Agar sejahtera dan makmur, masyarakat Indonesia perlu satu dalam prinsip, yakni memiliki pemimpin sejati yang berani menghadapi tantangan dari segala arah. Untuk itu, masyarakat mesti hidup dalam sinodalitas kebangsaan.
Oleh
Agustian Ganda Putra Sihombing OFMCap
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Warga melintas di depan tulisan bertema persatuan di kawasan Prumpung, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/1/2022). Nilai persatuan dan toleransi terus dipupuk warga untuk menjaga semangat persatuan dan kesatuan yang kini mengalami tantangan akibat polarisasi yang terjadi di masyarakat sebagai imbas pemilu. Kompas/Hendra A Setyawan
Tahun politik semakin mendekat. Di media sosial telah ramai calon-calon pemimpin negara ini mempromosikan diri, baik melalui partai politik maupun secara langsung.
Tak jelas mana tindakan yang jujur dan apa adanya, mana tindakan yang sekadar ”pencitraan”, terutama ketika ada calon yang sampai berani menyatakan kepada publik bahwa ”dirinya merasa layak memimpin”. Padahal, kemampuan dirinya memimpin masih jauh dari standar.
Tentu masyarakat banyak yang merasa bingung. Mereka harus jeli dan netral atas gejala-gejala politik yang makin marak. Sebab, harga diri bangsa menjadi taruhan.
Agar kesejahteraan dan kemakmuran terwujud, masyarakat Indonesia perlu satu dalam prinsip, yakni memiliki pemimpin sejati yang berani menghadapi tantangan dari segala arah. Untuk itu, masyarakat mesti hidup dalam sinodalitas kebangsaan.
Sinodalitas mengandung tiga unsur penting, yaitu persekutuan, partisipasi, dan misi. Dalam persekutuan, masyarakat harus sadar bahwa mereka tidak dapat hidup di luar kebersamaan, maka kemajuan bersama itu penting.
Masyarakat juga mesti siap untuk memberikan afirmasi—baik positif maupun negatif—terhadap sosok pemimpin yang mencalonkan diri. Ini adalah bentuk partisipasi untuk memilih calon baik dan siap bekerja.
Masyarakat juga harus memiliki misi luhur untuk kemajuan bangsa; bukan untuk kepentingan golongan, suku, agama, dan atau kelompok tertentu.
Mari kita, masyarakat Indonesia, dalam sinodalitas mulia menyatukan suara untuk memilih sosok pemimpin yang mau bekerja dan partisipatif dalam mewujudkan visi dan misi bangsa ini.
Indeks Kinerja HAM/Hak Asasi Manusia - Kebebasan Beragama
Artikel berjudul ”Akselerasi Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Berat” yang ditulis Bapak Antonius PS Wibowo (Sabtu, 25/2/2023) menarik untuk dibahas. Topik ini menyangkut kepentingan dasar setiap individu. Meskipun tidak semua orang terlibat dalam pelanggaran HAM, edukasi pencegahan serta pemulihan dampak terhadap korban sangat penting.
Bapak Antonius mengapresiasi pengakuan pemerintah atas 12 kasus pelanggaran HAM berat pada masa silam. Seperti harapan rakyat pada umumnya, ia mengingatkan pemerintah akan pentingnya langkah konkret mengakselerasi pemulihan korban.
Langkah dikoordinasikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Gagasan tersebut sangat baik untuk ditindaklanjuti. Namun, Bapak Antonius tidak menjelaskan bentuk kompensasi atas kasus pembunuhan. Apakah kompensasi yang dapat diberikan kepada korban yang sudah meninggal?
Semoga ada artikel lain yang lebih komprehensif dalam mengulas suatu topik.
Gara-gara anak pejabat pajak melakukan kekerasan, Menteri Keuangan marah besar. Muncul instruksi yang melarang hidup mewah dan pamer kekayaan bagi jajaran kementeriannya.
Terbitnya instruksi ini seperti pemadam kebakaran. Menurut saya, solusi yang mendasar adalah ada sistem pengawasan dan pengendalian internal di setiap unit kerja, di semua sistem pemerintahan.
Ingat Gayus Tambunan? Dulu ia pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan pangkat 3A, yang memiliki kekayaan sekitar Rp 100 miliar.
Sepertinya dalam pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pejabat pajak, banyak informasi dikecualikan. Mungkin perlu tindakan radikal dengan membuka akses publik terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Kebiasaan gunting artikel menarik di koran Kompas masih saya lakukan. Kebetulan saya buka-buka kembali kumpulan kliping dan menemukan guntingan koran pada rubrik Hobi dan Komunitas.
Rubrik itu mengupas hobi koleksi benda-benda sampai hobi unik mengumpulkan benda-benda ”biasa”: tusuk gigi dan bungkusnya dari hotel, ban uang (kertas yang mengikat pada bundel uang kertas), kertas pembungkus teh, dan lain-lain.
Saya rindu rubrik Hobi dan Komunitas muncul kembali di Kompas Minggu.