Sepak bola terbukti olahraga terpopuler, seiring data 5 miliar orang menyaksikan Piala Dunia Qatar 2022. Qatar 2022 juga mencatat sejumlah rekor dan menjadikan perhelatan ini panggung emas tim Asia-Afrika.
Oleh
ADI PRINANTYO
·3 menit baca
AFP/GIUSEPPE CACACE
Kapten tim Argentina, Lionel Messi, mengangkat trofi juara Piala Dunia Qatar dalam acara penyerahan trofi setelah Argentina mengalahkan Perancis dalam pertandingan final di Stadion Lusail, Lusail, Qatar, Minggu (18/12/2022).
Dari 5 miliar penonton di berbagai penjuru dunia itu, malam final Piala Dunia Qatar 2022 pada Minggu, 18 Desember 2022, menjadi malam dengan penonton terbanyak. Tercatat 88.966 penonton hadir di Stadion Lusail, kota Lusail, Qatar, menyaksikan final Argentina melawan Perancis, yang juga dikenang sebagai salah satu final terbaik ajang Piala Dunia.
Selain mereka yang datang di Stadion Lusail, terdata setidaknya 1,5 miliar pasang mata di berbagai penjuru dunia yang menonton via siaran langsung. Adapun total penonton yang hadir di stadion-stadion Piala Dunia Qatar 2022 mencapai 3,4 juta orang, lebih banyak daripada penonton Piala Dunia Rusia 2018 yang hanya 3 juta orang.
Fakta-fakta lain tak kalah menarik. Total gol yang mencapai 172 gol selama Qatar 2022 juga menjadi yang terbanyak sepanjang sejarah Piala Dunia karena melebihi rekor sebelumnya sebanyak 171 gol yang tercipta saat perhelatan Perancis 1998 dan Brasil 2014.
Gol tercepat dicetak Alphonso Davies, pemain Kanada, yang menjebol gawang Kroasia saat laga baru bergulir 68 detik. Adapun Gavi, pemain Spanyol yang baru berusia 18 tahun 110 hari, menjadi pencetak gol termuda sejak Pele di ajang Swedia 1958, dengan gol gemilang saat Spanyol menang telak 7-0 atas Kosta Rika.
Bagi para bintang, sejumlah prestasi juga terukir di Qatar. Penyerang Portugal, Cristiano Ronaldo, menjadi pesepak bola pertama yang mencetak gol dalam lima perhelatan, yakni Jerman 2006, Afrika Selatan 2010, Brasil 2014, Rusia 2018, dan Qatar 2022. Adapun Lionel Messi menjadi pesepak bola pertama yang mencetak gol pada empat fase gugur Piala Dunia, sejak babak 16 besar dimainkan di era modern pada Meksiko 1986.
Tak kalah menarik, tentu kehadiran Maroko sebagai tim Afrika perdana yang menembus semifinal Piala Dunia. Kejutan sudah dirintis tim asuhan Walid Regragui ini sejak di fase grup dengan mengemas dua kemenangan, salah satunya atas tim unggulan Belgia dengan skor 2-0. Melaju ke fase gugur sebagai juara Grup F, Maroko lalu menyisihkan Spanyol lewat adu penalti di 16 besar dan menyingkirkan Portugal 1-0 di perempat final.
Sebelum mencapai semifinal dan tumbang 0-2 dari Perancis, Maroko yang kini di peringkat ke-11 dunia setidaknya menundukkan tiga tim berperingkat lebih tinggi. Ketiganya adalah Belgia yang kini di posisi keempat dunia, Spanyol (ke-10), dan Portugal di tangga kesembilan.
Lolosnya Maroko ke semifinal juga menyejajarkan Afrika dengan Asia. Kedua benua ini sama-sama negara dunia ketiga di sepak bola, berbeda dengan Eropa dan Amerika yang dianggap kiblat. Namun, Asia terlebih dulu mengukir prestasi dengan meloloskan Korea Selatan pada semifinal perhelatan Jepang-Korsel 2002.
