Sebenarnya ada keuntungan pemberlakuan kembali ARA dan ARB simetris ini. Setidaknya, kemungkinan sebuah saham mengalami ARB "berjilid-jilid" semakin kecil sehingga ada kepastian.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
Status pandemi yang sudah berlalu membawa perubahan di pasar modal. Ketika pandemi, Otoritas Jasa Keuangan memberlakukan beberapa relaksasi terhadap aturan-aturan di pasar modal. Kondisi itu kini akan dikembalikan lagi seperti semula. Salah satunya, pengembalian auto reject atas (ARA) dan bawah menjadi simetris yang akan memengaruhi para investor ritel.
Ketika pandemi, OJK menetapkan batasan auto reject bawah (ARB) maksimal 7 persen sedangkan batas ARA 35 persen, 25 persen, dan 20 persen, tergantung harga. Dengan demikian batas ARA dan ARB menjadi tidak sama atau tidak simetris.
ARB merupakan batas pengaman bagi para investor. Ketika saham sudah menyentuh batas auto reject bawah, untuk sementara waktu saham tidak dapat diperdagangkan agar harganya tidak turun lagi.
ARB merupakan batas pengaman bagi para investor.
Bursa Efek Indonesia menetapkan batasan ARA dan ARB berdasarkan harga saham. Untuk harga saham antara Rp 50 dan Rp 200, batasan ARA dan ARB sebesar 35 persen. Sedangkan untuk harga saham Rp 200-Rp 5.000, batasan ARA 25 persen, dan untuk harga saham di atas Rp 5.000, batas ARB 20 persen.
Dengan demikian, jika harga saham meluncur turun 35 persen barulah perdagangan saham dihentikan sementara, bukan lagi 7 persen seperti zaman pandemi.
Para investor yang baru masuk bursa pada masa pandemi atau yang sering disebut investor angkatan korona, belum pernah mengalami ARA-ARB simetris ini. Tidak heran jika di sebagian kalangan komunitas investor, ada kegalauan dalam menghadapi ARB simetris.
Sebenarnya ada keuntungan pemberlakuan kembali ARA dan ARB simetris ini. Setidaknya, kemungkinan sebuah saham mengalami ARB "berjilid-jilid" semakin kecil sehingga ada kepastian. Ketika ARB ditetapkan sebesar 7 persen, banyak saham akan menyentuh batas ARB-nya berulang-ulang alias berjilid-jilid selama beberapa hari sehingga menciptakan ketidakpastian di pasar.
Sebaliknya, ketika ARB ditetapkan sebesar 35 persen, biasanya terjadi “perlawanan” di pasar. Banyak investor akan mencegah harga saham meluncur dalam. Sisi positif lainnya adalah rentang perdagangan yang lebih tinggi, karena saham dapat bergerak naik turun maksimal 35 persen.
Para investor baru dapat menyikapi perubahan aturan ini dengan beberapa hal, seperti menghindari saham dengan volatilitas tinggi juga saham yang memiliki likuiditas kecil. Saham seperti ini biasanya cepat sekali pergerakannya, baik gerakan ke atas maupun ke bawah. Hindari juga saham yang memiliki fundamental buruk juga sentimen negatif.
Sebenarnya ada keuntungan pemberlakuan kembali ARA dan ARB simetris ini.
Bagi investor yang tidak tahan akan pergerakan cepat di pasar saham, dapat juga mengalihkan sebagian portofolionya ke kelas aset yang lebih tidak berisiko. Contohnya, reksa dana obligasi atau obligasi ritel.
Manajemen keuangan dalam trading saham juga sebaiknya dijaga ketat. Sisihkan sebagian dana dalam bentuk tunai sehingga dapat ikut membeli saham yang harganya turun dan menunjukkan tren kenaikan. Jangan lupa untuk memasang stop loss ketat untuk memperkecil potensi kerugian.
Jika sudah tidak memungkinkan lagi untuk memantau ketat pergerakan saham di bursa karena perusahaan telah meminta karyawan untuk kembali aktif bekerja di kantor, ubahlah strategi trading atau investasi yang selama ini dijalankan. Yakni, dari semula transaksi harian dapat diubah menjadi swing atau investasi menabung saham yang berhorizon lebih panjang dan tidak perlu pantauan ketat seperti scalping.
Tidak usah khawatir, banyak cara untuk berinvestasi di bursa saham…