Vonis Hakim
Semua pemangku kepentingan di negeri ini harus terus mengawal proses persidangan sampai ke tingkat Mahkamah Agung. Jangan sampai majelis hakim tinggi dan majelis hakim agung terkena penyakit klasik: ”masuk angin".

Hari Senin, 13 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo (FS) dan penjara 20 tahun terhadap Putri Candrawathi (PC).
Putusan hakim disambut dengan penuh kegembiraan oleh lapisan masyarakat—terutama keluarga almarhum Brigadir J—karena lebih berat daripada tuntutan jaksa.
Namun, sebaiknya euforia disimpan dahulu karena proses peradilan masih cukup panjang. Bisa dipastikan FS dan PC akan naik banding ke pengadilan tinggi. Mereka mempunyai waktu satu minggu untuk berpikir, apakah menerima atau naik banding atas vonis tersebut.
Jika banding, keputusan dari pengadilan tingkat pertama akan diperiksa dan dieksaminasi oleh majelis hakim tinggi, apakah sudah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku atau barangkali ada kekeliruan dalam proses peradilan di pengadilan tingkat pertama.
Sidang di pengadilan tinggi juga akan memakan waktu walau tidak sampai berlarut seperti di pengadilan tingkat pertama. Keputusan majelis hakim tinggi bisa sama atau lebih ringan, dengan berbagai pertimbangan hukum.
Apabila tidak menerima putusan dari pengadilan tinggi, FS dan PC masih bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Proses seperti di pengadilan tinggi akan berulang dan dilakukan majelis hakim agung. Proses di Mahkamah Agung juga memakan waktu, tetapi biasanya perkara yang menarik perhatian publik dipercepat.
Apabila sudah keluar keputusan dari Mahkamah Agung, apakah sudah selesai proses peradilannya? Tentunya belum, karena FS dan PC bisa melakukan upaya peninjauan kembali (PK) apabila mereka bisa memberikan bukti baru yang meringankan.
Kita semua patut menghargai sikap majelis hakim tingkat pertama yang menjatuhkan vonis sesuai dengan harapan sebagian besar masyarakat, tetapi sekali lagi, proses hukum belum berakhir.
Paling penting yang harus dilakukan semua pemangku kepentingan di negeri ini adalah terus mengawal proses persidangan meski harus sampai ke tingkat Mahkamah Agung. Jangan sampai majelis hakim tinggi dan majelis hakim agung terkena penyakit klasik: ”masuk angin”.
Saat ini kita semua juga tidak perlu mengeluarkan komentar. Biarkanlah peradilan berproses dan semoga para hakim mempunyai nurani yang sama dengan kita semua, bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa memandang pangkat dan jabatan.
Samesto Nitisastro Praktisi SDM, Perumahan Pesona Khayangan, Jl Margonda Raya, Depok 16411
Drama Sambo dan Keadilan