AFP/KIRILL KUDRYAVTSEV
Gelandang Maroko, Hakim Ziyech (kiri), berebut bola di tengah laga perempat final Piala Dunia Qatar 2022 antara Maroko dan Portugal di Stadion Al-Thumama, Doha, Qatar, 10 Desember 2022. Maroko mengukir kejutan dengan lolos ke semifinal dan menjadi tim Afrika pertama yang melaju hingga semifinal Piala Dunia.
Piala Dunia Qatar 2022 juga melahirkan delapan juara grup dari empat konfederasi yang berbeda. Juara-juara itu adalah Belanda, Inggris, Perancis, dan Portugal dari Eropa (UEFA); Argentina dan Brasil dari Amerika Selatan (CONMEBOL); Jepang dari Asia (AFC); dan Maroko mewakili Afrika (CAF). Fenomena ini baru tiga kali terjadi dan pertama kali dalam 20 tahun terakhir. Tiga perhelatan dengan keunikan ini adalah Meksiko 1986, Jepang-Korsel 2002, dan Qatar 2022.
Jika Maroko mengukir kejutan dengan menumbangkan Belgia, Jepang tampil sebagai juara Grup E setelah menundukkan Jerman dan Spanyol.
Jika Maroko mengukir kejutan dengan menumbangkan Belgia, Jepang tampil sebagai juara Grup E setelah menundukkan Jerman dan Spanyol. Lolosnya tiga tim Asia, yakni Jepang, Korsel, dan Australia, ke fase 16 besar juga menjadi yang pertama dalam sejarah Piala Dunia. Bandingkan, misalnya, dengan Piala Dunia Perancis 1998, saat hanya satu tim Asia-Afrika yang lolos ke 16 besar, yakni Nigeria. Tim ”Elang Super” juga langsung tersisih di 16 besar setelah kalah 1-4 dari Denmark.
Tak bisa berleha-leha
Berbagai fakta ini mengukuhkan fenomena pemerataan kekuatan sepak bola. Tim Eropa dan Amerika Latin tak bisa lagi berleha-leha sebelum perhelatan akbar seperti Piala Dunia. Selain kejutan Jepang dan Maroko, tim seperti Iran pun menang 2-0 atas Wales dan Arab Saudi menundukkan Argentina dengan skor 2-1, keduanya di fase grup.
Kepelatihan sepak bola yang meluas, salah satunya dengan perekrutan pelatih-pelatih asal Eropa dan Amerika Selatan oleh tim nasional Asia dan Afrika, mengungkit kualitas negara-negara dunia ketiga. Peningkatan mutu pemain-pemain Asia dan Afrika membuat mereka ditransfer ke klub-klub elite Eropa.
Bek Jepang, Takehiro Tomiyasu, berebut bola dengan pemain Kroasia, Mario Pasalic, dalam pertandingan babak 16 besar Piala Dunia 2022 di Stadion Al Janoub, Qatar, Senin (5/12/2022).
Son Heung-min, kapten tim Korsel, menjadi anggota skuad utama lini depan klub Inggris, Tottenham Hotspur. Hakim Ziyech, gelandang Maroko, juga langganan pemain mula klub Inggris lainnya, Chelsea. Adapun di Arsenal, bek asal Jepang, Takehiro Tomiyasu, menjadi andalan. Pengaruh-pengaruh positif Son Heung-min, Hakim Ziyech, dan Takehiro Tomiyasu selama di klub-klub elite itu sedikit banyak diadopsi tim-tim Asia dan Afrika.
Ilmu pengetahuan keolahragaan (sport sciences) juga makin luas diterapkan. Tim pelatih negara mana pun bisa mempelajari dan kemudian menerapkannya untuk tim nasional mereka. Dengan kompetisi yang makin ketat, bakal tak kekal sebutan negara adidaya di sepak bola.
Tim-tim Asia dan Afrika membuktikan betapa kerja keras menggapai performa lebih baik berdampak positif dengan menggulingkan kesebelasan-kesebelasan unggulan. Tak berlebihan jika Qatar 2022 menjadi panggung emas tim Asia dan Afrika. Setidaknya mereka setahap lebih kompetitif menghadapi kekuatan Eropa dan Amerika Selatan.