RUU Kesehatan, untuk Kepentingan Masyarakat Luas
RUU Kesehatan inisiatif DPR. Pemerintah mendukung karena RUU ini sejalan dengan program transformasi kesehatan. Selain masalah SDM kesehatan, RUU akan menguatkan layanan kesehatan primer dan membenahi sistem rujukan RS.

Ilustrasi
Setelah 77 tahun merdeka, kita mendambakan masyarakat yang sejahtera dan sehat seutuhnya.
Bukan hal mudah untuk mewujudkannya. Sebagai negara yang luas dan berupa kepulauan serta jumlah penduduk sangat besar, memberikan pelayanan kesehatan yang baik adalah tantangan.
Meskipun sejak 2014 kita sudah punya BPJS, di mana berobat sekarang gratis, masih ada masyarakat yang susah mendapatkan layanan kesehatan karena fasilitas kesehatan, terutama di daerah, sangat terbatas.
Kalaupun dapat berobat, pasien harus antre berjam-jam di semua fasilitas kesehatan milik pemerintah. Pasien sakit kronis, seperti kanker, terpaksa menunggu lama untuk operasi atau tindakan karena keterbatasan sarana dan tenaga medis yang kompeten. Di satu sisi, setiap tahun ada jutaan pasien kita dengan kondisi ekonomi yang lebih baik memilih berobat ke luar negeri.
Kita tentu tak bisa diam saja. Puncaknya adalah pandemi Covid-19, dengan sistem pelayanan kesehatan kita nyaris runtuh menghadapi bencana yang sangat masif. Oleh karena itu, pemerintah melihat sistem pelayanan kesehatan di Tanah Air harus diperbaiki dan dilakukan perombakan besar-besaran.
Salah satu jalan menuju ke sana adalah melalui RUU Kesehatan yang menjadi inisiatif DPR. Pemerintah mendukung karena RUU ini sejalan dengan program transformasi kesehatan. Pemerintah sadar, perubahan yang akan terjadi dengan lahirnya UU baru ini tak sedikit.
Baca juga : Arsitektur Kesehatan Nasional
Baca juga : Reformasi Sistem Kesehatan
Filosofi dasar pembuatan RUU ini adalah amanat UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Juga Pasal 34 Ayat (3): Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Secara filosofis, ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi negara pada warganya di sini.
Salah satu transformasi besar adalah di bidang SDM tenaga kesehatan. Saat ini jumlah dokter spesialis dan fasilitas pelayanan kesehatan yang lengkap, minimal rumah sakit (RS) tipe A dan B, tidak sebanding dengan jumlah pasien. Jumlah dokter spesialis hanya sekitar 77.000 orang. Artinya, 0,23 untuk 1.000 penduduk. Jauh dari rasio ideal satu per 1.000 penduduk, seperti standar WHO.
Jumlah spesialis jantung dan pembuluh darah hanya 1.485 orang. Artinya, satu dokter jantung harus melayani 250.000 orang. Idealnya, satu melayani 100.000 orang. Untuk dokter subspesialis jantung anak, perbandingannya lebih lebar lagi.
Kesenjangan jumlah dokter spesialis dan pasien terjadi di hampir semua spesialisasi. Kekurangan spesialis terbanyak adalah kebidanan dan kandungan (sebanyak 3.941 dokter) dan dokter spesialis anak (3.662 dokter). Ini salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu.

Jalan keluar
Satu-satunya jalan keluar adalah dengan menambah jumlah dokter, terutama dokter spesialis. Melalui RUU Kesehatan, sistem pendidikan kedokteran spesialis akan berubah. Dari yang awalnya berbasis universitas jadi berbasis RS. RS yang sudah jadi bagian dari sistem pendidikan akademik, setidaknya selama lima tahun, akan bisa membuka program pendidikan dokter spesialis.
Perubahan basis ini akan mempercepat penambahan jumlah dokter spesialis dalam negeri karena jumlah RS nasional jauh lebih banyak daripada jumlah perguruan tinggi dengan prodi dokter spesialis.
Kompetensi dan mutu dokter spesialis juga harus bisa bersaing dengan negara tetangga, agar masyarakat tak perlu berobat ke luar negeri. Kemenkes juga akan menambah kuota penerimaan beasiswa dokter spesialis dan subspesialis, bekerja sama dengan Kemendikbudristek, Kemenkeu, dan LPDP.
Pemerintah dan DPR telah mengurai apa saja masalah yang menyebabkan kita kesulitan menambah dokter spesialis, termasuk mengurai permasalahan jumlah fakultas kedokteran yang kurang, dosen kurang, dan biaya sekolah spesialis yang mahal, dan faktor lain.
Selain masalah SDM tenaga kesehatan, RUU Kesehatan ini memuat setidaknya 26 upaya kesehatan, seperti upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, mutu gizi, pelayanan darah, transplantasi organ ataupun jaringan tubuh, kesehatan sekolah, kesehatan kerja, pelayanan kesehatan pada bencana, serta pengamanan makanan dan minuman.
Memang, masalah kesehatan kita sangat kompleks. Itu sebabnya, sistem kita perlu diatur ulang dalam satu sistem kesehatan yang baik agar tak ada aturan tumpang tindih yang mempersulit masyarakat.
RUU ini akan menguatkan layanan kesehatan primer dan membenahi sistem rujukan RS. Lalu kita akan fokus pada tindakan promotif dan preventif, misalnya melalui penguatan aktivitas di posyandu, deteksi dini penyakit, memperbanyak laboratorium kesehatan masyarakat, vaksinasi, dan pengembangan teknologi kedokteran.
Memang, masalah kesehatan kita sangat kompleks. Itu sebabnya, sistem kita perlu diatur ulang dalam satu sistem kesehatan yang baik agar tak ada aturan tumpang tindih yang mempersulit masyarakat. Kehadiran RUU Kesehatan diharapkan juga dapat mengoptimalkan produksi vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan produksi dalam negeri, agar obat-obatan dan biaya pengobatan bisa lebih terjangkau bagi masyarakat.
Apabila melalui RUU ini pemerintah menarik sebagian kewenangan organisasi profesi, atau mengubah struktur organisasi berbagai lembaga ataupun institusi kesehatan, bukan berarti pemerintah ingin menjadi superpower. Fakta yang sekarang terjadi, pemerintah mendengar keluhan, tetapi tidak punya kewenangan. Untuk menerbitkan surat izin praktik (SIP), misalnya, perlu rekomendasi organisasi profesi.
Kendala yang terjadi adalah sering kali rekomendasinya tak keluar dan SIP tidak bisa diterbitkan, padahal SIP sangat dibutuhkan, terutama bagi dokter yang akan bekerja di daerah. Sampai kapan kita terus berputar pada masalah yang sama? Lalu, kapan kita punya layanan kesehatan yang lebih baik?
Karena amanat UUD, pemerintah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan masalah kesehatan di masyarakat. Pemerintah memastikan pembahasan RUU ini akan berlangsung transparan. Penyusunan daftar inventarisasi masalah ditargetkan rampung Juni 2023. Masyarakat bisa berpartisipasi melalui laman https://partisipasisehat.kemkes.go.id/. Sosialisasi juga akan dilakukan Kemenkes dan kementerian terkait yang ditunjuk Presiden.
Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan

Mohammad Syahril