Interaksi Ekspektasi dan Dilema Kebijakan
Bank sentral di banyak negara mengadopsi strategi "dont’t rock the boat." Misalnya, dengan tidak menaikkan suku bunga karena berpotensi mengganggu momentum pemulihan ekonomi.

Konsep ekspektasi rasional memberi ide baru bahwa pasar atau kinerja perekonomian adalah interaksi fungsi reaksi dari pelaku-pelaku ekonomi. ”Rasional” di sini diartikan: pemain menggunakan semua informasi yang dimiliki untuk mengambil keputusan, bukan serba tahu.
Pihak yang memiliki information set lebih besar punya peluang untuk ”menang” dalam permainan. ”Rasional” juga diartikan terbatas (bounded rationality), bergantung pada tingkat kesulitan yang dihadapi, kemampuan kognitif, dan waktu yang cukup untuk pengambilan keputusan (Simon; 1991).
Hal ini memungkinkan teori permainan (game theory) dipakai di dalam ilmu ekonomi dengan menganggap para pelaku sebagai pemain. Fungsi reaksi setiap pihak merupakan strategi yang menjadi pilihan. Hasil interaksi strategi disebut sebagai keseimbangan atau ekuilibrium.
Implikasinya, interaksi apa pun, misalnya antara pembeli dan penjual atau antara pembuat kebijakan dan subyek yang terdampak kebijakan, dapat direpresentasikan sebagai permainan. Informasi yang dimiliki para pemain, apakah nyata berdasarkan data akurat atau hanya imajinasi akan memengaruhi strategi yang dipilihnya.
Informasi yang dimiliki para pemain, apakah nyata berdasarkan data akurat atau hanya imajinasi akan memengaruhi strategi yang dipilihnya.
Contoh paling nyata dari interaksi ekspektasi adalah pasar minyak dunia yang diwaklili West Texas Intermediate (WTI). Saat ini pasar minyak dunia lebih merupakan pasar kontrak berjangka beberapa waktu ke depan. Di sisi permintaan, ada negara-negara yang butuh energi untuk mobilitas dan produksi. Di sisi lain, ada negara-negara produsen minyak yang butuh devisa dan ingin harga minyak setinggi mungkin, di atas 80 dollar AS per barel.
Di posisi tengah terdapat para pedagang di pasar berjangka. Ada yang mengikuti ke mana arah angin (followers). Ada juga pemain dominan (leaders) yang dapat memberikan sinyal ke arah mana angin akan bertiup.

Akan ada saja analisis pasar yang memprediksi harga minyak akan di atas 100 dollar AS pada 2024. Keuntungan diperoleh dengan membeli ketika harga turun mendekati 70 dollar AS per barel dan menjualnya saat harga di sekitar 80 dollar AS. Hasilnya, harga minyak WTI yang bergerak di antara 73 dollar AS dan 80 dollar AS per barel.
Isu resesi akibat bank sentral AS (The Fed) yang terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan menekan harga minyak hingga sekitar 73 dollar AS per barel. Di sisi lain, isu pemulihan ekonomi China setelah relaksasi kebijakan Covid-19 mendorong harga minyak ke sekitar 80 dollar AS per barel.
Usaha-usaha untuk memengaruhi ekspektasi pasar membawa harga minyak jauh di atas 80 dollar AS selalu terbentur pemulihan ekonomi dunia yang masih tidak pasti. Sementara harga juga sulit untuk turun di bawah 70 dollar AS per barel, terutama akibat prediksi prospek pertumbuhan dunia dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang membaik untuk tahun 2023, dari 2,7 persen ke 2,9 persen.
Harga bergerak sangat fluktuatif sehingga memungkinkan para pedagang ”bertaruh” menang atau kalah.
Di antara kedua batas tersebut, harga bergerak sangat fluktuatif sehingga memungkinkan para pedagang ”bertaruh” menang atau kalah. Isu tentang penurunan cadangan minyak strategis AS, misalnya, akan mendorong harga mendekati batas bawah. Dalam hitungan hari, bahkan jam, harga dapat naik kembali dengan cepat mendekati 80 dollar AS per barel karena data manufaktur China yang membaik.

