Mesin Ekonomi Semakin Melaju
Ancaman resesi global ataupun stagflasi semakin menjauh dari Indonesia. Keberhasilan pertumbuhan ekonomi itu tak lepas dari dukungan bauran kebijakan ekonomi makro, mikro, dan moneter yang tepat sasaran, tepat waktu.

Ilustrasi
Cerita sukses perekonomian Indonesia yang selama ini dapat banyak pujian dari para ekonom dalam dan luar negeri terbukti benar.
Buktinya, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2022 mencapai 5,31 persen, sedangkan pada 2021 hanya tumbuh 3,70 persen. Yang menarik, pertumbuhan ekonomi pada 2022 merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak 2013. Saat itu Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi 5,56 persen. Boleh dikatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia berangsur-angsur pulih kembali ke level sebelum pandemi.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi itu sekaligus membuktikan, ekonomi Indonesia tak hanya terlepas dari ancaman resesi global, tetapi juga mampu menunjukkan pemulihan yang cepat setelah dilanda pandemi Covid-19.
Ancaman hantu resesi global ataupun stagflasi semakin menjauh dari Indonesia. Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara negara-negara G20.
Baca juga : Investasi Jadi ”Game Changer” Pertumbuhan Ekonomi
Untuk ASEAN, pertumbuhan ekonomi Singapura pada 2022 sebesar 3,8 persen, Filipina melaju dengan 7,6 persen, dan Vietnam 8,02 persen. Malaysia diperkirakan 6,5-7 persen dan Thailand 3,4 persen.
Untuk negara-negara maju, AS mencatat pertumbuhan positif 2,1 persen. China sebagai salah satu raksasa ekonomi dunia diperkirakan hanya tumbuh 3,0 persen, meleset dari perkiraan semula 5,5 persen. Sama halnya dengan Taiwan yang hanya tumbuh 2,43 persen, di bawah perkiraan 3,06 persen.
Di antara negara-negara Uni Eropa, Jerman mampu lolos dari lubang resesi karena ekonominya tumbuh 1,9 persen pada 2022. Kondisi sama dialami Perancis yang tumbuh 2,6 persen, lebih rendah dibandingkan 2021 yang 7 persen.

Kendaraan lalu lalang berlatar gedung perkantoran di kawasan Semanggi, Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022). Dalam laporan terbaru yang dirilis pada akhir September 2022, Bank Dunia mempertahankan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1 persen pada 2022 dan 2023, ketika negara-negara lain mengalami pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan yang tepat
Keberhasilan pertumbuhan ekonomi itu tak terlepas dari dukungan bauran kebijakan ekonomi makro, mikro, dan moneter yang tepat sasaran, tepat waktu, dan akomodatif.
Kebijakan yang berbasis kontrasiklikal (countercyclical) itu tidak hanya menciptakan benteng pertahanan yang solid menghadapi pandemi dan ketidakpastian, tetapi juga mampu menciptakan momentum pertumbuhan berkelanjutan.
Kita bisa melihat bagaimana kebijakan ekonomi makro yang didukung dengan pengetatan moneter berhasil menahan laju inflasi pada 2022 berhenti sampai di angka 5,51 persen saja.
Kebijakan moneter yang semakin ketat dengan menaikkan suku bunga acuan beberapa kali tidak hanya mampu mengontrol inflasi agar tidak terbang semakin tinggi, tetapi ternyata juga tidak mengganggu fungsi intermediasi perbankan.
Keberhasilan ini juga tak terlepas dari makin berkurangnya pengaruh Covid-19, terbukti dari kian menurunnya jumlah yang terpapar ataupun korban meninggal.
Terbukti, selama 2022 ekspansi kredit perbankan tumbuh 11,35 persen dibandingkan 2021. Nilai tukar rupiah selama 2022 relatif stabil walaupun sempat mengalami gejolak pada akhir 2022 sehingga tetap mampu memperkuat kepercayaan masyarakat dan investor.
Keberhasilan ini juga tak terlepas dari makin berkurangnya pengaruh Covid-19, terbukti dari kian menurunnya jumlah yang terpapar ataupun korban meninggal. Kondisi ini membawa pengaruh sangat besar dalam interaksi sosial, yang pada akhirnya meningkatkan transaksi ekonomi dan perdagangan.
Program vaksinasi nasional mampu memperkuat tingkat kekebalan masyarakat (herd immunity) di hampir 80 persen penduduk Indonesia. Penghentian PPKM oleh pemerintah memberikan dampak sangat signifikan terhadap pergerakan manusia ataupun dunia usaha.
Keberhasilan itu juga didukung program bantuan sosial pemerintah selama tiga tahun terakhir sehingga tetap memperkuat daya beli masyarakat dan tingkat konsumsi yang tinggi sebagai kontributor utama pertumbuhan ekonomi domestik. Program subsidi pemerintah dalam bentuk uang dan keringanan pajak untuk kelompok UMKM ataupun sektor usaha tertentu hasilnya bisa kita rasakan sekarang ini.

