Para anggota ASEAN justru lebih banyak memprioritaskan kerja sama dan kesepakatan perdagangan bebas dengan negara atau kelompok negara di luar ASEAN.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Proses integrasi ekonomi kawasan ASEAN yang lambat dan tersendat-sendat, menjadi salah satu tantangan Indonesia dalam kepemimpinan di ASEAN pada 2023 ini.
Harian Kompas (30/1/2023) dalam pemberitaannya menggarisbawahi, kepemimpinan Indonesia di ASEAN 2023 menjadi kesempatan untuk memaksimalkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Keberadaan MEA sejak 2015 diakui memang menumbuhkan integrasi ekonomi kawasan, tetapi perdagangan dan investasi antarnegara ASEAN stagnan rendah.
Kita memahami, integrasi ekonomi ASEAN memang masih terus berproses, tetapi kita juga mencatat ketiadaan terobosan untuk mengatasi implementasi MEA yang terkesan lambat dan stagnan pasca-peluncuran MEA 2015.
Salah satu indikatornya, stagnasi perdagangan intra-ASEAN. Beberapa pengamat melihat penyebabnya adalah lemahnya komitmen politik negara-negara anggota untuk melaksanakan kesepakatan di MEA. Dibandingkan dengan perdagangan dengan negara-negara di luar kawasan ASEAN, intensitas perdagangan intra-ASEAN sangat tertinggal.
Dalam banyak kasus, negara-negara anggota ASEAN justru lebih banyak memprioritaskan kerja sama dan kesepakatan perdagangan bebas dengan negara atau kelompok-kelompok negara di luar ASEAN. Hal ini, antara lain, yang menjadi penghambat integrasi ekonomi kawasan seperti dicita-citakan.
Catatan Sekretariat ASEAN, pertumbuhan perdagangan intra-ASEAN stagnan di 20-24 persen sejak 2006, bahkan pasca-MEA. ASEAN selama ini selalu menjadi contoh sukses keberhasilan integrasi ekonomi di kalangan negara berkembang. Mengikuti Masyarakat Ekonomi Eropa, MEA sebagai pendalaman dari regionalisasi perdagangan dalam kerangka AFTA dibentuk dalam rangka mewujudkan suatu pasar tunggal bersama ASEAN melalui integrasi ekonomi kawasan.
Integrasi ekonomi ini, antara lain, ditandai oleh pergerakan bebas barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan juga arus modal, yang nantinya diharapkan kian memacu pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, serta stabilitas di kawasan.
Dalam realisasinya, tarikan kepentingan dalam negeri negara anggota sering menjadi salah satu penghambat sehingga berdampak pula pada mimpi jangka panjang mewujudkan ASEAN sebagai borderless economic community pada 2030.
Beberapa pengamat, seperti dari BRIN dan Pusat Studi ASEAN UI (Kompas, 30/1/2023), melihat minimnya investasi intra-anggota, belum memadainya jaringan logistik di negara ASEAN, dan struktur ekonomi negara anggota ASEAN yang belum komplementer sebagai penghambat terbangunnya pasar intra-anggota yang besar dan dinamis seperti Uni Eropa.
Semua faktor itu membuat peluang yang diperoleh ASEAN sebagai kekuatan ekonomi ketiga terbesar di Asia dan kelima terbesar global, serta salah kawasan pertumbuhan ekonomi paling dinamis di dunia, juga terhambat. Menyatukan political will negara anggota untuk kembali ke komitmen awal pembentukan MEA serta menjadikan ASEAN matters dan tetap relevan menjadi tantangan penting keketuaan Indonesia pada 2023.