Ferdy Sambo menyalami tim penasihat hukumnya usai sidang perkara pembunuhan berencana Nofriansyah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023). Dalam sidang itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Said Karim didatangkan tim penasihat hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sebagai salah satu saksi yang meringankan (A de Charge).
Rasanya belum pernah ada kasus hukum yang begitu menyita perhatian publik dan heboh seperti kasus Sambo dan kawan-kawan.
Selain menyangkut banyak terdakwa, terlibat puluhan saksi termasuk saksi ahli dan pengacara, juga menyangkut institusi penegak hukum Polri. Bahkan, Presiden Jokowi ikut turun tangan.
Jalannya persidangan pun bak drama serial, disiarkan secara maraton pada beberapa stasiun televisi besar. Publik mendapat tontonan bahwa proses mencari dan menemukan keadilan menempuh jalan panjang, kadang bikin jenuh.
Beberapa fakta baru terungkap, demikian pula kebohongan demi kebohongan serta rekayasa terkuak. Terjadi adu argumentasi antara jaksa, pengacara, dan hakim.
Di satu sisi ini merupakan pembelajaran yang baik tentang upaya mencari kebenaran, di sisi lain kebijakan dan keberanian para penegak hukum dipertaruhkan.
Bicara keadilan, misalnya, adil menurut siapa? Keluarga korban, terdakwa, jaksa, hakim, atau masyarakat luas?
Sebagai contoh, ketika jaksa penuntut menjatuhkan tuntutan 12 tahun penjara terhadap RE, publik bereaksi karena dianggap tidak adil.
Semua harapan akhirnya bertumpu pada hakim agar menjatuhkan vonis dengan adil. Hakim dituntut profesional dengan pertimbangan yang benar-benar matang, berdasarkan bukti-bukti dalam persidangan.
Maka, masyarakat menyambut gembira ketika hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada FS dan 20 tahun penjara kepada PC. Sementara RE dalam sidang berikutnya dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Keadilan telah ditegakkan.
BharotoJl Kelud Timur, Semarang
SH
Teman saya, fisikawan Belanda, alumnus TG Delft, memelesetkan SH sebagai stomme hond. Menurut saya, pelesetan yang tepat ialah smart human alias ”manusia cerdas”.
Ihwal ”hukum positif, konservatif, tekstual” vs ”hukum restoratif, progresif, kontekstual”, itu pilihan masing-masing. Risiko dan konsekuensinya harus kita terima.
Pertanggungjawabannya sampai kepada Dia yang Mahaadil dan Mahapengasih.
L WilardjoKlaseman, Salatiga
Pendapat Hukum
”Apabila ada sepuluh ahli hukum berdebat tentang satu masalah, akan keluar sebelas pendapat” (Sarwono Kusumaatmadja dalam Sarasehan Ikatan Sarjana Kosgoro/ISK di Surabaya, 1982).
Saya sepakat dengan pernyataan tersebut, apalagi fakta yang saya ikuti selama membaca Kompas sejak 1974, memang demikianlah adanya.
Terhangat, saat ini, adalah Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Para ahli hukum masing-masing punya pendapat, tidak terkait konteks kepentingan nasional.
Dari sisi ekonomi, dengan segala aspeknya diuraikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Argumentasi hukum disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD (Kompas, 2/1/2023) dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej (Kompas, 6/1/2023). Pendapat hukum yang luas dan mendalam, disampaikan Guru Besar Hukum Bisnis UGM, Nindyo Pramono. Intinya memperkuat alasan pemerintah (Kompas, 11/1/2023).
Salut dan bangga kepada Kompas yang terus mengangkat Perppu Nomor 2 Tahun 2022 secara kritis, obyektif, dan proporsional (khususnya pada 30/1/2023) sehingga mencerahkan.
Lambertus L WajongRungkut, Surabaya
Sersan Butet

Butet Kartaredjasa aktor Kompas/Raditya Helabumi (RAD) 07-03-2014
Dua tulisan Butet dengan judul ”Dahaga Tepuk Tangan” (Kompas, 14/1/2023) dan ”Pesan Punakawan” (Kompas 11/2/23) bisa melegakan dan mengendurkan saraf. Selama ini, tulisan di rubrik Opini membuat dahi mengernyit.
Oleh sebab itu, saya mohon agar tulisan opini dimampatkan sehingga tidak terlalu panjang. Juga berita politik dan foto-foto elite politik yang hilir mudik mencari masa pendukung. Wajah yang itu-itu saja, sungguh membosankan dan tanpa empati kepada rakyat.
Hidup semakin susah, hendaknya Kompas bisa turut menghibur dengan menampilkan artikel jenaka, minimal seperti tulisan sersan Butet, serius, santai ala Butet.
A Agoes SoediamhadiLangenarjan Yogyakarta
Belajar Sejarah

Hamparan perkebunan kentang berada di sekitar kompleks Candi Dieng di kawasan Pegunungan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Jumat (15/3/2019). Candi yang dibangun sekitar abad VII hingga abad IX ini menjadi salah satu daya tarik wisata di Dieng yang dalam beberapa tahun ini ramai dijunjungi wisatawan. Penataan kompleks dan konservasi bangunan candi dilakukan untuk melestarikan peninggalan dinasti Wangsa Sanjaya.
Pelajaran sejarah bisa menjadi menarik dengan mengunjungi museum, menemui tokoh sejarah, atau bergabung dalam komunitas sejarah, seperti Komunitas Historia Indonesia, Malang Old Photo, dan komunitas sejarah lain.
Umumnya, komunitas sudah memiliki tema dan rute perjalanan pada hari libur. Pemandu menceritakan kisah di balik bangunan bersejarah yang dilewati. Jika memungkinkan, rombongan dapat masuk ke bangunan bersejarah.
Dengan cara ini, sejarah menjadi sajian yang menarik dan tidak membosankan, sekaligus menggerakkan mereka yang berminat pada sejarah.
Vita PriyambadaMalang 65145