Agama itu hak, bukan kewajiban. Negara tidak berhak mewajibkan warganya beragama. Ketakutan negara akan bangkitnya paham komunis, lalu ditangkal dengan wajib beragama,
Oleh
Yes Sugimo
·2 menit baca
INSAN ALFAJRI
Konferensi pers Musyawarah Nasional Tokoh Antaragama bertajuk "Membangun Budaya Damai", Selasa (10/9/2019), di Jakarta. Musyawarah akan dilakukan 11-14 September 2019.
Agama merupakan pedoman tingkah laku. Orang yang beragama akan berbuat sesuai dengan ajaran agamanya: melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan.
Pendidikan merupakan panduan perilaku. Perpaduan agama dan pendidikan membentuk karakter orang beriman dan berpendidikan. Koruptor berarti orang tidak beriman dan tidak berpendidikan.
Agama dan sederet gelar jadi sarana mencapai tujuan. Saat tujuan tercapai, kedua komponen itu dikhianati. Begitu menurut Kompas (26/4/2022), ”Hasil Pendidikan dan Perilaku Tidak Sejalan”.
Bangsa Indonesia memang senang berwacana, termasuk wacana agama dan pendidikan. Di rapor posisi mata pelajaran Agama nomor 1, di KTP WNI wajib beragama. Namun, perilaku pemeluk agama berbanding terbalik dengan simbol agama. Pendidikan tak nyambung dengan fakta di masyarakat. Agama digadang-gadang sebagai penjaga moral, tetapi masih wacana. Pendidikan formal tanggung jawab negara, pendidikan nonformal tanggung jawab negara, masyarakat.
Konsepnya ideal, aplikasi bermasalah. Solusinya sederhana, dimulai dari diri sendiri dan perlu teladan nyata dari elite politik, tokoh agama, dan figur publik.
Lebih dari itu, sebenarnya agama itu hak, bukan kewajiban. Kewajiban itu menjalankan perintah agama bagi pemeluknya. Negara tidak berhak mewajibkan warganya beragama. Ketakutan negara akan bangkitnya paham komunis, lalu ditangkal dengan wajib beragama, merupakan pemaksaan karena paham itu sudah runtuh.
Negara terlalu jauh intervensi sehingga melahirkan pandangan sempit. Intervensi melahirkan negara beragama, bukan pribadi (warga) beragama. Faktanya, Indonesia negara beragama, tetapi perilaku dan prestasinya tertinggal dibandingkan dengan negara sekuler.
Negara sekuler mementingkan kualitas dan prestasi, agama menjadi tanggung jawab individu. Negara bersoal jika terjadi ketidakadilan atau pelanggaran HAM.
Intervensi negara terhadap agama membuka peluang politisasi agama. Kalau ada campur tangan negara terhadap agama, negara harus adil terhadap semua agama, termasuk dalam prosedur perizinan tempat ibadah.
Yes SugimoJalan Melati Raya, Melatiwangi, Bandung 40616