Kebutuhan Investasi Teknologi Pertahanan Jangka Panjang
Alih teknologi dalam program pengadaan alutsista merupakan sebuah investasi. Dalam jangka menengah, alih teknologi yang efektif dapat mendukung pertumbuhan industri nasional, baik sektor publik maupun swasta.
Oleh
ANASTASIA FEBIOLA SUMARAUW
·3 menit baca
HERYUNANTO
Ilustrasi
Pada 27 Februari 2023, Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra dan staf mengunjungi fasilitas Thales di Inggris untuk membahas mengenai progres pengembangan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dibeli Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Herindra menekankan bahwa bagian terpenting dari program akuisisi—baik dengan Thales maupun pemasok lainnya—ialah layanan purnajual (after sales service) dan alih teknologi (transfer of technology) yang termasuk dalam kesepakatan.
Herindra juga mengungkapkan harapannya bagi Thales untuk dapat bekerja sama dengan industri pertahanan lokal dalam memaksimalkan manfaat dari program alih teknologi, seperti melalui skema kemitraan dengan holding industri pertahanan milik negara, DEFEND ID.
Saat modernisasi pertahanan Indonesia diperkirakan akan menghadapi berbagai tantangan, termasuk Pemilihan Umum 2024 dan dampak dari pergantian kepemimpinan, alih teknologi tetap perlu menjadi prioritas dalam program pengadaan senjata. Dalam upacara serah terima C-130J Super Hercules pertama dari lima unit yang dibeli Indonesia, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan yang terbaik untuk memenuhi target Minimum Essential Force (MEF) hingga 2024.
Namun, Presiden menegaskan bahwa rencana pengadaan alutsista akan disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah. Bahkan, penting untuk digarisbawahi bahwa sejak 2020, Presiden berulang kali mengingatkan kabinetnya untuk mengubah arah kebijakan modernisasi angkatan bersenjata Indonesia dari belanja menjadi investasi pertahanan.
Karena berbagai hal, alih teknologi dalam program pengadaan alutsista lebih dari sekadar hal wajib yang perlu dipenuhi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Alih teknologi yang efektif dan bersifat strategis pada gilirannya dapat berkontribusi bagi perekonomian nasional melalui penguasaan teknologi baru, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh inovasi dan pembangunan.
Bahkan, penerimaan alih teknologi merupakan langkah penting bagi industri pertahanan dalam negeri untuk dapat memperoleh pengetahuan, mengembangkan produk baru, yang dalam jangka menengah dan panjang, dapat meningkatkan kapasitas dan kematangan industri nasional.
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan seusai rapat terbatas bersama jajaran Kabinet Indonesia Maju di panel overhaul KRI Cakra-401 fasilitas produksi kapal selam PT PAL Indonesia, Surabaya, Jawa Timur, Senin (27/1/2020). Presiden menginginkan pemerintahannya mendorong perkembangan industri strategis pertahanan buatan bangsa sendiri untuk terutama memenuhi kebutuhan domestik, lalu ekspor atau internasional.
Perlu digarisbawahi bahwa alih teknologi merupakan sebuah investasi: saat ada yang mungkin berpendapat bahwa program alih teknologi mahal, manfaat jangka menengah hingga jangka panjang yang akan diperoleh dari industri penerima akan melebihi biaya awal yang dikeluarkan. Dalam jangka menengah, alih teknologi yang efektif dapat mendukung pertumbuhan industri nasional, baik sektor publik maupun swasta.
Misalnya, kesepakatan pengadaan dua kapal selam kelas Scorpene akan memungkinkan PT PAL untuk 100 persen membangun kapal selam tersebut di galangan kapalnya di Surabaya, Jawa Timur. Selain PT PAL, perusahaan lokal lainnya—termasuk sektor swasta—juga diharapkan dapat berperan dalam proses produksi yang pada akhirnya akan menopang perekonomian di daerah tersebut.
Pada gilirannya, proyek ini akan memfasilitasi terbukanya ratusan hingga ribuan lapangan kerja, setidaknya untuk lima tahun ke depan, mengingat pembangunan kapal selam yang kompleks dan memerlukan waktu yang lama. Di sisi lain, hal ini dapat mendorong PT PAL dan perannya dalam pemenuhan MEF yang menyebutkan bahwa Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) perlu mengoperasikan minimal delapan kapal selam yang dibangun secara lokal. Contohnya India, di mana dengan program alih teknologi serupa dengan yang ditawarkan ke Indonesia, negara tersebut berhasil membangun enam kapal selam kelas Kalvari secara lokal.
