Kampus Merdeka Berkualitas
Banyak keunggulan dari program Kampus Merdeka, tetapi tidak tanpa cacat. Kelemahan program perlu diperbaiki dengan menetapkan mitra-mitra dan kegiatan-kegiatan berkualitas, terutama untuk program Kampus Merdeka mandiri.

Tulisan Agus Suwignyo (Kompas, 10/1/2023) mengingatkan, misi sosial pendidikan tinggi di Indonesia adalah pengabdian kepada masyarakat. Tulisan itu mengkritisi kebijakan Merdeka Belajar di perguruan tinggi di Indonesia.
Awal mula pendidikan tinggi didirikan dan dilakukan oleh masyarakat dan rohaniwan. Masyarakat yang dimaksud bisa masyarakat biasa atau kaum profesional. Perkembangan selanjutnya, masyarakat yang terlibat menjadi sekelompok kaum cerdik pandai yang menetapkan kriteria dan sarat-sarat tertentu untuk jadi anggota kelompok.
Kriteria dan sarat untuk jadi bagian dari pengajar dan pengelola pendidikan tinggi ini telah menjadikan mereka sekelompok elite yang kadang membuat lupa bahwa apa pun yang mereka lakukan (pengajaran, penelitian, dan pengabdian) semestinya bertumpu pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Guncangan Kampus Merdeka
Mengembalikan hakikat
Kebijakan Kampus Merdeka merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan hakikat dasar perguruan tinggi yang mengabdi kepada masyarakat. Tak hanya mengembalikan pada hakikat dasar, tetapi juga menguatkan peran perguruan tinggi untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat agar mampu bersaing di dunia global dan dunia masa depan.
Program Kampus Merdeka telah memperluas cara dan tempat belajar sehingga dengan sendirinya mahasiswa akan berinteraksi dengan luasnya bidang keilmuan dan luasnya terapan di dunia nyata. Ini sebuah terobosan dalam pembelajaran di negeri ini meskipun sudah lama diterapkan di negara-negara maju. Tak ada kata terlambat menerapkan pada perguruan tinggi kita karena ini sebuah keniscayaan yang harus dilakukan.
Kegiatan-kegiatan utama dari perguruan tinggi, seperti riset dasar dan terapan, yang justru dikuatkan dengan program Kampus Merdeka, terbukti ada kesempatan melakukan riset bagi mahasiswa minimal 20 satuan kredit semester (SKS) dengan dibimbing peneliti-peneliti yang kompeten.

Mahasiswa semester 2 Jurusan Strategi Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara mengenal anatomi kamera digital dalam mata kuliah digital videografi di Gading Serpong, Tangerang, Banten, Senin (27/1/2020). Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan kebijakan kampus merdeka yang diharapkan akan memberi keleluasaan bagi perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, untuk mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan zaman.
Bukan hanya itu, dibuka juga program pengiriman ke universitas-universitas top dunia selama satu semester melalui program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA). Program ini memungkinkan mahasiswa belajar pada perguruan tinggi tingkat dunia dan kegiatan ini menjadikan mahasiswa semakin percaya diri sebagai calon pemimpin bangsa di masa depan.
Bagi staf pengajar, berkegiatan di universitas luar negeri dengan peringkat QS 100 merupakan program yang mendorong untuk berkiprah di bidang keilmuan tingkat dunia. Program tersebut tentunya akan mengangkat staf pengajar yang merupakan ilmuwan kita untuk berkontribusi pada level keilmuan yang lebih tinggi. Hal ini merupakan daya ungkit bagi staf pengajar untuk sejajar dengan staf pengajar yang bekerja di universitas terkemuka.
Yang menarik, kesempatan untuk mengembangkan kewirausahaan juga dibuka untuk melahirkan wirausaha-wirausaha baru sejak mahasiswa. Kuliah pakar, praktisi dan wirausaha sukses juga merupakan kegiatan yang memperdalam dan memperluas keilmuan dan pola pikir mahasiswa.
Pendidikan yang lengkap sejatinya mengembangkan intelektual, perasaan, dan keterampilan motorik.
Pendidikan yang lengkap sejatinya mengembangkan intelektual, perasaan, dan keterampilan motorik. Melengkapi pendidikan dengan keterampilan motorik bukanlah bentuk vokasionalisasi, melainkan merupakan bentuk pendidikan yang utuh bagi kesiapan peserta didik memasuki dunia nyata yang memang membutuhkan ketiga hal ini.
Kekhawatiran berbagai pihak akan efek negatif dari program Kampus Merdeka rasanya sangat berlebihan. Hal penting yang harus digarisbawahi adalah program ini merupakan program opsional bagi kurikulum yang sudah ada.
Karena itu, tak semua mahasiswa harus mengikuti. Kekhawatiran bahwa mengikuti program ini akan mengurangi porsi mata kuliah kurikulum inti tidaklah beralasan karena sebagian isi kurikulum adalah mata kuliah pendukung atau pengembangan bagi mata kuliah inti.
Kalaupun kemudian ada pemadatan dan penataan ulang pada mata kuliah kurikulum inti, hal ini lumrah dilakukan dalam meningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi. Beragamnya program Kampus Merdeka memperluas jangkauan alumni perguruan tinggi untuk berkiprah pada ruang-ruang kosong yang perlu kontribusi di masyarakat.

