logo Kompas.id
OpiniMetode Omnibus dan Disharmoni ...
Iklan

Metode Omnibus dan Disharmoni UU

Penerapan metode omnibus dapat memperkuat keterhubungan antarsektor negara. Namun, penerapannya juga membuka risiko luputnya poin-poin penting. Apalagi jika pembuatannya kurang inklusif dan berlangsung singkat.

Oleh
FAHMI ALFANSI P PANE
· 4 menit baca
Ilustrasi
HERYUNANTO

Ilustrasi

Sejak metode omnibus dipakai dalam pengusulan Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Cipta Kerja, yang kemudian dilegalkan dengan UU No 13/2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pemerintah dan DPR memperbanyak pembuatan UU dengan metode ini.

Hingga tulisan ini dibuat, setidaknya pemerintah dan DPR telah membuat enam UU dengan metode omnibus. Keenam UU itu ialah UU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), UU Cipta Kerja yang diubah dengan Perppu No 2/2022, UU No 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, UU No 3/2022 tentang Ibu Kota Negara, UU No 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dan UU No 2/2020 tentang Penetapan Perppu No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.

Editor:
SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000