532.899 seperti yang disampaikan Sdr Sandy.
Malam hari kami menginvestigasi akun Instagram atas nama Sapto Catur dan mendapat informasi bahwa akun Gojek yang bersangkutan digunakan driver lain yang membawa kabur paket saya. Betapa lemahnya sistem pengamanan Gojek karena akun driver Gojek bisa diperjualbelikan. Bagaimana pertanggungjawaban Tokopedia dan Gojek kepada konsumen dengan kondisi ini?
Mohon pihak Tokopedia dan Gojek mengusut tuntas hal ini dan melaporkan semua yang terlibat kepada yang berwajib karena hal ini sudah merupakan tindak kriminal.
Mawar M
Duta Bintaro, Tangerang
”Haminte”?
Prof Irfan Ridwan Maksum (IRM) dalam artikel opininya (Kompas, 9/3/2023) menyarankan agar setelah ibu kota RI pindah ke IKN Nusantara di Kaltim, di bawah ”kota” ada satuan pemerintah administratif: haminte.
Kita—atau hanya saya?—tidak tahu, dari kata apa dan bahasa mana sebutan haminte ditemukan IRM. Kalau dari gemeente (Bld), sebaiknya tidak usah saja.
Gemeente sudah diganti menjadi kota praja, lalu kota praja menjadi kota madya (diringkas kodya), dan akhirnya kodya yang disederhanakan dengan apik dan tepat menjadi kota (city).
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga