Khidmat Inklusif NU di Abad Kedua
Pengembangan potensi di NU tak hanya di tataran para organisator, tetapi juga dimensi intuitif umat. Harapannya, NU mampu lahirkan kader-kader muda yang berkiprah dalam banyak hal termasuk bidang teknologi masa depan.
Tanggal 7 Februari 2023 adalah momen istimewa bagi warga Nahdlatul Ulama. Pada tanggal tersebut, NU telah genap memasuki usia satu abad berdasarkan perhitungan penanggalan Hijriah.
Suatu usia yang tentu tidak muda lagi untuk ukuran organisasi kemasyarakatan dengan basis massa yang mencapai 108 juta jiwa ini (survei LSI, 2021). Besarnya basis massa membuat Nahdlatul Ulama (NU) tidak hanya menjadi yang terbesar di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Tidak mengherankan jika NU senantiasa ditempatkan sebagai top of mind atau pilihan utama oleh umat Islam di Indonesia. Fatwa dari kalangan ulamanya dijadikan sebagai rujukan, kemudian kepercayaan publik terhadap pesantren dan institusi pendidikan bercorak NU juga cukup besar. Tak berlebihan jika NU dinilai mempunyai peran besar sebagai pusat gravitasi sosial-keagamaan dan sekaligus pengendali dinamika umat.
Hingga kini, peran itu tidaklah berubah. Hanya saja, tantangan yang terus berkembang dewasa ini membuat NU perlu memikirkan strategi dan formulasi ide yang relevan dengan suasana zaman. Terkhusus yang menyangkut kontribusinya terhadap peradaban umat manusia. Ide futuristik jelas wajib dimiliki oleh organisasi yang telah melampaui usia satu abad seperti NU.
Baca juga : Hadir Lebih Signifikan di Abad Kedua
Baca juga : Memaknai Peran Nahdlatul Ulama
Oleh karena itu, merefleksikan kiprah NU selama satu abad, tidak cukup dengan menghitung perjuangan besar NU dari sejak periode kolonial sampai sekarang, tetapi juga merumuskan pemikiran yang dapat dituangkan dalam program induk sebagai peta jalan masa depan untuk Indonesia dan dunia.
Inisiatif menciptakan ruang global
Adalah penting bagi tulisan ini untuk mengingatkan posisi NU sebagai pengambil inisiatif bagi terciptanya kemajuan serta keseimbangan peradaban manusia di masa yang akan datang. Kematangan pengalaman dan kekuatan sebagai jama’ah ataupun jam’iyah membuat NU hanya perlu mengembangkan beberapa potensi sebagai modalitas yang cukup untuk mewujudkan cita-cita besar itu.
Organisasi NU perlu mengimplementasikan konsep wasathiyah yang mencakup keadilan, moderasi, dan keseimbangan. Konsep yang diusung NU sejak dulu ini memungkinkan ormas Islam ini untuk berada tepat di tengah arus kompetisi global tanpa sekat yang melibatkan antarideologi, negara, dan komunitas. Organisasi NU perlu menginisiasi lahirnya ruang kondusif lewat beragam format, baik program residensi maupun dialog kerja sama.
Penyediaan ruang kondusif dalam rangka memfasilitasi pertukaran ide secara terbuka yang mengacu pada orientasi nilai kemanusiaan menjadi penting. Adanya ruang interaksi itu dimaksudkan agar NU mampu memperluas partisipasi dari banyak negara dan komunitas, dengan memanfaatkan jejaring global. Salah satu syarat yang juga harus dipenuhi ialah bahwa NU perlu memiliki sumber daya profesional dan fasilitas pembelajaran digital yang mencakup lebih dari 50 bahasa utama di dunia.
Hal tersebut sangat diperlukan agar NU dapat melakukan upaya untuk memfasilitasi interaksi berbagai pihak di seluruh dunia. Sebab, di tengah arus digitalisasi dan persaingan ekonomi, dunia tetap memerlukan kolaborasi nyata dengan standar rujukan nilai yang jelas. Selain itu, perkembangan peradaban manusia sejak lima abad terakhir mengajarkan bahwa salah satu faktor penting untuk meningkatkan taraf kemajuan dan kesejahteraan umat manusia amat ditentukan oleh keberadaan teknologi.
Kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh kecepatan akumulasi ilmu pengetahuan. Kecepatan akumulasi ilmu pengetahuan bergantung pada faktor- faktor sosial budaya, seperti sistem nilai, dan kehadiran ajaran moral yang luhur.
Premis ini tak bersifat statis. Tatkala inovasi teknologi yang melahirkan modernisasi berkembang secara pesat, dunia kemudian dihadapkan pada berbagai persoalan, antara lain kesenjangan sosial, melunturnya moralitas dan masalah ekologis yang mengancam keberlangsungan manusia. Dari sinilah keberadaan NU sebagai bagian dari entitas dunia dengan ide untuk membentuk ruang kolaborasi global diharapkan perannya.
Adanya ruang interaksi itu dimaksudkan agar NU mampu memperluas partisipasi dari banyak negara dan komunitas, dengan memanfaatkan jejaring global.
Khidmat inklusif
Salah satu nilai pokok yang senantiasa dipegang teguh oleh NU ialah komitmennya dalam menjalankan khidmat terhadap umat. Namun, selama hampir satu abad, terdapat semacam kecenderungan bahwa khidmat yang dijalankan NU masih terbatas pada lingkaran komunitasnya saja atau cenderung eksklusif. NU perlu melakukan peluasan dalam berkhidmat menjadi lebih inklusif agar mampu menjangkau semua kelompok masyarakat dari berbagai latar belakang.
