Diplomasi dengan bahasa indah tak otomatis menguntungkan secara ekonomi. RI harus cerdik memonetisasi bahasa diplomasi cantik.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
KEMENTERIAN LUAR NEGERI RI
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Abdul Kadir Jailani (kiri) dan Duta Besar Korea Selatan di Jakarta Lee Sang Deok memperhatikan foto-foto yang dipasang di sela-sela acara dialog perayaan 50 tahun hubungan RI-Korsel, Kamis (26/1/2023), di Jakarta.
Dari sudut bahasa diplomasi, semua terasa indah antara Indonesia dan semua negara. Tema umumnya Indonesia strategis sebagai mitra.
Republik Indonesia (RI) juga disebut strategis oleh Korea Selatan (Korsel). ”Indonesia satu-satunya negara yang memiliki kemitraan strategis khusus dengan Korea di ASEAN,” kata Duta Besar Korsel di Jakarta Lee Sang-deok. Seoul memandang Jakarta sebagai salah satu mitra dengan perkembangan hubungan pesat. Neraca perdagangan bilateral meningkat dari 185 juta dollar AS pada 1973 menjadi 30 miliar dollar AS pada 2022.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, hubungan Jakarta-Seoul mencatatkan sejarah baru dengan penerapan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA). ”Hubungan bilateral kita terus berlanjut dan terwujud dalam kerja sama konkret yang bermanfaat bagi rakyat kita, termasuk di bidang keamanan, investasi maritim, pariwisata, budaya, pertukaran orang ke orang,” ujarnya dalam perayaan 50 tahun hubungan Indonesia-Korea Selatan di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
LUKAS - BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo melaksanakan pertemuan dengan Ketua Majelis Nasional Korea Selatan (Korsel), Kim Jin-pyo, di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada 18 Januari 2023.
Aspek strategis itu tidak sepenuhnya tergambar dari komparasi diplomasi RI-Korsel dengan beberapa negara lain. Duta Besar RI di Seoul Gandi Sulistiyanto mengatakan, hubungan Indonesia-Korsel membaik dari tahun ke tahun. Indonesia mencatat surplus dari perdagangan dengan Korsel pada 2022 dari biasanya yang selalu defisit. Namun, ada sejumlah ganjalan dalam hubungan Indonesia-Korsel.
Warga Indonesia belum mendapat kemudahan berkunjung ke Korsel. Jika warga Korsel bisa mendapatkan visa on arrival, WNI harus mengurus visa di Jakarta sebelum berkunjung ke Korsel. Pemegang paspor elektronik Indonesia malah mendapatkan pembebasan visa dari Jepang.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri digandeng Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di gedung istana kepresidenan Korea Selatan, di Seoul, Mei 2022.
Nilai neraca perdagangan RI-Korsel masih di bawah Malaysia, Vietnam, dan Singapura. Korsel belum masuk lima besar mitra dagang Indonesia dan berada di peringkat keenam. Produk pertanian Indonesia kesulitan menembus Korsel. Buah-buahan tropis, seperti salak, pisang, rambutan, dan durian, asal Indonesia sulit masuk Korsel. ”Saya kecewa,” ujar Gandi.
Namun, ada potensi. Korsel tertarik membuat Indonesia sebagai basis produksi baru di ASEAN. Peneliti Senior Center for Trade Studies and Cooperation Korea Internasional Trade Association (KITA) Kim Kyounghwa mengatakan, ada yang membuat Indonesia menarik bagi investor Korsel. Konsumen Indonesia begitu besar (Kompas.com, 18 Oktober 2022). Keuntungan lain, sumber daya alam besar dan friksi dagang AS-China membuat investor Korsel berpikir merelokasi pabrik ke luar China. Indonesia salah satu pilihan.
Namun, diplomasi dengan bahasa indah tak otomatis menguntungkan secara ekonomi. RI harus cerdik memonetisasi bahasa diplomasi cantik. Standardisasi produk, infrastruktur berkualitas, dan birokrasi baik adalah jalan menuju monetisasi. Agar Indonesia tidak kecewa akan makna strategis yang belum membumi.