Dibatalkannya status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 ibarat pil pahit yang harus ditelan untuk membangun iklim sepak bola yang lebih baik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Perjuangan panjang pemerintah dan komunitas sepak bola Indonesia untuk menjadi tuan rumah ajang sepak bola internasional sekelas Piala Dunia U-20 untuk pertama kalinya akhirnya terhenti. Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) mencoret status tuan rumah—yang diberikan pada Indonesia pada akhir 2019—seusai pertemuan Presiden FIFA Gianni Infantino dan Ketua Umum PSSIErick Thohir di Doha, Qatar, Rabu (29/3/2023).
Dalam pernyataannya, FIFA menyebut ”situasi terkini” sebagai alasan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah. Keputusan ini menegaskan gelagat yang muncul sepekan sebelumnya saat FIFA membatalkan drawing atau pengundian grup yang sedianya dilakukan di Bali, 31 Maret 2023. Acara itu seharusnya membuka rangkaian penyelenggaraan Piala Dunia U-20 karena akan disusul, antara lain, dengan peluncuran lagu tema turnamen, penjualan tiket pertandingan secara daring, dan kirab trofi di enam kota tuan rumah pada 2 April-7 Mei.
PSSI menyebut acara itu dibatalkan menyusul penolakan Pemerintah Provinsi Bali atas kehadiran tim Israel, salah satu peserta Piala Dunia U-20. Penolakan ini, yang disertai gelombang penolakan serupa dari sejumlah tokoh dan organisasi masyarakat, cukup menjadi alasan bagi FIFA untuk memutuskan situasi Indonesia tidak memungkinkan untuk menjamin keamanan peserta dan menjadi tuan rumah.
Penolakan atas kehadiran Israel dalam ajang yang menjadi perhatian khalayak luas ini bisa dipahami mengingat amanat konstitusi, ”penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Hal itu juga yang membuat Indonesia hingga saat ini tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, menyusul pendudukan berkepanjangan Israel atas wilayah Palestina.
Namun, menjadi tuan rumah ajang olahraga tingkat dunia membawa konsekuensi siap menerima siapa pun peserta yang layak tampil setelah lolos kualifikasi.
Namun, menjadi tuan rumah ajang olahraga tingkat dunia membawa konsekuensi siap menerima siapa pun peserta yang layak tampil setelah lolos kualifikasi. Karena itu, bisa dipahami pula rasa sedih dan kecewa yang dirasakan para pemain, pelatih, pengurus PSSI, para penggemar sepak bola, hingga Presiden Joko Widodo yang telah berjuang mewujudkan mimpi menjadi tuan rumah, sekaligus tampil di Piala Dunia.
Impian menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 telah pupus, dan Indonesia masih menunggu sanksi yang bisa memengaruhi sepak bola Indonesia di dunia internasional.
Pengalaman ini menjadi pil pahit yang harus ditelan untuk membangun sepak bola Indonesia yang lebih baik. Enam stadion di enam kota yang telah direnovasi sesuai standar FIFA, misalnya, menjadi legasi berharga yang harus dipelihara oleh pengelola, klub, pemain, pengurus cabang olahraga, hingga kelompok suporter sepak bola.
Tak kalah penting adalah membangun tim nasional yang kuat lewat kompetisi teratur dan berjenjang, yang akhirnya bisa tampil di Piala Dunia karena kualitas yang bisa bersaing dengan negara lain.