Banyak politikus yang terjerat korupsi karena harus membiayai syahwat politik, seperti ingin menjadi wakil rakyat, kepala daerah, atau pejabat negara.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Entah apa yang ada di benak sejumlah politikus di negeri ini. Mereka seperti tak belajar, dan terus saja ada yang terjerembap korupsi.
Terakhir, seperti diberitakan harian ini, Rabu (29/3/2023), Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap pasangan politikus, Ben Brahim S Bahat dan istrinya, Ary Egahny. Ben adalah Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah. Adapun Ary merupakan anggota Fraksi Partai Nasdem DPR. Mereka bukan pasangan politikus pertama di negeri ini yang ditangkap KPK atau terjerat korupsi.
Ben dan Ary diduga melakukan korupsi untuk mendanai biaya politiknya dalam pemilu kepala daerah dan pemilu legislatif, selain untuk membayar lembaga survei dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Ben diduga menerima gratifikasi dari pihak swasta, sedangkan Ary diduga meminta uang atau barang mewah dari sejumlah kepala satuan kerja di Kabupaten Kapuas. Keduanya diperkirakan menerima hasil korupsi senilai Rp 8,7 miliar.
Ben dan Ary sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK. Dugaan cara mereka memperoleh harta dan uang haram itu pun ”primitif”, gampang terungkap, dan mudah dibuktikan. Mayoritas politikus dan kepala daerah yang terbelit korupsi, dan ditangkap KPK atau penegak hukum lain, serta dipidana, karena melakukan modus yang gampangan ini.
Bukan berarti politikus, kepala daerah, atau siapa pun boleh korupsi asalkan memakai cara yang canggih, njelimet, dan tak mudah terungkap. Cara korupsi yang ”primitif” dan gampang terungkap itu sekaligus menggambarkan kualitas politikus, kepala daerah, atau pelaku korupsi di negeri ini. Maunya gampang mendapatkan uang atau harta dengan segera. Instan.
Ben diduga menerima gratifikasi dari pihak swasta, sedangkan Ary diduga meminta uang atau barang mewah dari sejumlah kepala satuan kerja di Kabupaten Kapuas.
Mereka tak mau belajar dari pendahulunya yang gampang terungkap, atau memang mereka tak bisa dan tak mau belajar karena tahunya yang gampangan. Betapa ironis nasib bangsa dan negara ini, serta rakyatnya. Masa depan mereka digantungkan pada politikus, kepala daerah, atau penyelenggara negara yang berpikir dan berperilaku gampangan. Tak punya idealisme, dan tahunya hanya memperkaya diri atau keluarganya.
Biaya politik memang mahal. Banyak politikus yang terjerat korupsi karena harus membiayai syahwat politiknya, seperti ingin menjadi wakil rakyat, kepala daerah, atau pejabat negara. Data KPK menunjukkan, sejak 2004 hingga 2022, sebanyak 343 anggota DPR/DPRD dan 178 kepala daerah terjerat korupsi. Masih ada 310 pejabat eselon I, II, III, dan IV yang berurusan dengan KPK. Jumlah dari ketiga profesi ini adalah yang terbesar dari 1.519 orang yang ditangani KPK.
Jika biaya politik mahal, sepatutnya mereka yang ingin menerjuni dunia politik praktis tahu diri. Tak bisa selamanya membeli suara. Belajarlah dari sosok yang bisa mendapatkan dukungan nyata dari publik karena mengabdi dan melayani. Bekerja nyata dan peduli. Politik adalah jalan untuk berkarya menyejahterakan rakyat, dan bukan untuk memperkaya diri.
Sebuah ajaran leluhur bangsa ini kepada pemimpin adalah mulat sarira hangrasa wani. Seorang pemimpin harus selalu mawas diri dan berusaha memberikan kontribusi terbaik bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Bukannya korupsi....