Manfaat jangka menengah dan panjang yang dapat diperoleh Indonesia dari alih teknologi dalam program pengadaan pertahanan pada akhirnya akan membawa pengembalian investasi bagi Indonesia.
Di saat yang sama, penerimaan dan implementasi alih teknologi juga dapat memperkuat industri pertahanan Indonesia di kancah global. Contohnya PT Dirgantara Indonesia telah mampu mengekspor CN235 dan CN295, atau bahkan baru-baru ini, PT PAL yang telah mendapatkan kontrak untuk memasok kapal landing platform dock (LPD) ke Filipina pada 2022 dan ke Uni Emirat Arab. Kontrak yang terakhir ini resmi disepakati dalam pameran IDEX di Abu Dhabi pada Februari lalu. Faktanya, keberhasilan tersebut juga membuka jalan bagi industri pertahanan domestik dalam memenuhi goal Presiden Widodo untuk holding pertahanan DEFEND ID mencapai 50 top global perusahaan pemasok alutsista.
Untuk jangka panjang, alih teknologi yang diperoleh dari kesepakatan pengadaan pertahanan juga mampu memperkuat kapabilitas penelitian dan pengembangan (R&D) Indonesia melalui kolaborasi yang akan terbentuk antara pemerintah, pelaku industri, dan universitas atau pusat penelitian.
Kerja sama ini dapat menciptakan ekosistem industri pertahanan yang lebih inklusif dan pada akhirnya meningkatkan kematangan industri pertahanan lokal. Dengan proses ini, tujuan penguasaan teknologi dapat tercapai dan akan mendukung sektor pertahanan Indonesia di tengah meningkatnya daya saing dan ketidakpastian global.
Maka, manfaat jangka menengah dan panjang yang dapat diperoleh Indonesia dari alih teknologi dalam program pengadaan pertahanan pada akhirnya akan membawa pengembalian investasi bagi Indonesia melalui berbagai peluang, termasuk tidak terbatas pada penggunaan teknologi yang diperoleh untuk mengembangkan produk baru, baik untuk kepentingan militer maupun sipil. Dengan kata lain, program alih teknologi yang baik dan efisien harus mampu untuk tidak hanya memenuhi persyaratan hukum dan kebutuhan operasional, tetapi juga kepentingan strategis nasional yang selayaknya harus diperoleh Indonesia, termasuk kemandirian dan otonomi strategis.
Terlepas dari itu, alih teknologi strategis yang mengakibatkan meningkatnya harga akhir dari alutsista yang dijual sering kali dilihat sebagai hal yang mahal atau bahkan tidak perlu oleh beberapa pembuat kebijakan, apalagi saat mereka dihadapkan dengan keterbatasan anggaran. Sebanyak yang diharapkan, pembuat keputusan harus dapat mempertimbangkan bahwa biaya sistem persenjataan juga mencerminkan kualitas teknologi yang akan diperoleh pembeli. Sementara itu, penting bagi Indonesia untuk mendorong basis industrinya dalam meningkatkan kematangan dan kesiapannya guna menyerap keterampilan dan investasi modal agar dapat benar-benar menyerap ahli teknologi yang diberikan oleh pemasok sehingga pada gilirannya dapat menerima teknologi yang lebih kompleks di masa depan.
Hal lain yang perlu dipahami terkait alih teknologi ialah biaya yang akan dikeluarkan untuk memperoleh otonomi produksi sistem persenjataan melalui skema ini memiliki nilai yang sebenarnya tidak sebanding jika dibandingkan dengan evolusi ancaman global yang kini dihadapi sejumlah negara, termasuk Indonesia. Bagaimanapun agresi Rusia di Ukraina adalah sebuah pengingat bahwa kemandirian pertahanan merupakan hal yang krusial, di mana konflik strategis di kawasan Indo-Pasifik, seperti agresivitas Beijing, perlu dilihat dan dipertimbangkan secara matang oleh pengambil keputusan dalam urgensi revitalisasi industri pertahanan nasional serta pemenuhan kebutuhan operasional TNI.
Secara keseluruhan, strategi modernisasi pertahanan yang efektif membutuhkan komitmen yang kuat tidak hanya dari para pembuat kebijakan, tetapi juga dari pelaku utama industri nasional dalam menghadapi tantangan di masa depan.