Indikator pertumbuhan
Keberhasilan pemerintah menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang ekspansif pascapandemi dapat dilihat dari berbagai indikator.
Pertama, likuiditas perekonomian tetap memadai walau pada semester II-2022 Bank Indonesia beberapa kali menaikkan suku bunga acuan. Ini tecermin dari pertumbuhan uang beredar dari 2021 ke 2022 sebesar 9,5 persen (yoy) dalam arti sempit (M1) dan sebesar 8,3 persen dalam arti luas (M2).
Masih longgarnya likuiditas ini sangat penting untuk mendukung lalu lintas perdagangan, transaksi ekonomi, dan pembiayaan sektor usaha. Kondisi likuiditas yang masih melimpah juga tecermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga di perbankan sebesar 31,20 persen. Dengan demikian, bank-bank masih memiliki kapasitas besar dalam memberikan pembiayaan ke sektor ekonomi yang membutuhkan.
Kedua, mesin-mesin pabrik mulai bekerja keras dengan semakin meningkatnya permintaan barang. Hal ini tecermin dari data Prompt Manufacturing Index triwulan IV-2022 di level 50,06 dan Purchasing Managers’ Index di periode yang sama sebesar 50,9. Secara keseluruhan, kedua indeks ini memang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, tetapi angkanya masih di atas 50, yang berarti mesin-mesin pabrik tetap dalam fase ekspansif.

Sektor manufaktur ini sangat penting dalam mendukung kenaikan konsumsi masyarakat agar ketersediaan barang mencukupi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, sekaligus mengurangi dampak inflasi karena tingginya permintaan.
Ketiga, keyakinan masyarakat terhadap membaiknya ekonomi nasional juga terlihat dari Indeks Kepercayaan Konsumen yang berada di angka 119,9. Artinya, masyarakat optimistis dengan prospek ekonomi ke depan. Ini juga didukung kenaikan Indeks Ekspektasi Konsumen di angka 127,3.
Optimisme ini juga tak terlepas dari naiknya Indeks Penghasilan Saat Ini, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini, dan juga Indeks Pembelian Barang Tahan Lama. Semua indeks tersebut memperlihatkan kenaikan di zona optimistis yang sangat berpengaruh terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Keempat, kinerja ekspor nasional juga menggembirakan. Ekspor triwulan IV-2022 meningkat 14,9 persen (yoy) dan selama 2022 tumbuh 16,3 persen dibandingkan 2021. Upaya pemerintah mendorong hilirisasi sumber daya alam (SDA), khususnya mineral, menjadi salah satu pendorong meningkatnya kinerja ekspor di 2022.
Melajunya kinerja ekspor tentu saja membawa dampak ganda, yaitu meningkatnya produksi barang manufaktur ataupun SDA dan memperkuat cadangan devisa Indonesia.
Apabila stagflasi global yang banyak diramalkan pakar ekonomi global tak terjadi, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan semakin kencang lagi.
Kelima, kinerja bursa efek dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 30 Desember 2021 berada di angka 6.581 terus mengalami kenaikan menjadi 6.850 pada 30 Desember 2022. Kenaikan yang hanya sekitar 4 persen ini memang lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tetapi pengaruh dan tekanan faktor eksternal yang mewarnai bursa sepanjang 2022 tak membuat IHSG terkontraksi.
Justru bursa kita masih mampu melaju dengan pertumbuhan positif. Kapitalisasi pasar modal pada 2022 mencapai Rp 9.499 triliun, melebihi 2021 yang berada di angka Rp 8.256 triliun. Indikator ini memberikan gambaran investor masih memiliki keyakinan kuat terhadap prospek pasar modal kita.
Prospek ke depan
Indonesia telah memiliki modal pertumbuhan ekonomi yang solid dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Modal pertumbuhan ekonomi yang konsisten dan ekspansif ini menjadikan pertumbuhan ekonomi pada 2023 menjadi semakin optimistis dan tetap melaju di atas 5 persen.
Apabila stagflasi global yang banyak diramalkan pakar ekonomi global tak terjadi, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan semakin kencang lagi. Sebaliknya, apabila stagflasi ataupun resesi global memang terjadi pada 2023, ekonomi Indonesia diperkirakan akan tetap tumbuh positif walau mungkin di bawah 5 persen.

Ancaman inflasi yang masih berlanjut dan dibarengi dengan kontraksi kebijakan moneter dengan suku bunga tinggi diharapkan tak mengganggu pertumbuhan ekonomi ekspansif.
Pada tahun fiskal 2023, pemerintah telah menghentikan anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN). Anggaran PEN yang sangat besar pada 2020-2022 berhasil menyelamatkan Indonesia dari krisis kesehatan dan ekonomi.
Sejalan dengan semakin berkurangnya dampak dan penyebaran Covid-19, pemerintah tentunya sangat bijak dengan menghentikan anggaran PEN 2023. Dengan demikian, pemerintah memiliki kelonggaran anggaran karena tak lagi mengalokasikan dana untuk PEN.
Selain itu, kelonggaran anggaran juga dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur ataupun proyek-proyek yang punya dampak pengganda yang tinggi. Penghentian anggaran PEN juga berdampak pada utang pemerintah karena pemerintah dapat mengurangi jumlah utang pada 2023 sehingga mendukung kinerja APBN yang kian sehat dan berkelanjutan.
Agus Sugiarto, Kepala OJK Institute

Agus Sugiarto