Sepak bola bukan olahraga partisan i satu bangsa atau negara saja. Sepak bola adalah olahraga multilintas: lintas bangsa, lintas benua, lintas agama, dan lintas politik. Tidak ada politik dalam olahraga sepak bola.
Oleh
Budi Sartono Soetiardjo
·3 menit baca
SIGID KURNIAWAN
Pemain Timnas U-20 Indonesia melakukan pemanasan di Lapangan Bunyodkor 1, Tashkent, Uzbekistan, Jumat (3/3/2023). Timnas U-20 Indonesia bakal melawan Timnas U-20 Suriah dalam kualifikasi Grup A Piala Asia U-20 pada Sabtu 4 Maret 2023 di Stadion Lokomotiv, Tashkent, Uzbekistan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Info terakhir, Federasi Asosiasi Sepak Bola Dunia (FIFA) batal mengadakan pengundian peserta U-20 di Bali, yang seharusnya dilakukan pada 31 Maret 2023.
Pembatalan dilakukan FIFA lantaran ada penolakan dari Gubernur Bali I Wayan Koster yang nantinya menjadi tuan rumah. Penolakan serupa dilakukan Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, terkait dengan penyelenggaraan kejuaraan U-20 di Stadion Manahan, Solo.
Secara kebetulan, dua gubernur ini adalah kader partai politik pemenang Pemilu 2014 dan 2019, yakni PDI-P. Sebagian kalangan menyebut ini tindakan blunder PDI-P. Begitu pula, blunder bagi Ganjar Pranowo, yang menjadi favorit bakal capres terkuat di Pilpres 2024.
Sepak bola adalah olahraga yang sangat populer dan paling digemari masyarakat Indonesia. Hingga Indonesia terpilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan U-20 tahun 2023, berlangsung melalui jerih payah yang tidak mudah. Beberapa kalangan menyayangkan penolakan sepihak kedua kepala daerah tersebut. Terasa sekali aroma politik di baliknya dengan mengatasnamakan konstitusi.
Sepak bola adalah murni kegiatan olahraga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas. Jadi, sepak bola bukan olahraga partisan yang hanya dimiliki satu bangsa atau negara. Sepak bola adalah olahraga multilintas: lintas bangsa, lintas benua, lintas agama, dan lintas politik. Tidak ada politik dalam olahraga sepak bola.
Maka, penolakan kehadiran tim nasional Israel di Indonesia bisa berdampak luas dan merugikan banyak pihak. Ibarat buah simalakama bagi kita semua.
Kita lupa, belum lama ini nama Indonesia sempat tercoreng oleh tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang menewaskan 135 orang dan puluhan lain luka-luka. FIFA pun memberikan perhatian khusus karena merupakan tragedi sepak bola terburuk kedua dunia, setelah tragedi di stadion nasional Peru, 24 Mei 1964.
Sepertinya, ada saja masalah dengan dunia olahraga kita, khususnya sepak bola. Inilah hal-hal yang harus dibenahi bersama jika ingin olahraga di Indonesia maju.
Politik dan olahraga tidak boleh dicampuradukkan begitu saja, ibarat mencampur minyak dan air. Inilah sebuah ironi yang kita alami bersama saat ini.
Penjaga gawang tim U-20 Indonesia berlatih umpan lambung dalam latihan di Lapangan A Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Senin (20/2/2023). Jelang laga terakhir Turnamen Mini U-20 PSSI menghadapi Guatemala di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (21/2/2023), Shin Tae-yong berharap timnya tidak mengulangi kesalahan fatal yang menyebabkan kekalahan 1-2 dari Selandia Baru dalam laga sebelumnya. Maka itu, dalam latihan, pelatih asal Korea Selatan itu coba mengasah lini belakang untuk lebih displin dan lini depan agar lebih tajam. (KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH)
Membaca artikel tentang pembatalan undian Piala Dunia U-20 (Kompas, 27/3/2023) membuat saya selaku pencinta sepak bola bingung dan cemas. Seolah drama Piala Dunia U-20 sudah dimulai.
Hal ini terkait dengan pembatalan pengundian penyisihan grup Piala Dunia U-20 2023 di Bali yang seharusnya berlangsung 31 Maret 2023.
Pemerintah Provinsi Bali menolak tim Israel U-20 hadir di Bali dalam pengundian grup Piala Dunia U-20. Dengan penolakan ini, Indonesia dianggap melanggar komitmen pelaksanaan Piala Dunia U-20 dengan FIFA.
Pembatalan ini tentu berpengaruh buruk dalam sepak bola Indonesia. Pembatalan status tuan rumah berarti hilangnya kesempatan timnas Indonesia U-20 untuk tampil dan mendapat pembelajaran di turnamen tersebut.
Israel adalah negara yang diakui keberadaannya. Sebagai sesama anggota FIFA, Israel dan Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Artinya, baik Indonesia maupun Israel berkesempatan sama. Tidak ada perbedaan.
Langkah apakah yang bisa dilakukan pemerintah menghadapi hal tersebut? Berikut urun rembuk saya.
Pertama, menjelaskan kejadian kepada FIFA. Kedua, pengundian Piala Dunia U-20 tidak di Bali, dipindahkan ke daerah lain yang bersedia.
Ketiga, Bali tidak usah ditunjuk sebagai tuan rumah, tetapi dialihkan ke stadion lain yang layak di kota lain.
Demikian, semoga drama pelaksanaan Piala Dunia U-20 2023 tidak berlanjut. Bravo sepak bola Indonesia.
Rusdi NgarpanJalan Nusa Indah, Magersari, Rembang 59214