Pelapukan lembaga pascareformasi juga ditentukan oleh parpol dan perilaku politik elite politik. Semuanya ditabrak karena syahwat politik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Lembaga-lembaga yang dihasilkan dari gerakan reformasi, seperti MK, DPD, dan KPK, perlu dievaluasi. Itulah berita utama harian ini, Senin, 27 Maret 2023.
Harian ini menulis persepsi publik terhadap lembaga itu, dalam survei longitudinal periode 2015-2023, yang terus menurun. Bahkan, citra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang pernah mencapai titik puncak pada Januari 2015 sebesar 88,5 persen, anjlok ke 52,1 persen. Citra Mahkamah Konstitusi (MK), lembaga digdaya pada era Reformasi yang pernah mencapai 75,1 persen, kini berada di 57,5 persen. Citra Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang puncaknya di 62,1 persen (Januari 2015) kini hanya 52,0 persen.
Sebenarnya bukan hanya lembaga pascareformasi yang kehilangan orientasi. Partai politik dan DPR pun sama saja.
Kita belum mendengar respons dari elite negeri soal gejala pelapukan lembaga yang lahir dari reformasi. Jangan-jangan mereka berkomentar, ”Emang gue pikirin.”
Diskursus elite jarang menyentuh isu substansi kenegaraan. Penataan kelembagaan yang melemah, korupsi yang merajalela, atau kemiskinan yang bertambah. Elite dan perilaku lebih menampilkan kesan bagaimana menjadikan politik sebagai panglima, bagaimana merebut dan mempertahankan kekuasaan, dan bagaimana membangun koalisi untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan.
Lembaga yang lahir dari perjuangan reformasi mahasiswa kini dalam tren melapuk. Melapuk dalam arti lembaga itu eksis karena berbasis konstitusi, tetapi kemanfaatannya tidak dirasakan. Mereka seperti hidup sebagai ornamen demokrasi. Kemanfaatannya minimal dan menjadi proksi kekuatan politik. Meminjam istilah mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, lembaga pascareformasi ini cenderung ekstraktif, bukan efektif. Ekstraktif dalam arti memanfaatkan sumber daya untuk kepentingan dirinya sendiri.
Lembaga DPD yang dipilih secara langsung dari konstituen di provinsi tak terdengar kiprahnya. Jarang terdengar suara senator dari daerah memperjuangkan aspirasi daerah. Kehancuran ekologis akibat penambangan di banyak daerah juga tak terdengar disuarakan oleh senator daerah. Sangatlah wajar jika kemudian fungsi penyalur aspirasi publik diambil alih oleh warganet dan media.
Pembangunan kelembagaan memang sangat bergantung pada 4M (man, momentum, media, money). Posisi manusia (pemimpin) akan sangat menentukan kredibilitas dan marwah lembaga. Menjaga momentum kelembagaan juga penting. Ketika lembaga itu tak punya prakarsa politik apa pun, ia akan meredup. Dukungan media dan money (uang) penting, tetapi kiprah pemimpin lebih menentukan.
Pelapukan lembaga pascareformasi ikut juga ditentukan oleh parpol dan perilaku politik elite politik yang ingin menempatkan politik sebagai panglima. Semuanya ditabrak karena syahwat politik. Langkah pelapukan itu dibiarkan seiring dengan memudarnya peran masyarakat sipil.
Penataan kelembagaan ini menjadi pekerjaan rumah bagi calon presiden pada Pemilu 2024. Siapa pun dia.