Konsumen bertahun-tahun mencicil, meski belum ada pembangunan, sebenarnya bukan hal baru. Keluhan masyarakat yang menjadi korban juga sudah umum terjadi. Pemerintah salah,tidak ada regulasi untuk pelindungan konsumen.
Oleh
Nicolas H
·3 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Gedung yang belum rampung di Distrik 1 Meikarta, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jumat (16/12/2022). Proyek pembangunan kota modern yang ditargetkan rampung pada akhir 2018 tersebut tersendat setelah muncul kasus suap terkait proses perizinan proyek Meikarta. Pada 5 Desember 2022, sekitar 100 orang yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) berunjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Jakarta. Mereka menuntut penyelesaian gagalnya serah terima unit apartemen dan pengembalian uang. Adryan Yoga Paramadwya (Z20) 16-12-2022
Belajar dari kasus apartemen Meikarta, di mana konsumen menuntut hak mereka, tetapi malah dituntut balik pihak pengelola, perlu ada regulasi pelindungan konsumen dan penjaminan bagi masyarakat yang membeli.
Konsumen bertahun-tahun mencicil, meski belum ada pembangunan, sebenarnya bukan hal baru. Keluhan masyarakat yang menjadi korban juga sudah umum terjadi. Masalahnya, tidak ada aturan sampai kapan batas waktu pengembang boleh menunda-nunda pembangunan.
Pemerintah ada salahnya juga karena tidak ada regulasi untuk pelindungan konsumen. OJK tampaknya lebih fokus dalam hal pelindungan dana di perbankan. Padahal, risiko pembelian properti lebih tinggi dengan akumulasi ratusan miliar rupiah di tangan pengembang.
Di salah satu negara dibuat aturan untuk melindungi konsumen, yaitu uang muka 20 persen. Sisanya dicicil mengikuti progres pembangunan apartemen: kalau membeli di lantai 20, maka setelah lantai ke-20 terbentuk, barulah konsumen mencicil lagi, misalnya mencicil lagi 15 persen.
Cicilan berikutnya hanya boleh ditagihkan mengikuti tahap penyelesaian sesuai tahap persentase penyelesaian. Dilarang membayar lunas di muka karena fisiknya belum ada, untuk mencegah kerugian konsumen.
Regulasi pelindungan konsumen dan tata kelola pembangunan properti seperti ini seharusnya mulai diberlakukan di negara kita. Tidak hanya membuat konsumen lebih terlindungi, tetapi juga agar pengembang tidak bisa seenaknya mempermainkan waktu pembangunan dan mengendapkan dana konsumen yang akumulasi jumlahnya bisa ratusan miliar rupiah.
Harus ada regulasi pelindungan konsumen dan pengaturan batas waktu yang jelas dan pasti.
Kami tinggal di perumahan Vila Mutiara Bogor 2, Desa Waringin Jaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Rumah tersebut kami tempati sejak 2009. Rumah kemudian kami kontrakkan setelah kami pindah rumah tahun 2014.
Pada Desember 2012, kami telah melunasi pinjaman KPR di Bank BTN. Kalau dihitung-hitung, berarti sudah 10 tahun lunas. Namun, sampai sekarang sertifikat belum kami dapatkan.
Beberapa kali kami berusaha mengurus, tetapi tidak mendapat jawaban pasti. Terakhir tahun 2021 (sekitar bulan Juni), ke BTN Bekasi. Tetap tak ada kejelasan.
Rumah tersebut atas nama istri saya, Budi Utami, di Blok G (RT 010). Pengembangnya adalah PT ISPI, beralamat di Kelapa Gading, Jakarta.
Dengan ini saya memohon bantuan para pihak terkait karena saya sedang mengurus tanah dan rumah tante saya. Rumah beralamat di sekitar Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Rumah tersebut terdiri dari rumah dan tanah dengan surat izin penghunian (SIP), yang akan kami urus menjadi rumah dan tanah yang bersertifikat hak milik.
Rumah sudah ditempati tante saya sejak tahun 1952 dan selama ini tidak pernah ada masalah. Kami sudah berusaha untuk mengurus ke Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta dan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Jalan Selaparang, Jakarta Pusat, tetapi saya menghadapi jalan buntu.
Kedua instansi pemerintah itu saling menunjuk bahwa bukan mereka yang harus mengurus terlebih dahulu.
Badan Pengelolaan Aset Daerah menunjuk bahwa yang mengurus adalah Badan Pertanahan. Sebaliknya, Badan Pertanahan menunjuk bahwa saya harus ke Badan Pengelolaan Aset Daerah, sehingga akhirnya tidak bisa diurus.
Saya memohon bantuan para pihak atau pembaca yang paham agar pengurusan tanah dan rumah tersebut tidak menghadapi hambatan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Demikian permohonan kami. Atas perhatian Bapak/Ibu atau para pihak, kami mengucapkan terima kasih.
Frederick Leonard Samallo, SH Jl Brigjen Slamet Riadi, Kelurahan Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen, Malang