Indonesia menyampaikan pesan kolaborasi ekonomi dan pembangunan di kawasan. Cara ini akan menjadi antitesis pendekatan yang mengedepankan rivalitas.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia telah menetapkan target yang ingin dicapai. Dengan mengambil tema ”ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, agenda keketuaan RI dirancang untuk membumikan tiga pilar: penguatan kapasitas ASEAN sebagai kesatuan dan sentralitas kawasan, pusat pertumbuhan ekonomi, dan implementasi Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on Indo-Pacific/AOIP).
Tantangan untuk mewujudkan target itu tidak mudah. Dinamika kawasan dan global tidak menyediakan atmosfer yang kondusif. Di internal ASEAN, misalnya, ada semacam ”duri dalam daging”, yaitu krisis Myanmar. Di kawasan lebih luas, situasinya lebih mengkhawatirkan. Hawa rivalitas kekuatan besar, terutama antara Amerika Serikat dan sekutunya versus China, semakin memanas.
Di lingkup global, perang Ukraina-Rusia tak hanya menimbulkan ketegangan—Indonesia merasakan langsung saat menjadi Ketua G20 tahun lalu—antar-kekuatan besar, termasuk Rusia, tetapi juga berdampak pada ekonomi. Tahun ini dunia dibayangi ancaman resesi. Keberanian Indonesia mencanangkan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan seperti membalik situasi suram di ranah global.
Mampukah Indonesia bersama ASEAN mencapai target itu? Hampir semua kalangan sepakat, itu akan bergantung pada stabilitas kawasan.
Dalam beberapa kesempatan, termasuk dalam Pertemuan 2+2 (Menteri Luar Negeri-Menteri Pertahanan) dengan Australia pekan ini, Menlu Retno LP Marsudi terbuka menyampaikan kekhawatiran meningkatnya rivalitas di kawasan. Jika tidak dikelola dengan baik, kata Retno, rivalitas itu dapat menjadi konflik terbuka yang sangat berdampak di kawasan.
Bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dalam pertemuan dengan Menlu Penny Wong dan Menhan Richard Marles dari Australia, Retno secara artikulatif menyampaikan ajakan pada Canberra untuk bersama-sama menjadi kekuatan positif dalam menjaga kawasan Indo-Pasifik yang damai, stabil, dan sejahtera. Disampaikan pula harapan agar Australia seirama dengan cara pandang ASEAN yang lebih mengedepankan kerja sama ekonomi dan pembangunan—secara implisit bukan militer—di kawasan Indo-Pasifik.
Pesan dalam diplomasi itu menarik. Australia, negeri tetangga selatan, selama ini menjadi bagian yang disebutkan pengamat sebagai minilateralisme terkait posisinya di blok keamanan Quad (bersama AS, India, dan Jepang) serta aliansi militer AUKUS (bersama AS dan Inggris) untuk membendung China. Retno juga meminta Australia transparan dalam kerja sama AUKUS dan patuh pada nonproliferasi nuklir.
Penting bagi Indonesia menyampaikan pesan itu secara jelas kepada Canberra. Dalam pernyataan bersama Pertemuan 2+2, diakui ruang bagi pilihan sesuai kedaulatan dan hukum internasional, tetapi juga ada tanggung jawab mengelola kompetisi di Indo-Pasifik dengan ASEAN sebagai pusatnya.