Saatnya Membina Manusia
Saatnya pemerintah mau mendengarkan suara pakar dan rakyat, dibarengi kemauan politik kuat untuk membina manusia Indonesia, tanamkan tata nilai kejujuran dan akhlak mulia. Terapkan hukuman yang membuat jera.

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 berada di skor 34 dan berada di peringkat 110 ketika diluncurkan oleh Transparency International Indonesia di Jakarta, Selasa (31/1/2023). Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak 2 poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Penurunan tertajam terjadi pada indikator korupsi sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dengan pelaku suap, serta suap untuk izin ekspor-impor.
Judul berita Kompas (1/2/2023), ”Skor IPK Anjlok Kirim Sinyal Negatif”, mengabarkan tentang Indeks Persepsi Korupsi 2022. Menempatkan Indonesia pada peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei.
Skor Indonesia yang memburuk empat poin, dari 38 menjadi 34 poin, bukanlah hal yang mengagetkan. Sejak 2019 kecenderungan penurunan jelas terlihat.
Kompas dalam berbagai rubrik ataupun berita kerap menggambarkan tentang akutnya korupsi. Budiman Tanuredjo, Azyumardi Azra, Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan bahkan awam menyuarakan keprihatinan.
Ayzumardi menulis sebelum meninggal, kemudian dimuat pada 13/10/2022, dengan judul ”Revitalisasi Pemberantasan Korupsi”. Tulisan dibuka dengan paragraf: ”Without strong watchdog institutions, impunity become the very foundation upon which systems of corruption are built. And if impunity is not demolished, all efforts to bring an end to corruption are in vain” (Rigoberta Menchu, Penerima Nobel Perdamaian 1992).
Terbukti bahwa ocehan saya yang juga dicuplik Budiman menjadi kenyataan: ”Korupsi di jabatan puncak ibarat gangren, jaringan tubuh yang membusuk, sehingga harus diamputasi. Kebijakan medioker yang setengah-setengah akan berujung kegagalan”.
Transparency International, koalisi global melawan tindak korupsi, menilai Indonesia dalam ”Grand Corruption and Lack of Freedoms Holding Back Progress”. Judul itu diikuti subjudul ”Petty Corruption Down, but Grand Corruption Persists”. Ini menggambarkan korupsi skala kecil berkurang, tetapi korupsi skala besar berlanjut. Ada penyalahgunaan kekuasaan. Hal itu menurunkan mutu demokrasi, yang disebut flawed democracy.
Saatnya pemerintah mau mendengarkan suara pakar dan rakyat, dibarengi kemauan politik kuat untuk membina manusia Indonesia, tanamkan tata nilai kejujuran dan akhlak mulia. Terapkan hukuman yang membuat jera dalam segala bentuk kriminalitas, termasuk korupsi.
Memang bukan hal mudah, apalagi kita sudah menyongsong Pemilu 2024. Tersisa waktu yang sangat singkat, kurang dari dua tahun. Kita semua berharap perbaikan drastis dapat terwujud.
Hadisudjono Sastrosatomo Anggota Tim Pengarah Etika Bisnis dan Organisasi SS-PEBOSS–STM PPM Menteng Raya, Jakarta 12970
Tidak Takut Berkorupsi
Pemberitaan tentang turunnya skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 38 ke 34 tampaknya cukup membuat pemerintah tersentak.
Hasil penilaian Transparency International Indonesia (TII) itu ditindaklanjuti Presiden Jokowi dengan berbagai cara dan strategi. Saya membaca dalam kanal berita-berita daring, katanya, ”Tidak Ada Toleransi bagi Koruptor”.
Membaca kalimat itu rasanya adem dan sejuk meski tidak terlalu istimewa, karena memang seharusnya begitu.
Beberapa upaya telah dan akan dilakukan. Termasuk mengejar aset megakoruptor, transparan dan akuntabel dalam pelayanan publik, pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog, perizinan dengan online single submission, dan lain-lain.
Semua upaya tidak main-main karena Presiden turun tangan menggerakkan organ-organ pemerintah yang punya kewenangan mengatasi perkorupsian di Indonesia.
