Antisipasi Bencana Kesehatan Kognitif di Indonesia
Penyakit pada lansia yang paling menyita beban ekonomi dan sosial adalah hendaya kognitif (penurunan fungsi kognitif). Jika tidak diantisipasi, bisa timbul bencana kesehatan kognitif karena jumlah lansia terus bertambah.

Ilustrasi
Usia harapan hidup di Indonesia terus meningkat. Badan Pusat Statistik menunjukkan usia harapan hidup di Indonesia pada 2010 adalah 69,43 tahun. Angka ini meningkat menjadi 70,8 tahun pada 2015 dan pada 2030 diperkirakan mencapai 72,2 tahun. Indonesia diprediksi akan mengalami lonjakan populasi penduduk lanjut usia yang cukup tinggi.
Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia terus bertambah banyak. Berdasar Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, jumlah penduduk lansia di Indonesia pada 2017 sebanyak 23,66 juta jiwa. Jumlah penduduk lansia ini pada 2025 diperkirakan mencapai 33,69 juta jiwa dan pada 2030 diperkirakan mencapai 40,95 juta jiwa.
Proporsi populasi lansia di Indonesia akan semakin besar. Hal ini akan berimplikasi terhadap peningkatan rasio ketergantungan lansia. Nilai rasio ketergantungan lansia (old dependency ratio/ODR) di Indonesia diperkirakan sebesar 12,71.
Baca juga : Timpangnya Harapan Hidup dan Harapan Hidup Sehat Penduduk Indonesia
Lansia merupakan tahap akhir proses penuaan yang memiliki dampak terhadap aspek biologis, ekonomi, dan sosial. Lansia akan mengalami proses penuaan biologis secara terus-menerus, ditandai dengan penurunan daya tahan fisik dan kerentanan terhadap serangan penyakit.
Proses menua adalah suatu proses kemunduran terutama dari aspek organobiologis dan psikologik. Potensi untuk menjadi lansia yang sehat dan aktif akan berhadapan dengan meningkatnya risiko berbagai macam penyakit, khususnya penyakit terkait proses penuaan.

Perubahan pola penyakit
Peningkatan populasi penduduk lansia akan berdampak pada perubahan pola penyakit di masyarakat. Penyakit terkait proses degeneratif akan semakin banyak ditemui di masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan, di antara penyakit-penyakit pada lansia yang paling menyita beban ekonomi dan sosial adalah hendaya kognitif (penurunan fungsi kognitif), termasuk pre-demensia dan demensia (kepikunan). Hal ini terjadi karena pasien dengan hendaya kognitif memerlukan perawatan seumur hidup dengan berbagai konsekuensinya.
Proporsi populasi lansia yang besar apabila tidak disertai dengan kondisi fisik dan mental yang memadai dapat menimbulkan dampak besar bagi pemerintah dan masyarakat, khususnya terkait aspek sosial, ekonomi, dan kesehatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan, di antara penyakit-penyakit pada lansia yang paling menyita beban ekonomi dan sosial adalah hendaya kognitif (penurunan fungsi kognitif).
Hendaya kognitif akan mengakibatkan keterbatasan kemampuan sehat pada lansia. Secara psikologis, lansia dengan hendaya kognitif akan cenderung memiliki emosi tidak stabil, kehilangan kepercayaan diri, dan mengalami post-power syndrome. Peran lansia sebagai agen transfer pengetahuan antar-generasi juga menjadi berkurang.
Hendaya kognitif, khususnya penurunan fungsi memori, sangat memengaruhi kualitas hidup lansia. Kondisi ini menjadi hambatan terbesar lansia untuk dapat menikmati masa tua dengan bahagia. Lansia dengan hendaya kognitif dapat mengalami kecemasan berat sampai depresi, serta sering mengalami perasaan bersalah, sedih, marah, dan putus asa karena merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.
Hendaya kognitif pada lansia tidak hanya membebani penderita, tetapi juga pengasuh (caregiver) dan keluarga. Perawatan jangka panjang penderita hendaya kognitif yang terus memberat akan menimbulkan stresor fisik, psikologis, sosial, serta finansial bagi keluarga dan juga pemerintah.
Baca juga : Ingin Panjang Umur dan Awet Muda
Beban biaya yang harus ditanggung Pemerintah Indonesia terkait kejadian hendaya kognitif pada lansia cukup tinggi. Alzheimer's Disease International mengemukakan bahwa beban biaya ekonomi yang harus dikeluarkan pada tahun 2015 diprediksi mencapai Rp 23 triliun per tahun dan akan terus meningkat sampai sekitar Rp 30 triliun pada 2050. Beban biaya tersebut dialokasikan 20 persen untuk biaya medis langsung, 40 persen untuk biaya perawatan sosial langsung (misal: caregiver, fasilitas perawatan di rumah), dan 40 persen untuk biaya perawatan informal.

