”Prank”
Mungkin ”prank” yang dilakukan itu tidak berisiko secara fisik, tidak membuat orang jatuh, terluka, atau kehilangan pekerjaan, tetapi dapat membawa luka psikis yang dalam.
Media sosial banyak diisi prank. Ada humor atau lelucon ringan yang mengundang senyum dan tawa kita, yang dapat menghibur saat kita jenuh dan sejenak mencari selingan dari gawai. Akan tetapi, cukup banyak juga prank yang tidak sensitif dan ugal-ugalan.
Dari kamus, ”prank” dapat diartikan sebagai lelucon yang nakal, jahat, jahil, ugal-ugalan. Atau lelucon yang tidak mempertimbangkan dampaknya pada orang lain yang terkena.
Memang, prank dapat sangat ugal-ugalan dan jahat. Misalnya, seorang berlelucon menipu sahabatnya sendiri bahwa ia mengalami kecelakaan serius. Seorang perempuan muda mengaku hamil hasil hubungan dengan orang lain di depan pacarnya, atau sebaliknya, seorang laki-laki berlelucon menghamili perempuan lain.
Hindari melakukan lelucon yang berbahaya dan berisiko menyebabkan kerusakan pada tubuh.
Banyak orang tertawa-tawa menonton orang lain ditipu, dipermainkan, dibuat mengalami kesusahan, terjatuh dan luka, terkejut setengah mati, menangis sedih, atau marah besar. Sempat dipikirkan-kah oleh pihak yang berlelucon mengenai apa dampaknya pada orang yang terkena prank?
Berbahaya
Pencarian di Google menunjukkan kecenderungan masyarakat masa kini yang memang melihat prank di media sosial sebagai sekadar lelucon yang tidak perlu dimaknai secara lebih serius.
Bahkan ada cukup banyak buku atau artikel tentang prank, misalnya The dangerous ways of doing pranks yang awalnya saya kira bercerita tentang kasus-kasus nyata pranks yang telah berdampak parah pada orang yang dikenainya. Ternyata itu merupakan panduan tentang bagaimana melakukan prank secara meyakinkan dan tanpa cacat. Istilah dangerous diartikan sebagai keren atau sukses, karena tipuannya dipercaya dan berdampak dahsyat.
Sedikit saja artikel atau ulasan yang membahas prank secara lebih serius. Dari yang sedikit itu, ada yang membahas tentang dampaknya yang fatal. Satu contohnya adalah kasus di bawah ini.
Pada Agustus 2011, dua remaja laki-laki (18 tahun dan 19 tahun) di Ohio, Amerika Serikat, berlelucon dengan membungkus tanda lalu lintas berhenti di sebuah jalan. Mereka membanggakan leluconnya di Facebook.
Para pengendara yang biasa lewat jalan tersebut cukup bingung dan heran mengapa tiba-tiba tanda lalu lintas berhenti itu hilang. Akan tetapi, tidak ada hal mengkhawatirkan terjadi. Tak disangka, setelah beberapa waktu berlalu, seorang perempuan lansia menyetir melewati tanda yang tertutup itu dan masuk ke persimpangan.
Baca juga: Mencari Teman
Sebuah kendaraan melaju menabrak mobilnya, membunuh satu orang yang duduk di kursi penumpang. Sementara perempuan lansia itu sendiri dalam kondisi kritis selama tiga minggu, harus diamputasi kakinya, sebelum akhirnya juga meninggal.
Untuk dihindari
Saya menemukan tulisan Lindsay Mack (2018), yang mengingatkan agar kita tidak melakukan prank terkait beberapa hal. Hindari melakukan lelucon yang berbahaya dan berisiko menyebabkan kerusakan pada tubuh. Misalnya menyebabkan orang terpeleset, jatuh, atau tertimpa sesuatu.
Hindari berlelucon yang menyebabkan kesulitan serius, ketidaknyamanan, dan kerepotan banyak orang lain. Misalnya memasukkan barang ke tas teman yang harus diperiksa oleh petugas keamanan, mengganggu orang lain yang memiliki fobia dengan hal-hal terkait fobia-nya, atau menggemboskan ban mobil.
Berlelucon tentang makanan mungkin kita anggap bukan hal serius. Namun, kita harus hati-hati melakukannya. Makanan itu dapat bermakna dalam bagi individu, bisa jadi ada makna religius atau spiritual, atau orang lain memiliki alergi tertentu yang dapat berdampak berbahaya bila dilanggar.
Hindari yang mungkin merugikan orang lain untuk jangka panjang. Misalnya melakukan hal-hal yang melanggar kerahasiaan atau hal-hal yang harus dijaga secara pribadi, seperti mengubah setting gawai-nya, atau mengubah password atau PIN orang lain. Yang bagi kita iseng, bagi orang lain dapat sangat menghadirkan risiko.
Dampak psikis
Yang dibahas di atas adalah risiko atau hal-hal terkait dampak fisik atau material. Kita perlu mengingat juga dampak dari prank yang bersifat psikis. Mungkin lelucon tidak berisiko secara fisik, tidak membuat orang jatuh, terluka, atau kehilangan pekerjaan, tetapi dapat membawa luka psikis yang dalam pada orang lain.
Hal yang terlalu serius dan memiliki makna emosional yang dalam harus dihindari menjadi tema lelucon. Misalnya, membuat kehamilan palsu, berpura-pura sakit serius, berbohong tentang orang lain mengalami kecelakaan parah, atau berpura-pura selingkuh.
Berlelucon mengenai sesuatu atau seseorang yang sangat disayangi oleh orang lain juga lebih banyak efek negatifnya. Misalnya, menyembunyikan binatang peliharaannya, menyembunyikan anaknya, atau membuat setting seolah-olah yang disayangi seseorang itu mengalami musibah.
Baca juga: Candaan Melecehkan Berujung pada Melayangnya Nyawa Suherlan
Berlelucon yang bersifat SARA juga perlu dihindari. Dampaknya dapat sangat melukai perasaan orang lain, bukan saja individu, melainkan dapat saja kelompok. Efeknya dapat tak terduga dan meluas.
Memang, perasaan-perasaan seperti terkejut, tersinggung, sedih, marah, dapat hilang sejalan waktu. Namun, tanpa disadari, perasaan terkoneksi, kepercayaan dan penghormatan kita kepada pelaku prank mungkin dapat tergerus dan akhirnya hilang.
Bayangkan, Anda disuguhi lelucon-lelucon yang serampangan, kasar, tidak sensitif, dan berisiko berbahaya tentang hal-hal yang Anda nilai sangat penting dan harus dihormati. Bagaimana penilaian Anda selanjutnya kepada si pembuat lelucon? Apakah ia orang yang peduli, dapat dihormati, dipercaya, dan dihargai?
Kita menyukai humor dan lelucon untuk mengurangi kejenuhan. Sekarang, orang juga sengaja membuat prank sebagai konten media sosial untuk mencari uang. Baik untuk memastikan bahwa lelucon yang kita buat tidak berkekerasan, tidak merugikan siapa pun, dan membuat orang lain menyimpulkan bahwa kita tetap mampu menghormati orang lain dan diri sendiri.
Kristi Poerwandari, Dosen Universitas Indonesia.