Saat ini sudah ada sekitar 11 produk reksa dana atau 11 Exchange Traded Fund (ETF) yang berbasis lingkungan. Reksa dana dan ETF yang berbasis saham umumnya mengacu pada indeks saham berbasis lingkungan yang ada di BEI.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
SALOMO
Joice Tauris Santi
Berinvestasi pada instrumen yang mendukung lingkungan tidak hanya menjadi perhatian para investor besar. Sudah banyak investor besar seperti perusahaan asuransi, manajer investasi, dan pengelola dana pensiun yang memasukkan unsur lingkungan dalam pertimbangan investasinya.
Bagaimana dengan para investor ritel? Apakah investor ritel juga dapat berinvestasi sembari berkontribusi menjaga lingkungan agar lebih hijau?
Tentu saja. Saat ini sudah ada sekitar 11 produk reksa dana atau 11 Exchange Traded Fund (ETF) yang berbasis lingkungan. Reksa dana dan ETF yang berbasis saham umumnya mengacu pada indeks saham berbasis lingkungan yang ada di Bursa Efek Indonesia.
Portofolio reksa dana tersebut selaras dengan berbagai indeks hijau di BEI. Misalnya, Indeks Hijau Sustanaible Responsible Investment Kehati. Indeks SRI Kehati ini memuat 25 saham pilihan berdasarkan penerapan prinsip SRI serta prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environment, Social and Good Governance-ESG).
Seiring dengan peningkatan minat investor atas investasi hijau, BEI juga menambah indeks acuan, yaitu Indeks ESG Leaders. Indeks ini memuat 30 saham perusahaan berkapitalisasi besar dan menerapkan prinsip ESG.
BEI juga memiliki indeks ESG Quality LQ 45 IDX Kehati yang memuat 45 saham terbaik dari hasil penilaian kinerja ESG dan kualitas keuangan. Investor ritel juga dapat berinvestasi langsung pada saham-saham yang termasuk dalam indeks-indeks hijau tersebut.
Pergerakan Indeks Harga Saham dipantau oleh puluhan lulusan perguruan tinggi yang hendak mengikuti program pemagangan di Gedung Bursa Efek Indonesia Jakarta, Jumat (28/5/2018).
Selain instrumen investasi berbasis saham, para investor ritel juga dapat berinvestasi pada obligasi hijau dengan biaya investasi terjangkau. Sukuk Tabungan (ST) merupakan salah satu seri surat berharga negara ritel yang dapat diperoleh dengan minimal investasi Rp 1 juta.
ST merupakan sukuk hijau pertama untuk ritel yang diterbitkan oleh pemerintah. Pada tahun 2028, pemerintah menerbitkan sukuk hijau bernilai Rp 18,3 triliun. Sukuk hijau ini merupakan yang pertama di dunia.
Selain pemerintah, beberapa bank juga menerbitkan obligasi hijau, seperti yang diterbitkan oleh BNI pada 2022 sebesar Rp 5 triliun. Biasanya, obligasi atau sukuk jenis ini menyasar investor institusi yang berinvestasi dalam jumlah miliaran rupiah.
Bagi yang bingung perbedaan sukuk dengan obligasi, obligasi merupakan surat utang. Pemegangnya akan mendapatkan kupon bunga dan mendapatkan pokok obligasi. Sementara sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset atau suatu proyek.
Setiap sukuk harus memiliki aset yang mendasarinya. Dana sukuk harus digunakan untuk usaha halal. Tidak boleh, misalnya, hasil dana penjualan sukuk digunakan untuk pembangunan pabrik minuman keras. Pemegang sukuk tidak mendapatkan kupon bunga, tetapi imbalan, bagi hasil atau marjin, sesuai akad yang digunakan ketika sukuk itu diterbitkan.
Kembali ke ST yang merupakan jatah investor ritel, ST ini menyasar dua pasar investor, yaitu investor yang menyukai produk syariah juga investor yang peduli lingkungan.
Aktivitas perdagangan obligasi di Dealing Room, Bank Negara Indonesia, Jakarta, Rabu (4/2/2015).
Dana investor yang membeli ST009 yang diterbitkan tahun lalu, misalnya, digunakan pemerintah untuk membangun transportasi berkelanjutan dan ketahanan terhadap perubahan iklim.
ST memiliki imbalan mengambang dengan batasan minimal. Artinya, batasan imbalan ST akan disesuaikan dengan naik turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia. Namun, ada batas imbalan minimal yang merupakan imbalan pertama penerbitan ST tersebut.
Imbalan selanjutnya tidak berada di bawah imbalan minimal itu walaupun mungkin suku bunga acuan melorot hingga di bawah imbalan minimal.
Tahun ini, ST010 akan ditawarkan pada 5-24 Mei. Jadi kalau ada uang THR atau uang Lebaran dan kita mendukung kelestarian alam dapat berbagai bentuk, dana itu dapat disimpan di ST, reksa dana, atau ETF hijau.