Federal Reserve Board Chairman Jerome Powell pada konferensi pers di Washington DC, AS, 1 Februari, 2023 (Photo by Kevin Dietsch / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP)
”Mind game”
The Fed akan kembali mengumumkan kebijakan suku bunganya pada 21-22 Maret. The Fed tampaknya terperangkap dalam situasi yang dilematis. Ini membuat problem bounded rationality menjadi semakin kompleks.
Jika kenaikan suku bunganya terlalu berlebihan, perekonomian AS akan beralih dari jalur pemulihan ke resesi. Pada saat yang sama, tekanan inflasi sudah menurun ke 6,4 persen, tetapi masih jauh dari target 2 persen sehingga mengganggu reputasinya dalam pengendalian inflasi.
Sejumlah pihak yang terlibat dalam mind game mencoba memasukkan ekspektasinya ke mindset The Fed. Pihak pro-pertumbuhan diwakili oleh Menteri Keuangan AS Janet Yellen (Tayeb, Business Insider, Februari 2023). Ia menguatkan prospek perekonomian dunia 2023 yang dikeluarkan oleh IMF bahwa skenario soft landing sangat mungkin untuk AS.
Dengan kata lain, resesi akan dapat dihindari jika The Fed tidak eksesif. Hal ini didasarkan pada data penciptaan lapangan kerja terkini yang mencatat penambahan 517.000 kesempatan kerja. Sementara inflasi sudah turun ke 6,4 persen pada Januari.
Jika kenaikan suku bunganya terlalu berlebihan, perekonomian AS akan beralih dari jalur pemulihan ke resesi.
Pihak yang lain ingin The Fed tetap garang terhadap inflasi. Mereka menggunakan data yang sama untuk menunjukkan perekonomian AS masih terlalu panas, perlu diresesikan demi mencapai target inflasi 2 persen, apa pun konsekuensinya, termasuk tingkat pengangguran yang akan melonjak.
Namun, tidak kurang dari ekonom The Fed sendiri memperingatkan bahwa langkah ini mengandung risiko tinggi. Faktor utama adalah harga aset properti sebagai instrumen tabungan masyarakat (wealth storing) yang tanpa resesi pun sudah anjlok sekitar 20 persen. Selain itu, sektor properti juga punya daya ungkit besar melalui kaitannya dengan sektor-sektor lain, baik melalui backward maupun forward linkage.
Baca juga : Resesi sebagai Obat Keras Inflasi Dunia

Perdagangan di bursa efek New York (NYSE), AS, pada 26 Agustus 2022 (Spencer Platt/Getty Images/AFP)
”Watching game”
Bagi The Fed tidak ada pilihan yang mudah. Opsi jalan tengah adalah menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin, lebih tinggi dari keputusan pertemuan terakhir pada awal Februari 2023 sebesar 25 basis poin. Namun, lebih rendah dari 75 basis poin, seperti pada saat-saat awal The Fed mulai meningkatkan suku bunga acuannya pada 2022.
Target akhir, suku bunga acuan jangka panjang akan lebih tinggi mungkin dapat mencapai 5,75 persen atau lebih. Untuk setiap pertemuan, kenaikannya akan kurang dari 75 basis poin. Apakah itu nantinya 25 atau 50 basis poin akan disesuaikan dengan data inflasi dan penciptaan kesempatan kerja.
Sisi negatifnya, The Fed tetap akan dipandang terlalu lunak terhadap inflasi. Selain itu, ketidakpastian akan menjadi lebih panjang, mungkin sampai September 2023 atau bahkan akhir 2023. Ini karena akan butuh waktu dan rentetan pertemuan yang lebih banyak lagi untuk membawa inflasi ke 2 persen.
Bagi negara-negara di dunia, mind game di AS dihadapi dengan watching game.
Pemodal di pasar uang AS memprediksi bahwa pada saat end game nanti, suku bunga The Fed akan mencapai 5,5-5,75 persen, bahkan 6 persen. Sebagai pembanding, pada Juli 2000 suku bunga acuan The Fed pernah mencapai 6,5 persen.
Dengan peta jalan kenaikan suku bunga The Fed di atas, bank sentral di banyak negara mengadopsi strategi dont’t rock the boat. Indonesia dan Kanada, misalnya, termasuk negara yang memutuskan untuk tidak mengubah suku bunganya di akhir Februari-awal Maret lalu karena berpotensi mengganggu momentum pemulihan ekonomi.
Bagi negara-negara di dunia, mind game di AS dihadapi dengan watching game. Dalam konteks ini, selain data makroekonomi AS, setiap sinyal, sekalipun itu datang dari kepala kantor regional The Fed, perlu diamati dengan saksama.