Sebagian kecil alumni perguruan tinggi menjadi ilmuwan dan justru lebih banyak yang berkontribusi di tengah masyarakat dengan beragam profesi. Bisa dibayangkan ada mahasiswa sejarah yang belajar di teknik mesin, maka sejarah permesinan atau teknologi mekanis secara luas bisa dikaji, bahkan bisa menjadi kontributor bagi pengembangan permesinan ke depan.
Penulis melihat langsung seorang mahasiswa mesin yang belajar seni sketsa dan ilustrasi, setelah lulus berprofesi sebagai ilustrator bidang teknologi. Yang ini sangat sulit dikerjakan oleh seniman ilustrasi karena mereka tidak memiliki bekal tentang ilmu teknik.
Belum lagi kegiatan pertukaran mahasiswa yang pada muaranya akan memperkuat jati diri dan kesatuan bangsa. Sebagai bangsa dengan banyak suku, adat, bahasa, dan agama, kegiatan ini merupakan landasan bagi kemajuan bangsa.
Bagi perguruan tinggi yang sudah mapan, seperti UGM, ITB, dan UI, program Kampus Merdeka mungkin tidak begitu terlihat manfaatnya karena kualitas mahasiswa yang masuk, tenaga pengajar, fasilitas pembelajaran, dan alumni yang sudah kuat dan lengkap.
Bagi banyak perguruan tinggi yang lain dengan sumber daya terbatas, program Kampus Merdeka merupakan jalan untuk mencetak lulusan yang mampu berkiprah di dunia nyata sebagaimana berhasil dilakukan tiga perguruan tinggi mapan di atas.
Banyak keunggulan dari program Kampus Merdeka, tetapi tidaklah tanpa cacat.
Bukan tanpa cacat
Banyak keunggulan dari program Kampus Merdeka, tetapi tidaklah tanpa cacat. Ada yang memanfaatkan peluang untuk meringankan beban program studi dalam mendidik mahasiswa karena sebagian kegiatan dilakukan di luar kampus oleh mitra.
Sejatinya tidak demikian karena fungsi perencanaan, kontrol, dan evaluasi terhadap kegiatan di mitra bukanlah pekerjaan yang ringan. Selain itu, ada juga program studi yang bermitra dengan lembaga-lembaga tidak layak mengingat kemampuan tiap program studi tidak sama dalam bermitra.
Sebagian mahasiswa juga menganggap Kampus Merdeka sebagai peluang untuk mengurangi beban studi dengan berkegiatan di mitra yang tidak sesuai dengan kompetensi yang semestinya.
Baca juga: Membenahi Kampus Merdeka
Kelemahan-kelemahan program Kampus Merdeka perlu diperbaiki dengan menetapkan mitra-mitra dan kegiatan-kegiatan yang berkualitas, terutama untuk program Kampus Merdeka mandiri.
Kampus Merdeka mandiri berkualitas dilakukan dengan, pertama, menetapkan target capaian kegiatan yang relevan dengan kompetensi inti sebuah program studi. Kedua, bermitra dengan instansi/lembaga yang relevan karena mitra bisa dijadikan tempat beraktivitas mahasiswa, pengembangan dosen, dan menyediakan praktisi mengajar. Ketiga, evaluasi capaian kegiatan dilakukan secara terpadu oleh program studi dengan melibatkan mitra.
Suyitno,Academic Leader 2022 Dirjen Diktiristek, Wakil Rektor Akademik Untidar