”Preloved”
Mereka yang mengadopsi gaya hidup hemat bertumbuh kesadaran baru dengan beragam cara. Salah satunya dengan memakai kembali barang yang digunakan sebelumnya atau mendaur ulang.
Beberapa tahun belakangan ini banyak kalangan menggunakan istilah preloved. Istilah yang terdengar dan terkesan keren, yang sebenarnya bermakna bekas. Disebut barang preloved mungkin karena sudah pernah ’disayangi’ atau digunakan oleh pemilik sebelumnya.
Dulu banyak orang tidak terbayang dan merasa gengsi untuk menerima atau membeli barang bekas. Sekarang tampaknya banyak yang menggemarinya meski mereka tidak berkekurangan uang.
Di toko-toko daring ataupun luring kita cukup mudah menemukan barang-barang bekas, yang paling banyak adalah baju, sepatu, dan tas. Akan tetapi. kita juga dapat menemukan berbagai barang bekas lainnya, seperti komputer hingga peralatan rumah.
Cukup sering, harganya amat bersaing, atau sangat murah, apabila melihat mutu atau kondisi barang yang masih baik dan menarik. Tinggal kita memastikan kebersihannya dengan mencuci bersih barang yang kita peroleh sebelum menggunakannya.
Kesadaran baru
Mereka yang mengadopsi ekonomi dan gaya hidup hemat mungkin bertumbuh kesadaran barunya lewat cara berbeda-beda. Ada sebagian kecil orang yang sedari awal telah merasa miris melihat banyaknya sampah yang tidak terolah, merusak lingkungan, serta menimbulkan berbagai masalah sosial, kesehatan, dan masalah lain.
Mereka memiliki kesadaran menjaga lingkungan melalui mengurangi konsumsi barang-barang baru. Mereka juga memakai kembali barang yang digunakan sebelumnya atau mendaur ulang.
Baca juga : Menyortir Harta Karun dari Tumpukan Pakaian Bekas
Sebagian orang lainnya sebelumnya mungkin tak peduli, tetapi mulai kewalahan dengan situasi ekonomi yang berubah serta penghasilan terbatas. Akhirnya kelompok ini menetapkan prioritas serta mengembangkan perilaku baru untuk tetap dapat berkehidupan dengan baik. Mereka lebih hati-hati dalam membeli barang, memanfaatkan yang telah ada, bahkan mulai tertarik membeli barang bekas.
Dalam kerja formal, generasi sebelum yang sekarang secara umum masih lebih aman situasi keuangannya karena menjadi pegawai tetap dan ada skema pensiun setelah menyelesaikan masa kerjanya. Situasinya berbeda untuk banyak anak muda sekarang.
Kondisi ekonomi yang berubah akibat berbagai hal, termasuk di dalamnya mediasi internet dan situasi pasca-Covid-19, menyebabkan skema yang ditawarkan pemberi kerja berubah.
Kini dikenal gig economy di mana yang ditawarkan lebih banyak kontrak kerja dalam waktu relatif singkat ataupun kerja lepasan (freelance). Belum lagi cukup banyak anak muda tidak dapat tertampung dalam pasar kerja yang sudah ada sehingga harus menciptakan peluang kerjanya sendiri.
Dengan situasi baru seperti di atas, tidak ada jaminan jangka panjang atas keamanan kerja, pula sering tidak ada skema pensiun atau jaminan finansial hari tua. Dengan sendirinya perilaku ekonomi juga berubah. Anak muda menyadari harus berusaha sendiri untuk menghadirkan rasa aman dalam bidang kerja dan keuangan.
Maka, hidup hemat menjadi satu cara yang diambil, bahkan kini menjadi gaya hidup baru yang diadopsi, tidak hanya oleh mereka yang kondisi keuangannya sangat terbatas.
Baca juga : Di Balik Tingginya Minat Jual Beli Barang Bekas
Kalangan yang berkecukupan juga banyak yang dengan senang hati menyumbangkan barang-barangnya yang masih layak, tetapi tidak terpakai, untuk kepentingan warga lain. Entah untuk langsung digunakan atau untuk dijual kembali oleh organisasi kemanusiaan dengan harga sangat murah sehingga dapat dijangkau kalangan yang terbatas uangnya.
Keuntungan
Keuntungan pertama tentu menghemat uang. Membeli barang bekas layak pakai dapat menghemat harga setengahnya atau bahkan—untuk item-item tertentu—menjadi hanya seperlimanya. Uang yang ada dapat dipindahkan untuk alokasi kebutuhan yang lebih mendesak, misalnya sekolah anak, membeli rumah, atau menabung.
Memproduksi terlalu banyak barang baru akan menghabiskan banyak energi sekaligus menghadirkan sampah yang banyak bagiannya tak terkelola dengan baik. Jadi, cara hidup baru ini akan membantu menjaga kelestarian lingkungan.
Di negara kita yang masih menghadapi tantangan sangat besar terkait besarnya volume sampah dan pengelolaannya, pola ekonomi memanfaatkan yang telah ada akan sangat membantu mengurangi sampah.
Anda mungkin tertarik membeli gaun ciptaan perancang busana kondang yang sangat mahal harganya, tetapi menyadari bahwa gaun itu mungkin hanya akan dipakai sekali atau dua kali saja dalam hidup. Apabila kita menyukai barang bermerek, entah itu pakaian, tas, sepatu, atau lainnya, cara hidup baru ini memungkinkan kita memperoleh barang bermerek atau berkelas dengan harga murah.
Gaya baru berhemat dan memanfaatkan yang ada sangat memungkinkan individu mempertahankan gaya pribadinya yang unik. Mengapa? Karena dengan anggaran terbatas, kita akan memaksa diri memikirkan bagaimana dapat memanfaatkan pakaian yang ada untuk tampilan terkesan baru. Atau, kita memadupadankan perabot rumah sehingga meja tidak terpakai dapat dimanfaatkan.
Baca juga : Bisnis Berkilau dari Barang Bekas
Jadi, ada banyak kreativitas baru yang dapat berkembang akibat pola hidup baru ini. Di tingkat individu atau keluarga, seperti disebutkan sebelumnya, kita dapat berkreasi memanfaatkan kembali barang yang lama tidak terpakai, mengubah peruntukan pemakaiannya, atau memadupadankan satu barang dan barang lain untuk dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Gaya baru berhemat dan memanfaatkan yang ada sangat memungkinkan individu mempertahankan gaya pribadinya yang unik.
Di tingkat lebih besar, kreativitas yang berkembang dapat dimanfaatkan untuk organisasi atau peluang usaha baru. Sebagai contoh, ada organisasi sengaja mengumpulkan barang bekas untuk dijual kembali dan membiayai kegiatan mereka.
Ada juga yang berpandangan daripada membeli perabot baru untuk restoran yang akan dibuka, lebih baik memanfaatkan kursi, meja, dan sofa kuno yang ada dengan sedikit sentuhan baru, menghadirkan kesan klasik atau vintage.
Tanpa disadari, melalui pola baru ini kita juga mengajarkan kepada anak berbagai nilai hidup positif, seperti berhemat, kesederhanaan, menjaga lingkungan, berkreasi dengan yang ada, bertanggung jawab atas barang yang telah dibeli, tidak sembarangan menyampah, hingga berbagi dengan sesama.