Setiap tahun, menjelang perayaan hari raya, harga daging sapi meroket karena permintaan naik. Pada 17-24 Maret 2023, berdasarkan Panel Harga Badan Pangan Nasional, rata-rata harga daging sapi di pedagang eceran naik dari Rp 134.450 per kilogram (kg) menjadi Rp 135.560 per kg.
Pada Januari 2022, harga daging sapi murni Rp 125.950 per kg. Lantas naik menjadi Rp 134.780 per kg pada Mei 2022. Tahun lalu, hari raya Idul Fitri jatuh pada awal Mei. Tahun lalu, pemerintah menerbitkan izin impor daging sapi seperti tahun-tahun sebelumnya. Mulai 2016, impor ditambah dengan daging kerbau beku dari India.
Berdasarkan Outlook Komoditas Peternakan Daging Sapi yang dirilis Kementerian Pertanian tahun 2022, pada 1969 Indonesia mengimpor 2.100 ton daging sapi. Pada 2021, Indonesia mengimpor 276.761 ton daging sapi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi daging sapi di Indonesia pada 2021 sebanyak 487.802 ton.
Baca juga: Menagih Komitmen Swasembada Daging Sapi
Sebenarnya, tak hanya sekali dua kali muncul rencana untuk mengatasi kendala pasokan daging sapi. Inisiatif antardaerah untuk bekerja sama dalam pengadaan sapi dan daging sapi juga bermunculan. Misalnya, penyediaan kapal yang memudahkan proses mengangkut ternak dari daerah produsen ke daerah konsumen atau kerja sama menggarap kawasan peternakan di daerah produsen. Namun, hingga kini, secara nasional, impor masih jadi pilihan untuk ditempuh.
Baca juga: Sekali Mendayung, Dua ”Pulau” Menjauh
Apakah impor sanggup menekan lonjakan harga? Pada 1983, harga daging sapi Rp 2.536 per kg, yang pada 2015 menjadi Rp 100.000 per kg (Kompas, 23/3/2023). Pada 1983, nilai tukar Rp 970 per dollar AS, sedangkan pada 2015 nilai tukar menjadi Rp 12.400-Rp 13.700 per dollar AS. Maka, harga daging sapi pada 1983 sekitar 2,6 dollar AS, sementara pada 2015 sebesar 7,3 dollar AS-8 dollar AS per kg.
Apakah impor sanggup menekan lonjakan harga?
Pada rentang waktu itu, konsumen menanggung harga yang kian tinggi dari tahun ke tahun. Apakah peternak sapi otomatis jadi lebih sejahtera? Berdasarkan data BPS, Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) pada Februari 2023 sebesar 99,76 atau turun dari Januari 2023 yang sebesar 100,35. Pada 2021, nyaris sepanjang tahun, kecuali Juni dan Juli, NTPT di bawah 100. Adapun pada 2022 nyaris sepanjang tahun NTPT di atas 100, kecuali pada Februari yang sebesar 99,17.
Baca juga: Harga Mahal Daging Kerbau Impor
NTPT jadi indikator untuk melihat kesejahteraan petani peternakan. Di bawah 100 berarti indeks harga yang diterima petani lebih kecil daripada yang dibayarkan petani. NTPT kurang dari 100 menunjukkan petani peternakan tekor.
Impor bisa jadi jalan pintas memenuhi kebutuhan barang konsumsi dalam waktu singkat. Tidak adakah jalan panjang yang bisa ditempuh demi meningkatkan kesejahteraan peternak? Dapatkah memberi harapan bagi peternak sapi potong untuk menepuk dada karena menjadi ujung tombak swasembada daging sapi di negeri sendiri?
Tidak adakah jalan panjang yang bisa ditempuh demi meningkatkan kesejahteraan peternak?