Pengawasan koperasi lemah sejak awal. Terhadap 20 pendiri jarang dilakukan fit and proper test seperti di perbankan, bisa saja hanya dipakai namanya. Kelemahan ini dimanfaatkan para rentenir untuk memutar uang.
Oleh
Sumantoro Martowijoyo
·3 menit baca
STEFANUS OSA
Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah seusai audiensi dengan jajaran Kejaksaan Agung di Jakarta, Senin (24/1/2022), untuk berkoordinasi membantu menyelesaikan proses pengembalian dana anggota koperasi sesuai perjanjian damal homologasi putusan PKPU. KOMPAS/Stefanus Osa
Sedih membaca keluhan seorang pensiunan yang uangnya digelapkan Koperasi Cipaganti sejak 2012 dan tidak ada penyelesaian (Kompas, 22/2/2023). Skandal koperasi simpan pinjam atau KSP oleh Koperasi Langit Biru, Koperasi Cipaganti, dan Pandawa Group ini mencapai triliunan rupiah dari ribuan penyetor.
Petugas kepolisian ataupun kejaksaan cepat menyimpulkan bahwa itu kasus ”bank gelap” karena yang umum diketahui adalah hanya bank yang boleh menghimpun dana dari masyarakat (Kompas, 21/2/2017).
Skandal yang sekarang lebih masif. Delapan KSP menggelapkan dana Rp 400 miliar-Rp8,6 triliun, total Rp 23,45 triliun. Yang lebih mengagetkan, PPATK menemukan indikasi 12 KSP terlibat pencucian Rp 500 triliun!
Mengapa kasus semacam itu berulang?
Pertama, peraturan memungkinkan. Dalam UU Perkoperasian yang berlaku, yakni UU No 25/1992, koperasi dapat menghimpun modal secara luas, terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman (Pasal 41). Ada lagi modal penyertaan yang dianggap sebagai investasi.
Kewenangan KSP bahkan melebihi BPR yang dilarang menerbitkan obligasi dan surat berharga lain. Karena ada UU dan peraturannya, maka jika terjadi wanprestasi, seperti terhentinya pembayaran bunga, koperasi belum bisa mengembalikan dana, selama dana masih tercatat di pembukuan tidak bisa dianggap sebagai perkara pidana.
Putusan pengadilan terhadap 8 KSP itu pun adalah penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) selama 5-10 tahun yang bersifat perjanjian damai (homologasi).
Kedua, pengawasan lemah. Akhir Desember 2022 Menkop menyatakan perlunya penguatan regulasi karena di bawah UU 25/1992 Kemenkop tidak punya kewenangan mengawasi koperasi (Kompas, 27/12/2022). Namun, peraturan pelaksanaannya—PP No 9/1995 tentang kegiatan simpan pinjam oleh koperasi—menegaskan bahwa Menteri mengawasi KSP dan USP (Pasal 24).
Sejak awal pendirian, pengawasan koperasi sudah lemah. Terhadap 20 pendiri jarang dilakukan fit and proper test seperti di perbankan, bisa saja hanya dipakai namanya. Kelemahan ini dimanfaatkan para rentenir agar bisa memutar uang seluas mungkin. Skandal delapan KSP sebetulnya sudah bernuansa penipuan dan penggelapan.
Pemerintah telah memasukkan KSP sebagai koperasi jasa keuangan di bawah pengawasan OJK dengan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan No 4 Tahun 2023. Harapannya, pelaku shadow banking sudah terkendali di bawah pengawasan OJK.
Infografik Kompas.id Koperasi Grafik 6 Persentase Koperasi di Indonesia Berdasarkan Jenis
Saya masuk koperasi ASN tahun 1960. Sekarang anggota koperasi pensiunan. Mungkin lupa atau kurang wawasan, saya bingung membaca berita Kompas, Rabu (15/2/2023), tentang pencucian uang dari 12 KSP Rp 500 triliun.
Setelah baca sana-sini, ternyata masalahnya sudah
sangat jauh. Lebih menyedihkan, salah satu dari 12 KSP yang bermasalah itu, KSP Indosurya, yang bosnya bernama Henry Surya, dibebaskan oleh hakim, padahal kerugian nasabah hingga Rp 106 triliun. Dia dituntut jaksa 20 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar.
Maka, saya setuju Tajuk Kompas (Kamis, 16/2/2023), agar pemerintah dan otoritas segera menangani kasus ini. Tangkap dan tindak tegas para pelaku kejahatan.
Selanjutnya saya juga setuju pendapat anggota Komisi VI DPR, Sonny T Danaparamita (Kompas, 16/2/2023) bahwa munculnya kasus gagal bayar menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap koperasi. Kemenkop semestinya bisa mengawasi karena ada jabatan Asisten Deputi Pengawasan Koperasi.
Menurut pendapat saya, UU Koperasi tidak bisa disalahkan. Meskipun direvisi berkali-kali, jika orangnya pasif, ya, sama saja. Setiap tahun ada RAT di mana pejabat koperasi diundang. Jika peduli, tentu bisa tanya-tanya. Jika ada hal yang tidak beres bisa diendus. Hasilnya bisa dilaporkan kepada kepolisian atau kejaksaan.
Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas tugas pemerintah (Kemenkop), perlu ditentukan secara jelas wewenang dan tanggung jawab setiap pejabat, demi terwujudnya empat fungsi dan peran koperasi yang tercantum dalam Pasal 4 UU No 25/1992. Ini jadi landasan penghargaan atau hukuman untuk memotivasi ASN agar lebih baik.