Harus diakui perilaku korupsi di negara kita sudah mengenaskan. Semakin ke sini korupsi dan kolusi semakin ugal-ugalan. Bahkan korupsi sudah menyentuh ke ranah yudikatif, terbukti beberapa hakim terjerat kasus korupsi.
Apakah para koruptor itu orang bodoh dan rakyat jelata? Apakah mereka yang melakukan korupsi itu tidak tahu hukum dan akibatnya jika tertangkap?
Lantas kenapa korupsi tidak juga berhenti? Pertanyaan sederhana perlu dimunculkan. Kenapa orang masih tidak takut melakukan korupsi di Indonesia?
Sri HandokoTugurejo, Semarang
Karakter Manusia
Skor IPK Anjlok. Itu penggalan judul berita halaman depan Kompas (1/2/2023). Tidak mengejutkan mengingat banyaknya berita korupsi tahun 2022. Namun, menyedihkan jika dikaitkan dengan situasi Indonesia dan dunia yang sedang tidak baik-baik saja.
Sebagai bangsa Indonesia yang Pancasilais, seharusnya korupsi dijauhi dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjauhi dosa.
Sudah banyak tanggapan pejabat dan pakar. Namun, saya tertarik dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD (Kompas, 2/2/2023) tentang rencana pemerintah menyiapkan tiga upaya: melalui penataan regulasi, pembinaan sumber daya manusia, dan digitalisasi pemerintahan.
Dalam pembinaan SDM, sasarannya agar masyarakat Indonesia mampu bekerja secara efisien dan efektif, serta mampu menguasai teknologi.
Menurut saya, dalam pembinaan SDM, karakter khususnya kejujuran manusia harus menjadi tujuan utama. Bila manusia jujur, tak curang, atau merugikan siapa saja, apalagi agamanya kuat, seharusnya tanpa diawasi akan amanah.
Namun, pertanyaannya, di mana pendidikan karakter itu bisa diwujudkan? Sebab, dunia pendidikan pun sudah tercemar. Misal, universitas yang diharapkan menjadi tempat munculnya calon pemimpin unggul ternyata menjadi sarang korupsi. Salah satunya peristiwa Unila, Lampung.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, pada satu acara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (26/8/2022), mengatakan, perguruan tinggi penyumbang 80 persen koruptor.
Ketidakjujuran sudah mulai dari SD. Murid mencontek. Di perguruan tinggi plagiat. Bukan hanya mahasiswa baru, doktor pun plagiat.
Korupsi tak mudah dihentikan. Meskipun hukumannya berat, ditambah dengan denda dan pemiskinan, korupsi tetap terjadi. Ini menunjukkan belum efektifnya pemberantasan korupsi, maka harus terus dicari cara yang lebih efektif.
Salah satunya dengan menegakkan kejujuran. Bagaimana caranya, ini harus menjadi tekad, pikiran, dan upaya bersama. Melalui pendidikan formal dan nonformal. Termasuk sekolah partai.
SuharnoWarungboto RT 033 RW 008 Yogyakarta
Banjir Bandang Kota Manado

Rumah warga di Kelurahan Dendengan Dalam, Kecamatan Tikala, Manado yang hanyut tersapu banjir bandang, Minggu (19/1).Kompas/Heru Sri Kumoro (KUM)19-01-2014
Untuk ketiga kalinya, Kota Manado, Sulawesi Utara, diterjang banjir bandang (Kamis, 26/1/2023). Setiap terjadi hujan lebat dalam waktu lama dengan intensitas tinggi, banjir bandang terjadi.
Banjir bandang pertama terjadi Rabu (15/1/2014). Meluluhlantakkan Kota Manado. Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano, Sawangan, dan Sario meluap, langsung menghantam rumah warga. Tinggi banjir di bantaran sungai bahkan mencapai enam meter akibat kiriman air dari Kabupaten Minahasa. Ada 11 kecamatan terdampak banjir.
Banjir bandang berikutnya terjadi Jumat (22/1/2021). Kali ini delapan kecamatan terdampak banjir.
Sebagai eks warga Manado yang bermukim lebih dari satu dekade (1981-1993), saya belum pernah menjumpai kasus banjir bandang seperti ini. Padahal, Kota Manado pada waktu itu juga sering diguyur hujan lebat berjam-jam.
