Penyebaran konten-konten itu bisa ditekan bila warga memiliki literasi digital yang memadai. Di sisi lain, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah, baik kebijakan maupun teknis, yang bisa menekan penyebaran konten.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kenaikan indeks literasi digital menjadi kabar baik. Akan tetapi, kerja lebih keras diperlukan agar platform makin ramah dan nyaman di tahun politik.Indeks Literasi Digital Nasional pada 2022 meningkat menjadi 3,54 poin (dalam skala 5). Kenaikan 0,05 poin dibandingkan dengan tahun 2021 itu belum signifikan dan menghadapi sejumlah tantangan besar. Pengukuran indeks literasi digital ini menggunakan empat pilar utama, yaitu kecakapan digital (digital skill), etika digital (digital ethics), keamanan digital (digital safety), dan budaya digital (digital culture).
Survei melibatkan 10.000 responden pengguna internet berusia 13-70 tahun di 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi. Saat pertama kali diluncurkan pada 2020, indeksnya 3,46 poin. Kemudian meningkat menjadi 3,49 pada 2021 dan 3,54 poin pada 2022 (Kompas, 2/2/2023).
Kita tentu bersyukur dengan kenaikan indeks tersebut. Pasalnya, selama ini adab pengguna dalam menggunakan fasilitas digital dinilai tidak baik. Bahkan, beberapa kalangan pengguna sering kali brutal dalam menggunakan berbagai fasilitas digital, terutama media sosial.
”Harapannya terus meningkat sehingga menjadi advance. Indeks 3 masih sedang-sedang saja. Kita ingin bisa mencapai 4,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan dalam peluncuran hasil studi Indeks Literasi Digital Nasional 2022 mengomentari pengumuman indeks tersebut.
Kenaikan indeks itu memang harus terus diupayakan agar pengguna platform digital makin beradab. Pemerintah tidak boleh berpuas diri dengan perbaikan itu. Berbagai perbaikan tambahan harus dilakukan, apalagi pada saat ini orang makin sering membicarakan masalah politik atau biasa disebut sebagai tahun politik. Platfrom digital dipastikan masih akan dipakai oleh sejumlah pihak untuk melakukan kampanye dan juga sebagian dari taktik dan strategi dalam pemenangan dalam pemilihan umum.
Kita layak waswas platform digital masih akan menjadi ajang untuk menyebar kebencian, hoaks, dan fitnah menjelang pemilihan umum. Penyebaran konten-konten tersebut bisa ditekan apabila warga memiliki literasi digital yang memadai. Di sisi lain, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah, baik kebijakan maupun teknis yang bisa menekan penyebaran konten bermasalah.
Kita beruntung kerap mendapat pelajaran dari negara lain dalam hal penanganan konten-konten yang memecah belah saat terjadi event politik. Saat kita harus berhadapan dengan berbagai konten buruk tersebut, kita bisa belajar dari pengalaman negara lain atau membuat antisipasi lebih dulu. Meski demikian, cara-cara atau strategi dalam menebar konten bermasalah tentu juga akan berubah demi, sekali lagi, kepentingan politik pihak tertentu. Oleh karena itu, hanya kekuatan warga yang bisa menekan semua ini melalui kemampuan literasi digital yang lebih baik.