Peluang FIFA mencoret kota tuan rumah Piala Dunia U-20 harus disikapi serius. Tugas berat menghadang untuk menjalankan komitmen sebagai tuan rumah.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
ERWIN EDHI PRASETYA
Stadion Manahan di Solo, Jawa Tengah, yang menjadi salah satu stadion penyelenggara Piala Dunia U-20 pada 20 Mei-11 Juni 2023.
Dalam waktu 71 hari lagi, tepatnya pada 20 Mei 2023, Indonesia akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, ajang sepak bola terbesar kedua di bawah FIFA setelah Piala Dunia. Dalam waktu tersisa sepuluh pekan itu, Indonesia dengan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia sebagai ujung tombaknya harus memenuhi semua tanggung jawab yang telah disepakati dengan FIFA untuk menjadi tuan rumah.
Fokus yang menjadi sorotan FIFA adalah kesiapan arena di enam kota tuan rumah. Dari dua kunjungan tahun lalu, utusan FIFA menyoroti buruknya kualitas rumput di enam stadion, yakni Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta; Stadion Jakabaring, Palembang; Stadion Si Jalak Harupat, Bandung; Stadion Manahan, Surakarta; Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya; dan Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar.
Selain itu, FIFA juga meminta perbaikan fasilitas di enam stadion terkait kualitas tribune media, ketersediaan tribune naratama, akses bagi penonton difabel, kecukupan lahan parkir, hingga kualitas lapangan latihan.
KOMPAS/MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
Ketua Umum PSSI Erick Thohir (tengah), didampingi Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali (kiri) serta CEO Juaraga Mochtar Sarman (kanan), menandatangani kaus sebagai bagian dari seremoni peluncuran cendera mata resmi Piala Dunia U-20 2023, Rabu (8/3/2023), di Jakarta.
Pemerintah lewat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merespons dengan merenovasi rumput lapangan serta fasilitas penunjang di keenam stadion sejak Januari. Namun, langkah ini belum cukup. Perbaikan fasilitas stadion lain harus dipercepat lewat keseriusan pemerintah daerah, sebagai pemilik dan pengelola stadion. Mereka harus mengerjakan tanggung jawab sesuai perjanjian kota tuan rumah yang disepakati pemerintah pusat dan daerah.
Jika ini terjadi, tentu akan mencoreng wajah Indonesia yang tengah berupaya keras menjadi negara yang diperhitungkan di dunia olahraga, baik secara prestasi maupun sebagai penyelenggara.
Hal ini mendesak dilakukan karena verifikasi terakhir kesiapan kota penyelenggara akan dilakukan FIFA pada 21-27 Maret 2023. Kegagalan dalam memenuhi persyaratan dan standar FIFA terkait arena dan sarana pendukung ini bisa membuka peluang bagi FIFA untuk mencoret maksimal dua kota tuan rumah.
KOMPAS/MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
Sejumlah produk merchandise Piala Dunia U-20 2023, seperti botol, stiker, dan tas mini, dijual di gerai Juaraga di Mal FX Senayan, Jakarta, Rabu (8/3/2023). Harga produk merchandise mulai dari Rp 74.900 hingga Rp 899.900.
Jika ini terjadi, tentu akan mencoreng wajah Indonesia yang tengah berupaya keras menjadi negara yang diperhitungkan di dunia olahraga, baik secara prestasi maupun sebagai penyelenggara. Apalagi, ada ambisi yang tersimpan untuk menjadikan Indonesia tuan rumah Piala Dunia atau Olimpiade.
Tugas ini menjadi tantangan berat bagi pengurus baru PSSI hasil Kongres Luar Biasa, 16 Februari 2023. Terpilihnya Erick Thohir, sosok penting di balik kesuksesan Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018, dan Ratu Tisha Destria, tokoh muda yang cakap di bidang manajemen olahraga, dan Menpora Zainudin Amali pada pucuk pimpinan PSSIpada pucuk pimpinan PSSI, memberi harapan bahwa persiapan di waktu tersisa akan berjalan efektif dan terencana.
Namun, mereka bukan pesulap yang bisa menyiapkan semua semudah membalik telapak tangan. Sepuluh pekan bukan waktu yang lama, dan perlu kerja keras semua pihak, termasuk pemerintah daerah, agar ajang yang diikuti 24 negara ini dapat berjalan lancar. Nama Indonesia menjadi taruhannya.