Tidak ada pembelajaran positif yang bisa kita ambil dari hiruk-pikuk dunia maya. Untuk mencari ketenangan, ada baiknya kita mundur sejenak dari hiruk-pikuk dunia maya dan menemukan kembali sisi kebajikan manusia.
Oleh
KRISTI POERWANDARI
·4 menit baca
Kita mungkin kehilangan arah dengan banyaknya berita buruk di lingkungan kita. Sebut saja misalnya petinggi polisi yang menembak anak buahnya sendiri, melakukan bertumpuk-tumpuk obstruction of justice dan menyeret demikian banyak pihak lain. Atau penganiayaan parah MD pada D hingga cuitan aparatur sipil negara yang ramai menantang atasannya sendiri di depan publik.
Orang ramai berespons yang menambah riuh rendah suasana. Niatnya untuk menyampaikan pengalaman sendiri, memberikan evaluasi, kritik, nasihat, atau usulan.
Namun, penyampaiannya banyak yang sesungguhnya ”setali tiga uang” dengan yang dikritiknya, yakni memaki, menghina, memakai kata kasar, mengancam, melakukan penguntitan lewat jaringan, dan membeberkan hal-hal pribadi dari orang lain.
Tidak ada perasaan bersalah mengenai hal di atas, bahkan mungkin orang merasa berhak dan perlu melakukannya. Tampaknya tidak ada pembelajaran positif yang dapat kita ambil dari hiruk-pikuk dunia maya itu.
Untuk mencari ketenangan, ada baiknya jika kita mundur sejenak dari hiruk-pikuk dunia maya serta menemukan kembali sisi-sisi kebajikan dan kekuatan batin manusia. Saya ingin mengajak Ibu, Bapak, dan teman-teman pembaca untuk belajar dari para pendahulu kita yang telah berusia lanjut.
Kemarin, 10 Maret 2023, guru saya, Ibu Sjamsiah Achmad, merayakan hari ulang tahunnya yang ke-90. Ibu Sjamsiah hidup sehat, tetap rajin berpuasa Senin-Kamis, dan selalu berpikir positif.
Guru saya yang lain, Ibu Suprapti Sumarmo Markam, telah berusia 85 tahun pada Februari lalu, Kang Hanna Djumhana berusia 84 tahun, sedangkan Ibu Saparinah Sadli akan berusia 97 tahun bulan Agustus nanti. Ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari mereka.
Kekuatan batin
Tentang para sepuh, saya juga menemukan laporan penelitian dari Nygren, Norberg, dan Lundman dari Swedia (2007). Sebagai bagian dari riset lain yang lebih besar, mereka melakukan wawancara pada 11 perempuan dan 7 laki-laki, yang berusia 85 atau 90 tahun.
Karakteristik lansia yang diwawancara adalah yang berdasarkan isian kuesioner menunjukkan kekuatan batin (inner strength) yang tinggi. Partisipan riset ditanya mengenai bagaimana mereka memaknai hidupnya dan perasaannya menjadi tua.
Ternyata ada lima tema besar yang dapat ditemukan dari cerita para sepuh. Pertama, merasa percaya dan kompeten mengenai diri sendiri, tetapi juga sekaligus memercayai orang lain.
Tentang ini, mereka menyampaikan pentingnya kita memahami kekuatan diri sendiri, dan bila perlu mencari pertolongan dan kekuatan dari orang lain juga. Berserah kepada pemilik kehidupan juga menjadi hal penting.
Tema kedua: kita perlu melihat sisi terang dari hidup, tanpa menghindari yang gelap. Maksudnya, tantangan dan perjuangan menghadapi tantangan itu merupakan bagian dari hidup, yang mau tidak mau harus diterima dan dihadapi.
Dalam situasi demikian, kita perlu mencari sisi-sisi positif agar tetap punya semangat dan harapan. Pun, kita perlu menerima dengan senang hati, bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan.
Tema ketiga: mampu bersantai (nyaman) dan sekaligus tetap aktif. Kita perlu menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang fitrahnya bekerja. Karena itu, kita perlu beraktivitas, menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan bermakna, dan berjuang.
Kita perlu mencari sisi-sisi positif agar tetap punya semangat dan harapan. Pun, kita perlu menerima dengan senang hati, bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan.
Sekaligus kita perlu tetap menyadari pentingnya membuat diri nyaman melalui bersantai dan mengambil jeda. Dengan demikian kita dapat berdamai sekaligus menghayati pencapaian diri.
Sama dan bertumbuh
Menarik tema keempat yang ditemukan: kita menjadi manusia yang sama tetapi sekaligus terus bertumbuh. Menjadi manusia yang sama mungkin dapat kita maknai sebagai jujur dengan jati diri kita. Tidak malah kehilangan diri akibat mau meniru orang lain atau tampil berbeda dari kita yang sesungguhnya.
Dalam situasi demikian, pada saat yang sama kita terus bertumbuh menjadi diri yang ‘berbeda’ dari sebelumnya. Maksudnya kita beradaptasi dengan situasi baru, yang menyebabkan kita menemukan sisi-sisi diri yang baru.
Sebagai contoh, ketika kita bersedia menyelesaikan tugas dengan tantangan baru yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan baru untuk menyelesaikannya. Bila demikian, kita bersedia meninggalkan zona nyaman kita untuk terus menumbuhkan dan mengaktualisasikan sisi diri yang baru.
Menarik pula tema yang terakhir: hidup terkoneksi dengan masa kini, dengan tetap menyadari adanya masa lalu dan masa depan. Terkoneksi yang dimaksudkan ternyata adalah terhubung dengan orang-orang lain dan kehidupan itu sendiri.
Ketika kita memiliki orang-orang lain dengan siapa kita terhubung, dan ketika kita merasa terhubung dengan kehidupan sekarang, kita akan merasa terkuatkan.
Tentang hal di atas, para lansia mengatakan bahwa "menjadi sendiri" (being alone) itu tidak perlu dilihat sebagai hal buruk. Bahkan kadang diperlukan untuk dapat menemukan kenyamanan dan kedamaian.
Hal yang perlu dihindari adalah merasakan kesepian yang sedemikian mengganggu. Bila memang sampai demikian, kita perlu mencari cara untuk dapat meninggalkan rasa kesepian itu.
Memiliki ingatan mengenai masa lalu adalah bagian dari hidup, menyadari bahwa hidup terus bergerak dan berubah juga menjadi bagian dari kesadaran kita. Meski hidup tidak lagi sama dengan masa sebelumnya, kita menyadari kita tetap menjadi bagian dari kehidupan yang maha luas tersebut.
Selamat ulang tahun, Ibu Sjamsiah. Terima kasih kepada Ibu Sjam, Ibu Saparinah, Ibu Prapti, kang Hanna dan semua guru kita atas pendasaran dan arah yang telah diberikan dalam menjalani hidup yang terus bergerak ini. Semoga hati kita dibukakan mengenai hidup yang baik dan cara yang baik untuk mengatasi berbagai tantangan.