Upaya antisipasi
Kondisi kesehatan seseorang ketika usia lanjut merupakan hasil dari proses akumulasi sejak dalam kandungan, anak-anak, dewasa, hingga menjelang lansia. Lansia yang telah membiasakan pola hidup sehat sejak muda akan memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik dibandingkan lansia yang masa lalunya tidak berperilaku hidup sehat.
Oleh karena itu, penting sekali dilakukan langkah-langkah yang sistematis untuk mengantisipasi terjadinya hendaya kognitif pada lansia melalui pelayanan kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi dengan baik. Program ini harus dengan pendekatan seluruh siklus kehidupan dan mencakup mulai dari aspek prediktif-antisipatif, deteksi dini, pencegahan (preventif dan promotif), diagnosis dini, upaya penyembuhan (kuratif) yang adekuat, serta program restorasi rehabilitatif.
Lansia yang telah membiasakan pola hidup sehat sejak muda akan memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik dibandingkan lansia yang masa lalunya tidak berperilaku hidup sehat.
Program-program tersebut terutama ditujukan untuk upaya pencegahan dan deteksi hendaya kognitif sedini mungkin sehingga diharapkan upaya kuratif dapat lebih efektif dan biaya yang diperlukan juga dapat lebih efisien. Langkah yang dapat dilakukan, antara lain, berupa (1) penguatan sumber daya manusia secara profesional dan berkelanjutan, (2) memastikan adanya akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, (3) penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan, promosi gaya hidup sehat, (4) deteksi dini, diagnosis dan tata laksana holistik, serta (5) pengembangan lembaga perawatan lansia penderita hendaya kognitif. Langkah-langkah tersebut juga harus dilengkapi dengan perangkat medikolegal yang melindungi dan menjamin keterlaksanaannya.
Pemerintah diharapkan mengupayakan peningkatan sumber daya manusia, terutama ditujukan agar tersedia kader kesehatan dan tenaga kesehatan yang memahami metode screening, diagnosis, dan tata laksana holistik hendaya kognitif. Pelatihan harus terkoordinasi dan terus-menerus rutin dilakukan terutama untuk memastikan kemampuan dan keterampilan metode screening.

Seorang warga lanjut usia menggerakkan kakinya sambil berjemur di area parkir gedung pertemuan di kawasan Larangan, Kota Tangerang, Banten, Jumat (4/6/2021). Oahraga ringan sambil berjemur di pagi hari menjadi kegiatan rutin warga lansia untuk menjaga kebugaran tubuh mereka.
Akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas memerlukan jaminan pembiayaan kesehatan yang memadai. Besaran pembiayaan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terhadap gangguan kesehatan dan potensi gangguan kesehatan yang terkait hendaya kognitif harus mendapatkan porsi yang sesuai.
Layanan kesehatan yang berkualitas juga memerlukan sarana-prasarana screening, diagnosis, dan terapeutik yang terstandar, misalnya terkait neurodiagnostic, neurorestorasi, dan neuroengineering untuk penatalaksanaan hendaya kognitif. Selain itu, diperlukan juga akses informasi yang cepat terhadap layanan kesehatan tersebut. Hal-hal ini memerlukan dukungan penuh pemerintah dari tingkat pusat sampai ke daerah.
Penyebarluasan informasi kesehatan yang ditujukan untuk memastikan kesadaran publik terhadap gaya hidup sehat pada seluruh siklus kehidupan harus selalu dilakukan melalui program edukasi di sekolah, keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja. Perlu selalu disertakan topik materi tersebut dalam berbagai macam kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Pengembangan berbagai aplikasi perangkat lunak tentang gaya hidup sehat juga dapat menjadi salah satu alternatif. Selain itu, perlu terus dioptimalkan peran media sosial dalam penyebarluasan informasi kesehatan.
Baca juga : Lansia: Arif dan Bahagia
Semua layanan kesehatan mulai dari pos pelayanan kesehatan terpadu di komunitas, puskesmas, sampai dengan rumah sakit rujukan harus memiliki instrumen deteksi dini dan panduan tata laksana holistik pasien hendaya kognitif, yang disesuaikan dengan peran setiap tingkat layanan, serta harus ditunjang dengan sistem rujukan yang baik.
Inovasi-inovasi deteksi dini dan penatalaksanaan holistik pasien hendaya kognitif harus selalu dikembangkan dan didasarkan pada penelitian-penelitian yang baik. Institusi pendidikan dan institusi penelitian harus berinisiatif dan didorong untuk melakukan penelitian-penelitian tersebut.
Keseluruhan hal di atas penting sekali dilakukan dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada setiap siklus kehidupannya. Dengan demikian, diharapkan nanti kondisi fisik, mental, dan sosial saat lansia dapat berfungsi secara wajar sehingga potensi terjadinya bencana kesehatan kognitif di Indonesia dapat diantisipasi dengan baik.
Gea Pandhita S, Dokter Spesialis Neurologi dan Clinical Epidemiologist di RS Pondok Indah Bintaro Jaya; Kepala Laboratorium Neurosains Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta; Anggota Majelis Pembinaan Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah

Gea Pandhita S