Baru sepuluh tahun terakhir Kota Manado sering dilanda banjir bandang. Mengapa bencana hidrometeorologi melanda Kota Manado?
Perubahan bentang alam yang masif dan cepat telah terjadi, di hulu DAS Tondano ataupun di hilir yang bermuara di Kota Manado. Alih fungsi lahan/tutupan hutan dan daerah resapan air untuk penggunaan lain, seperti permukiman, industri, pertanian, pusat perdagangan, dan infrastruktur jalan, banyak terjadi.
Pantai Manado direklamasi menjadi pusat perdagangan. Akibatnya, luas pantai Manado yang berfungsi sebagai lantai air menjadi berkurang.
Jalan tol Manado-Bitung yang membelah sebagian Minahasa Utara mengonversi hutan dan mengurangi kemampuan lahan resapan air. Belum lagi pembangunan permukiman yang bermunculan di punggung/lereng bukit di Kota Manado, membuat tata ruang Manado perlu dikaji ulang, khususnya daerah resapan.
Daerah hulu DAS Tondano, luas tutupan hutan tersisa kurang dari 10 persen, menyebabkan percepatan pendangkalan Danau Tondano akibat sedimentasi tinggi. Terjadilah banjir bandang karena daerah hulunya telah terjadi perubahan alih fungsi lahan. Kemampuan menyimpan air mendekati nol persen. Sub-surface run off 0 persen dan surface run off 100 persen.
Dengan kondisi seperti ini, jika terjadi hujan di daerah hulu, air akan meluncur langsung ke permukaan tanah dan masuk ke dalam sungai utama dengan kecepatan tinggi menuju ke hilir.
Untuk mengatasi bencana banjir bandang dan tanah longsor dalam jangka panjang, perlu kegiatan pencegahan dan pemulihan. Pencegahan artinya mempertahankan kawasan yang bervegetasi kayu dan tutupan hutan dan pemulihan artinya revegetasi dengan jenis kayu-kayuan yang cepat tumbuh, perakaran dalam, dan berdaun lebar.
Pramono Dwi SusetyoPensiunan KLHK, Vila Bogor Indah, Ciparigi, Bogor
Serbu Gerai ”Kompas”

Buku yang dijual saat bazar buku Serbu Gerai Kompas di Kantor Kompas Jawa Timur, Suraaya, Jawa Timur, Sabtu (28/1/2023). Bazar buku berlangsung di tiga tempat yaitu di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Bazar buku yang menawarkan diskon besar tersebut berlangsung dari 27 Januari-3 Februari. Banyak pengunjung yang datang dari kalangan mahasiswa, akademisi, dan penjual buku. Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)
Jumat, 3 Februari 2023, menandai berakhirnya bursa buku murah Serbu Gerai Kompas yang diadakan oleh Penerbit Buku Kompas (PBK). Bursa buku sejak 27 Januari 2023 itu hadir di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya.
Serbu Gerai Kompas sukses menarik perhatian pencinta buku. Ribuan buku dengan berbagai judul dan genre ditawarkan dengan harga murah, mulai dari Rp 5.000. Ada pula buku diskon 30-50%.
Puluhan eksemplar buku berhasil saya boyong dari gudang Penerbit Buku Kompas, tempat diadakannya Serbu Gerai Kompas di Jakarta. Sebagian buku saya donasikan ke Taman Literasi Jakarta.
Kolega saya di Jawa Timur pun turut serta memanfaatkan kesempatan obral buku murah tersebut dengan memborong banyak buku bacaan.
Pengalaman berbelanja buku murah itu saya bagikan ke media sosial, dan ternyata banyak teman yang tertarik. Sayang, Serbu Gerai Kompas belum hadir di kota mereka.
Serbu Gerai Kompas tentu bukan yang pertama dilakukan Grup Kompas Gramedia untuk mencerdaskan bangsa. Namun, besar harapan saya agar bursa buku murah semacam juga menjangkau lebih banyak pencinta buku, termasuk yang di luar Jawa.
Akhlis Al MajidSukarelawan Taman Literasi Martha C Tiahahu, tinggal di Jl KH Mas’ud II, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan