Benarkah Perekonomian Indonesia Tahun 2023 Terpuruk?
Indonesia diperkirakan tidak akan mengalami kontraksi/pelambatan ekonomi bahkan resesi. Meski demikian, terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi agar terhindar dari kontraksi ekonomi.
”Indonesia diperkirakan tidak akan mengalami kontraksi/pelambatan ekonomi bahkan resesi. Meski demikian, terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi”.
Di tahun 2023, sejumlah lembaga multinasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan lembaga rating dunia, memproyeksikan akan terjadi pelambatan ekonomi global, lonjakan inflasi, ancaman resesi, hingga melambatnya perdagangan global. Bank Dunia memproyeksikan ekonomi global tahun 2023 hanya tumbuh di angka 2,9 persen. Proyeksi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan proyeksi lembaga lain seperti IMF sebesar 2,7 persen. Fitch Ratings bahkan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2023 hanya sebesar 1,4 persen, sementara itu Moody’s memproyeksikan ekonomi global sebesar 2,3 persen.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia optimistis menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 sebesar 5,3 persen. Selanjutnya, lembaga multinasional memperkirakan Indonesia terkena dampak dari ancaman resesi dunia tersebut. Isu ini membuat kekhawatiran seluruh kalangan masyarakat. Akankah Indonesia benar-benar mengalami kondisi tersebut?
Baca juga: Dampak Resesi Ekonomi Global
Jika melihat kondisi tahun 2022, kinerja perekonomian Indonesia sangat positif dan memberikan optimisme yang tinggi. Terjadi penguatan pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19, di mana pertumbuhan ekonomi tahun 2022 di triwulan I, II, dan III masing-masing mencapai 5,01 persen; 5,44 persen; dan 5,72 persen.
Laju inflasi Indonesia jauh lebih moderat dan terkendali di kisaran 3 persen. Sektor strategis seperti manufaktur dan perdagangan tumbuh secara ekspansif. Konsumsi masyarakat menguat. Ekspor komoditas produk dalam negeri meningkat dan solid. Investasi dalam negeri dan luar negeri tumbuh secara signifikan. Neraca perdagangan menunjukkan nilai positif.
Di sisi lain, laju inflasi Indonesia jauh lebih moderat dibandingkan dengan negara lain. Kinerja perekonomian inilah yang memberikan optimisme dan menjadi modal bagi perekonomian di tahun 2023.
Optimisme tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah ataupun pelaku usaha dan masyarakat. Pemerintah dapat menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi dengan menggunakan instrumen kebijakan fiskal, yaitu APBN. APBN didorong menjadi shock absorber untuk menjaga agar momentum pemulihan ekonomi semakin menguat dan mampu melindungi daya beli masyarakat.
APBN 2023 dianggarkan sebesar Rp 3.061,2 triliun. Dari jumlah yang besar ini, di antaranya disiapkan sebagai anggaran buffer untuk perlindungan sosial, subsidi, dan ketahanan pangan. Anggaran perlindungan sosial Rp 476 triliun, diarahkan untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Subsidi sebesar Rp 298,5 triliun untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), petani, dan layanan transportasi publik. Ketahanan pangan sebesar Rp 104,2 triliun untuk menjamin penyediaan pangan yang cukup dan aman bagi seluruh penduduk Indonesia. Selanjutnya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, telah dianggarkan untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan masing-masing Rp 612,2 triliun dan Rp 178,7 triliun.
APBN juga diharapkan mampu mempertahankan momentum pemulihan dalam menyerap tenaga kerja dan menurunkan tingkat kemiskinan dengan menyiapkan anggaran infrastruktur. Anggaran infrastruktur Rp 392 triliun antara lain untuk mendukung konektivitas dan transportasi, pemenuhan layanan dasar, serta percepatan dan pemerataan pembangunan. Anggaran ini juga diarahkan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung transformasi ekonomi dan sentra pertumbuhan ekonomi baru.
Kebijakan fiskal ekspansif dijalankan pemerintah untuk menghindari opportunity loss sejalan dengan semakin tingginya pencapaian berbagai sasaran dan target pembangunan nasional.
Selanjutnya, untuk mendukung implementasi kebijakan fiskal yang ekspansif, pemerintah mengimplementasikan anggaran defisit. Kebijakan fiskal ekspansif dijalankan pemerintah untuk menghindari opportunity loss sejalan dengan semakin tingginya pencapaian berbagai sasaran dan target pembangunan nasional. Defisit anggaran dilaksanakan dalam batas aman (prudent) dan berada dalam level risiko yang terkendali (risk appetite). Besarnya anggaran defisit tahun anggaran 2023 ditargetkan Rp 598,2 triliun atau 2,84 persen terhadap PDB.
Selain pengeluaran pemerintah dijadikan sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi, konsumsi masyarakat juga turut berperan penting. Konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan laju pertumbuhan ekonomi. Diperkirakan di tahun 2023 konsumsi ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari euforia masyarakat pascapandemi Covid-19, di mana mereka lebih banyak berusaha dan bepergian, terlebih pemerintah telah mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Dalam situasi ini, masyarakat akan memiliki ruang gerak yang luas untuk berusaha yang dapat mendorong aktivitas ekonomi. Dampaknya, akan meningkatkan pendapatan masyarakat secara agregat. Pendapatan tersebut akhirnya kembali dibelanjakan sebagai konsumsi barang/jasa, hiburan, rekreasi, investasi, dan aktivitas ekonomi lainnya. Jelas hal ini berakibat pada peningkatan skala perekonomian secara luas. Aktivitas ini akan menghidupi hotel, maskapai, agen/biro perjalanan, UMKM, industri rumah tangga, ataupun industri menengah dan besar, dan lain-lain.
Konsumsi didorong juga oleh adanya event-event besar, baik bertaraf nasional maupun internasional. Di tahun 2023 terdapat event Piala Dunia U-20 World Cup 2023, MotoGP di Mandalika, Piala Dunia Basket FIBA 2023, World Beach Games di Bali, Jakarta E-PRIX, festival musik dan seni, expo turism, craft, perdagangan, serta investasi, dan masih banyak lagi. Penyelenggaraan kegiatan ini pasti akan menaikkan permintaan barang dan jasa secara agregat yang disediakan oleh pelaku ekonomi dan masyarakat.
Event yang lebih besar lagi yaitu pada 28 November 2023 dimulainya kampanye pemilu serentak di seluruh Indonesia. Hal ini tentu akan banyak menyerap tenaga kerja dan meningkatkan permintaan barang dan jasa untuk mendukung kegiatan kampanye tersebut. Penyediaan barang/jasa tersebut tentu akan berlangsung sepanjang tahun sehingga kondisi ini diharapkan mampu menggerakkan perekonomian secara masif.
Dari narasi di atas, Indonesia diperkirakan tidak akan mengalami kontraksi/pelambatan ekonomi bahkan resesi. Meski demikian, terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi agar terhindar dari kontraksi ekonomi.
Pemerintah harus dapat menjaga stabilitas sosial dan politik dalam masyarakat agar konsumsi dan investasi bisa mengalir dengan lancar, terutama pada periode pemilu.
Pertama, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat luas harus membangun sinergi yang baik. Pemerintah beserta pelaku usaha bersama-sama menjaga kondisi yang kondusif bagi terciptanya iklim berusaha. Pelaku usaha dan masyarakat dapat berinisiatif mengadakan event-event yang dapat meningkatkan aktivitas perekonomian, dan pemerintah memberikan kemudahan perizinannya dan turut menjaga keberlangsungannya.
Kedua, pemerintah harus dapat menjaga stabilitas sosial dan politik dalam masyarakat agar konsumsi dan investasi bisa mengalir dengan lancar, terutama pada periode pemilu. Ketiga, pemerintah harus segera merealisasikan anggaran belanjanya terutama untuk perlindungan sosial, subsidi, ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tahun 2023. Jangan sampai anggaran tersebut realisasinya menumpuk di akhir tahun.
Keempat, dengan kekuatan APBN, pemerintah harus serius mengembangkan dan memberdayakan UMKM. Hal ini karena Indonesia memiliki 64 juta UMKM yang mewakili 99 persen dari total kegiatan bisnis. UMKM sendiri mampu menyerap 97 persen lapangan kerja serta mampu menyumbang 60 persen dari PDB Indonesia.
Kelima, pembangunan infrastruktur terus digenjot untuk menghubungkan sumber produksi dengan pusat-pusat pemasaran. Keenam, pemerintah mendorong peningkatan komoditas ekspor dengan memberikan simplifikasi prosedural, diplomasi kuota dan tarif, dan peningkatan akses pasar di luar negeri.
Baca juga: Resiliensi Ekonomi Indonesia Menghadapi Resesi
Ketujuh, pemerintah beserta Bank Indonesia diharapkan bersama-sama menjaga agar tingkat inflasi dapat terkendali sesuai perannya masing-masing. Bank Indonesia dengan kebijakan moneter berperan mengontrol jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Sementara pemerintah dengan kebijakan fiskal berperan dalam mengendalikan harga barang/jasa dalam perekonomian dan menjaga pendapatan masyarakat agar tetap stabil.
Jika ketujuh langkah perbaikan di atas dijalankan dengan baik, kita optimistis Indonesia akan mampu terhindar dari kontraksi ekonomi dan resesi di tahun 2023. Diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka di atas 5 persen dengan tingkat inflasi terkendali di kisaran 3 persen. Ekspor komoditas produk dalam negeri diharapkan tetap meningkat seiring dengan nilai investasi dan neraca perdagangan menunjukkan nilai positif.
Hendris Herriyanto, Kasubbag Penilaian Kinerja Kementerian Keuangan