Khidmat inklusif dapat dipahami sebagai prinsip NU dalam melayani dan berbagi kontribusi dengan berbagai pihak tanpa terikat latar belakang. Dalam konteks nasional, khidmat inklusif ditujukan untuk menciptakan suasana harmonis di atas heterogenitas bangsa dan menciptakan stabilitas nasional di tengah dinamika politik.
Sementara itu, dalam dimensi global, tanggung jawab NU untuk memperluas jangkauan pengabdian terhadap umat manusia menjadi prioritas yang harus ditunaikan di abad keduanya ini. Tentu saja problematika yang dihadapi jauh lebih kompleks dan biasanya melibatkan proyeksi pemikiran yang jauh ke depan. Namun, NU harus mulai membiasakan diri dengan pemikiran futuristik. Kader- kader NU harus menjadikan segala potensi yang kemungkinan terjadi di masa depan sebagai sesuatu yang nyata.
Permasalahan bagaimana manusia mengatasi pengaruh perubahan iklim yang dapat merusak daya dukung lingkungan, krisis energi, kelangkaan pangan, potensi konflik, serta perlunya akselerasi inovasi untuk menciptakan energi baru/terbarukan (renewable) adalah isu-isu yang semestinya menjadi diskursus harian bagi kader-kader NU.
Pengalaman mengajarkan kurangnya kepekaan dan abainya manusia terhadap probabilitas ancaman masa depan, seperti perubahan iklim, dapat dengan mudah memengaruhi siklus ledakan kejayaan dan kejatuhan (boom and bust cycle) atau yang oleh sejarawan terkemuka Amerika, James Harvey Robinson, diistilahkan dengan peradaban yang menuju kebangkitan sekaligus kehancurannya.
Kenyataannya memang dunia sedang berada di persimpangan jalan. Antara berbelok ke kanan atau ke kiri; mengelola kelangsungan kehidupan atau malah salah arah menuju kehancuran massal. Dalam konteks ini, sebagai salah satu kekuatan non state yang teruji selama satu abad, NU wajib terlibat secara aktif. Kesanggupan NU sebagai jama’ah dan jam’iyah dalam memperluas cakupan khidmat inklusif ditentukan oleh sejauh mana kesiapan NU untuk mengarahkan segala potensi yang dimiliki.
Keberadaan kader yang melimpah di seluruh penjuru dunia adalah modalitas penting di samping bekal ajaran dan landasan ideologis yang dimiliki NU.
Mengembangkan modalitas
NU mempunyai segala sumber daya untuk berdaya. Secara kuantitas, NU tak kekurangan jumlah kepala. Hanya kapasitas yang perlu diperbanyak dengan ilmu pengetahuan dan adaptasi zaman. Keberadaan kader yang melimpah di seluruh penjuru dunia adalah modalitas penting di samping bekal ajaran dan landasan ideologis yang dimiliki NU.
Pengembangan potensi di tubuh NU harus dimulai dengan pendekatan holistik. Artinya, pengembangan potensi tak hanya terjadi di tataran para organisator (jam’iyah), tetapi juga menjangkau dimensi intuitif umat (jama’ah). Hal ini perlu dilakukan agar NU mampu menyinergikan seluruh kekuatan yang ada secara optimal.
Secara spesifik, pendekatan pengembangan potensi sebagai modalitas yang dimiliki NU dapat dilakukan melalui dua langkah. Pertama, dimulai dengan penetapan prioritas yang sesuai dengan kebutuhan makro serta tantangan yang dihadapi bangsa dan dunia di masa depan. Dengan demikian, potensi yang dikembangkan pun bersifat aplikatif, alias sesuai kebutuhan zaman.
Kedua, melakukan pemetaan lintas ranah (jama’ah-jam’iyah) untuk melihat potensi kekuatan sumber daya yang dimiliki dengan mengacu pada data terkini. Yang perlu digaristebalkan di sini ialah bahwa sasaran utama proyek pengembangan ini harus diarahkan pada kaum muda NU, khususnya kelompok usia jenjang SMA yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah NU ataupun di institusi pendidikan pesantren NU.
Pada jenjang perguruan tinggi, banyak di antara kader muda NU yang sudah menjatuhkan pilihan terhadap konsentrasi keilmuannya yang hingga hari ini didominasi rumpun sosial-politik dan keagamaan. Untuk itu, NU perlu memberikan fasilitas ruang lebih dini pada jenjang di bawahnya, agar terdapat kader-kader muda NU yang menempuh konsentrasi keilmuan yang amat dibutuhkan di masa depan di tengah rendahnya budaya literasi dan pengembangan teknologi generasi muda kita.
Melalui upaya pengembangan potensi dan adaptasi, NU dapat mengisi ruang- ruang strategis yang manfaatnya dapat dirasakan oleh bangsa serta dunia.
Harapannya, ke depan, NU mampu melahirkan kader-kader muda yang berkiprah dalam banyak hal, seperti peneliti, atau perekayasa bidang teknologi masa depan yang meliputi spesialis big data, spesialis AI machine learning, dan segala jenis pekerjaan baru yang menurut laporan Forecast Labour Market Evolution World Economic Forum akan sangat dibutuhkan 20 tahun mendatang.
Melalui upaya pengembangan potensi dan adaptasi, NU dapat mengisi ruang- ruang strategis yang manfaatnya dapat dirasakan oleh bangsa serta dunia. Hanya dengan cara itulah NU bisa benar-benar mengabdikan diri secara luas (berkhidmat secara inklusif). Semoga segala pemikiran serta ikhtiar kolektif NU di abad keduanya ini memperoleh kemudahan dan keberkahan.
H Rahmat Hidayat PulunganWakil Sekjen PBNU