Mulai tahun ini, nomor pokok wajib pajak (NPWP) akan disamakan dengan nomor induk kependudukan (NIK) yang ada di KTP. Untuk mengecek apakah NPWP sudah terintegrasi dengan NIK bisa melalui laman ereg.pajak.go.id.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
Mulai tahun ini, nomor pokok wajib pajak (NPWP) akan disamakan dengan nomor induk kependudukan (NIK) yang ada di kartu tanda penduduk. Penggunaan NIK sebagai NPWP akan mulai berlaku tahun 2023 ini.
Penyatuan kedua nomor penting ini merupakan langkah untuk mengintegrasikan data nasional. Pengintegrasian NIK dengan NPWP ini juga bertujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam mengurus administrasi perpajakan dengan menggunakan satu nomor identitas saja.
Untuk mengecek apakah NPWP sudah terintegrasi dengan NIK bisa melalui laman ereg.pajak.go.id dengan memasukkan data NIK dan nomor kartu keluarga.
Jika ternyata NIK belum terintegrasi dengan NPWP, masuk ke laman djponline.pajak.go.id, lalu masukkan NIK. Apabila sudah valid, NIK tersebut bisa langsung digunakan pada laman tersebut.
Namun, apabila kedua nomor penting itu belum terintegrasi, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Gunakan nomor NPWP untuk masuk ke laman, masukkan data yang diperlukan. Setelah itu, masuk ke menu ”Profil”, lalu ke ”Data Profil”.
Isilah data yang diminta, yaitu NIK yang sesuai dengan KTP. Cek validitas data dengan menekan tombol ”Validasi”. Setelah itu, klik ”Ubah Profil”. Apabila proses sudah berhasil, ulangi masuk ke laman dengan menggunakan NIK.
Validasi NIK ini sebaiknya sudah dilakukan sebelum mengisi surat pemberitahuan (SPT) tahunan bagi orang pribadi yang biasanya berakhir pada 31 Maret. Dengan demikian, saat harus mengisi SPT, kita sudah bisa menggunakan NIK.
Jika NPWP belum divalidasi, pembayaran pajak tidak dapat dilakukan. Layanan perpajakan yang ada tidak dapat diakses oleh wajib pajak yang belum melakukan validasi.
Penduduk yang memiliki NIK tidak serta-merta menjadi wajib pajak. Istri yang selama ini melaksanakan kewajiban perpajakan digabung dengan suami tidak perlu mendaftarkan NIK-nya. Direktorat Jenderal Pajak menganggap suami istri sebagai kesatuan ekonomi.
Beda halnya dengan suami istri yang melakukan kewajiban perpajakan terpisah. Misalnya, dengan status pisah harta dengan keterangan tertulis, hidup berpisah sesuai dengan keputusan hakim, atau memilih terpisah karena istri memiliki penghasilan sendiri dan tidak berstatus pisah harta atau hidup berpisah.
Apa pun status perpajakannya, jangan lupa validasi ya….