logo Kompas.id
OpiniPengakuan Pariyem
Iklan

Pengakuan Pariyem

Ada gejala pemusatan konsentrasi penguasaan aset nasional dan manfaat pembangunan pada sekelompok orang yang punya akses dan kedekatan pada kekuasaan. Kelompok-kelompok marhaen di era kemerdekaan hanya dapat remah-remah.

Oleh
BUDIMAN TANUREDJO
· 5 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/iv8LYjNfZC6qbRXFJZAGQ5vySRM=/1024x623/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F01%2F21%2F5efcbe28-987d-476a-bcfa-edd3a8e10b0b_jpg.jpg

Linus Suryadi AG pernah menulis novel dengan judul di atas. Novel fiksi itu populer pada tahun 1978-1980. Judul novel saya kutip lagi setelah membaca feature yang ditulis Nino Citra Anugrahanto dan Regina Rukmorini di harian Kompas, 13 Maret 2023. Tulisan itu mengisahkan buruh gendong di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, salah satunya adalah Pariyem.

”Ya, sehari-harinya memang tidur begini di emperan toko seperti ini. Dibilang dingin, ya, memang dingin. Tetapi, bagaimana lagi. Ini biar tetap bisa pulang bawa uang,” ucap Pariyem kepada wartawan Kompas. Di halaman dalam, ada foto ukuran besar perjuangan Pariyem memindahkan sayuran dari satu tempat ke tempat lain di kawasan pasar. Di halaman lain, ada foto berukuran besar buruh gendong, Maming (67), yang sedang memanggul karung di Pasar Induk Cipinang, Jakarta.

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000