Kasus penganiayaan David oleh Mario, yang sepekan ini ramai diperbincangkan masyarakat, tidak saja memprihatinkan, tetapi juga sangat mencemaskan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Memprihatinkan karena penganiayaan itu mengakibatkan David (CDO) yang masih usia anak-anak, 17 tahun, harus mengalami cedera berat hingga koma. Meski kini kondisinya sudah membaik, ia masih harus dirawat intensif.
Sangat mencemaskan karena kasus ini mengungkap banyak hal. Betapa banyak pelanggaran norma sosial dan hukum yang terlihat kasatmata dari satu kasus ini saja.
Mario (MDS), sebagai tersangka penganiaya, usianya sudah dewasa, 19 tahun. Namun, dia tidak melindungi, tetapi justru menganiaya David. Entah informasi apa yang diperoleh Mario dari rekannya (APA) tentang perlakuan David kepada mantan kekasihnya, AG (15), sehingga Mario menganiaya David sedemikian rupa.
Penganiayaan pun disaksikan bersama-sama dengan teman Mario, yaitu SLR (19), dan juga dua rekannya, APA dan AG. SLR bahkan merekam penganiayaan tersebut dengan telepon seluler milik Mario. Penyidikan kepolisian yang akan menjelaskan kronologi dan motifnya.
Muncul pertanyaan, apakah kekerasan sudah menjadi sedemikian biasa di negeri ini? Sebelum duduk perkara terjelaskan, apakah main hakim sendiri sudah lumrah di negeri ini? Apakah ini akibat dari penegakan hukum yang lemah di negeri ini, belum tajam ke atas ataupun ke bawah?
Belakangan diketahui, ternyata Mario anak Rafael Alun Trisambodo, pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Harta kekayaan Rafael tercatat di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK berjumlah Rp 56,1 miliar. Tidak ada yang salah dengan kekayaan sebesar itu.
Persoalan muncul setelah ada temuan mobil Jeep Wrangler Rubicon yang dikendarai MDS saat menganiaya David bernomor polisi palsu dan tidak tercatat dalam LHKPN. Begitu juga motor Harley Davidson yang pernah dikendarai MDS. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menyatakan ada temuan transaksi mencurigakan dari Rafael dan telah diserahkan kepada KPK.
Apakah sedemikian bobroknya pejabat negeri ini?
Pejabat pajak yang bertugas menyadarkan warga negara untuk membayar pajak demi kemajuan negara justru diduga mengemplang pajak, merampok uang negara.
Ketidakpercayaan pun meluas. ”Ayo segera bayar pajak! Buruan, sebab banyak pejabat pajak yang belum kebagian Rubicon dan Harley”, salah satu sinisme beredar luas di media sosial.
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, langkah drastis perlu diambil untuk menguatkan kembali, baik norma sosial maupun hukum. Penyelidikan yang profesional oleh kepolisian, sanksi tegas dari Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Rafael, ataupun sanksi tegas dari lembaga pendidikan terhadap semua siswa terkait sudah tepat dan perlu diapresiasi. Akan tetapi, langkah lanjutan dari kasus ini jauh lebih penting lagi. Mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, hingga pemerintahan harus memastikan tak ada lagi Mario dan Rafael lainnya.