Realisasi investasi pada 2022 berhasil melampaui target. Namun, kualitas investasi masih perlu terus didorong agar lebih berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh
MAHPUD SUJAI
·3 menit baca
HERYUNANTO
Ilustrasi
Pertumbuhan ekonomi global tahun ini diperkirakan mengalami stagnasi di mana banyak negara di dunia mengalami resesi. Perlambatan pertumbuhan tersebut menyebabkan realisasi investasi global menurun cukup signifikan. Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan sehingga diperlukan berbagai langkah kebijakan untuk terus menarik investasi sebagai salah satu sumber pertumbuhan.
Dalam menghadapi resesi global ini, pemerintah terus berupaya menarik investasi, baik dari investor dalam maupun luar negeri. Upaya tersebut termasuk membuahkan hasil yang cukup menggembirakan.
Sepanjang 2022, setelah krisis akibat pandemi, realisasi investasi di Indonesia berhasil mencapai Rp 1.207,2 triliun, sedikit melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp 1.200 triliun dan bahkan naik signifikan hingga 34 persen jika dibandingkan dengan realisasi investasi pada 2021. Tren kenaikan realisasi investasi tersebut meningkatkan optimisme pemerintah terkait target investasi pada 2023 yang ditetapkan sebesar Rp 1.400 triliun.
Realisasi investasi 2022 tersebut menjadi realisasi investasi terbesar dalam sejarah perekonomian Indonesia. Salah satu sektor yang menjadi pendorong pertumbuhan investasi justru merupakan sektor di luar sektor hulu migas dan jasa keuangan yang merupakan sektor tradisional penarik investasi terbesar. Investasi yang moncer ini menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, selain dari konsumsi, ekspor, dan pengeluaran pemerintah.
Peningkatan investasi tersebut juga hampir merata berdasarkan sumbernya. Arus investasi tersebut berasal dari penanaman modal asing yang mencapai Rp 654,4 triliun atau meningkat 44,2 persen dibandingkan pada 2021. Sementara itu, realisasi penanaman modal dalam negeri pada 2022 mencapai Rp 552,8 triliun, atau tumbuh sekitar 23,6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara persentase, realisasi investasi asing mengambil porsi sekitar 55 persen, dan sisanya merupakan realisasi investasi dalam negeri.
Tercapainya target realisasi investasi 2022 memberikan rasa optimisme yang tinggi bagi pemerintah untuk terus memompa kinerja investasi pada tahun ini, yang ditargetkan meningkat sekitar 20 persen menjadi Rp 1.400 triliun. Optimisme tersebut bukannya hanya jargon yang tanpa alasan. Karena hingga akhir 2022, pemerintah telah mengantongi sejumlah komitmen investasi dari sederet perusahaan global, terutama di sektor manufaktur, digital, dan industri sumber daya alam. Hal ini berarti negara kita memiliki harapan untuk menghadapi anomali yang berbeda dengan kondisi ekonomi global yang tengah dirundung resesi.
Namun, peningkatan investasi yang menggembirakan tersebut bukan berarti tanpa hambatan. Permasalahan utama yang dihadapi dalam menarik investasi tersebut adalah kualitas investasi yang masih rendah. Kualitas investasi perlu terus didorong agar lebih berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Saat ini, realisasi investasi yang terjadi sebagian besar masih investasi yang padat modal atau capital intensive sehingga kurang berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja lokal.
Permasalahan utama yang dihadapi dalam menarik investasi tersebut adalah kualitas investasi yang masih rendah.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pemerintah masih kesulitan menarik investasi yang bersifat padat karya karena ada beberapa komplain dari pelaku usaha, terutama terkait soal standar pengupahan yang terlalu tinggi, khususnya di tingkat kabupaten/kota. Ketika beban biaya produksi makin tinggi akibat gejolak ekonomi global, isu upah buruh yang tinggi menjadi isu yang sensitif bagi pelaku usaha padat karya seperti industri tekstil dan alas kaki. Bahkan beberapa industri tekstil dan alas kaki nasional telah merelokasi pabriknya ke negara yang lebih rendah upah buruhnya, terutama Bangladesh dan Vietnam. Hal tersebut perlu diwaspadai oleh pemerintah karena bisa berpengaruh cukup besar bagi meningkatnya angka pengangguran.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Pekerja menyelesaikan produksi sepatu di industri pembuatan sepatu di Cikupa, Tangerang, Banten, Selasa (30/4/2019). Pabrik tersebut mempekerjakan sebanyak 150.000 orang.
Permasalahan industri padat karya tersebut seharusnya di-trade off dengan investasi yang capital intensive dan bernilai tambah tinggi. Namun, berdasarkan keterangan beberapa ekonom, efek ganda atau spillover effect yang dihasilkan oleh investasi bernilai tambah tinggi belum banyak berdampak terhadap penyerapan dan kesejahteraan tenaga kerja lokal. Keseimbangan antara nilai investasi yang tinggi atau capital intensive dengan investasi yang menarik banyak pekerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bawah atau labor intensive menjadi tantangan utama pemerintah.
Dalam waktu dekat, yang perlu dilakukan pemerintah ialah, pertama, memberikan kepastian hukum bagi para pengusaha dan investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia, terutama terkait Undang-Undang Cipta Kerja yang masih mengambang pasca-putusan Mahkamah Konstitusi. Langkah lain adalah pemerintah perlu mengatur mekanisme pengupahan yang lebih adil antara pengusaha dan pekerja. Penyederhanaan regulasi dan peningkatan infrastruktur logistik juga perlu diperhatikan lebih seksama oleh pemerintah.
Isu lain yang tidak kalah penting adalah isu lingkungan dan keberlanjutan. Pemerintah tidak cukup hanya fokus ke investasi baru, tetapi parameter investasi berkualitas juga harus didasarkan pada transformasi investasi yang keberlanjutan. Misalnya investasi dari industri yang awalnya berproduksi dengan energi fosil beralih ke industri yang menggunakan energi terbarukan.
Berbagai permasalahan tersebut tentu saja masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang cukup berat dalam mengharmonisasikan berbagai kebijakan. Bukan hanya kebijakan yang dapat meningkatkan nilai investasi secara kuantitas, melainkan juga bagaimana meningkatkan kualitas investasi agar dapat lebih mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.