Lima Tantangan Global 2023
Ada lima tantangan besar yang dihadapi dunia satu dekade ke depan. Indonesia tak bisa menghindar dari kelima tantangan itu. Sebaliknya Indonesia perlu bersiap diri untuk menghindari skenario buruk yang mungkin terjadi.

Ilustrasi
Forum Ekonomi Dunia 2023 berlangsung dalam suasana kelabu. Perekonomian global diperkirakan akan mengalami perlambatan dan pertumbuhan pada tingkat 1,7 persen pada 2023.
Perlambatan akan terjadi hampir di semua negara, bahkan di negara-negara maju akan dialami 95 persen negara, sementara di negara/pasar berkembang terjadi di 70 persen negara.
China, yang selama dua dekade terakhir selalu tahan terhadap krisis, kali ini tak terhindar dari perlambatan. Pandemi Covid-19 yang belum tertangani dengan baik membuat China untuk pertama kali hanya tumbuh 3 persen tahun lalu. Kebijakan pembukaan kembali China pada 2023 akan sedikit memperbaiki tingkat pertumbuhan, tetapi diperkirakan tak melebihi 5 persen.
Ada lima tantangan besar yang dihadapi dunia satu dekade ke depan. Pertama, meningkatnya biaya hidup yang mengimpit kehidupan seluruh masyarakat dunia. Perang di Ukraina yang hampir satu tahun berlangsung menjadi penyebab utama meningkatnya biaya hidup. Terganggunya rantai pasok bahan pangan menyebabkan naiknya harga kebutuhan pokok. Apalagi setelah harga minyak dunia ikut terkerek naik, biaya logistik menambah beban biaya.
Baca juga : Ketidakpastian Global dan Respons Kebijakan
Tingginya harga kebutuhan pokok sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat kelompok bawah. Potensi ancaman kelaparan dan kekurangan gizi pun meningkat. Yang paling dikhawatirkan, tingginya biaya hidup berpengaruh pada stabilitas sosial dan pada gilirannya bisa menimbulkan krisis politik.
Tantangan kedua, semakin seringnya terjadi cuaca ekstrem dan bencana alam. Sepanjang 2020, kerugian akibat kedua peristiwa itu diperkirakan mencapai 171 miliar dollar AS dan sekitar 100 juta orang di seluruh dunia merasakan akibatnya.
Di Pakistan, banjir besar yang melanda selama berbulan-bulan membuat masyarakat di sana hidup menderita. Sebaliknya, musim panas tahun lalu membuat kebakaran hebat di AS dan Australia. Jutaan hektar kawasan terbakar dan menimbulkan kerugian yang luar biasa. Sementara di China pembangkit listrik Three Gorges terganggu produksinya karena Sungai Yangtze sempat mengering.

Arnie Medero berdiri di luar Bowery Mission, sebuah organisasi nirlaba yang merawat warga New York yang menjadi tunawisma, mengalami kelaparan, dan krisis lainnya, setelah menerima makan siang gratis di kampusnya di New York, AS, Rabu (16/3/2022). AFP/Ed JONES 16-03-2022
Tantangan ketiga, semakin seringnya terjadi perselisihan ekonomi antarnegara. Konfrontasi geoekonomi dikhawatirkan menimbulkan sikap saling tak percaya di antara negara, mengganggu arus perdagangan, dan akhirnya mengena kepada kehidupan masyarakat karena harga produk semakin mahal.
Persoalan keempat, kegagalan kita memitigasi perubahan iklim. Berbagai krisis lingkungan yang datang silih berganti akan membuat kemampuan kita melakukan mitigasi semakin terbatas. Harga paling mahal yang harus kita bayar adalah pengeksploitasian sumber daya alam yang kian menjadi-jadi. Demi mempertahankan hidup, orang akan melakukan apa saja tanpa memikirkan bagaimana hari esok. Ini akan semakin merusak ekosistem dan bahkan kehidupan masyarakat.
Tantangan kelima, kian melebarnya polarisasi sosial. Polarisasi yang terjadi di sebuah negara bisa menimbulkan ancaman eksistensial terhadap sistem politik. Kita sudah melihat polarisasi yang terjadi di AS pasca-Pilpres 2020. Bangsa Amerika yang sudah hampir 300 tahun merdeka terbelah menjadi dua. Penyerbuan terhadap Capitol Hill yang dilakukan pendukung Donald Trump sekarang diikuti pendukung Presiden Jair Bolsonaro di Brasil.
Kita justru harus membangun kesadaran akan ancaman tersebut agar bisa mempersiapkan diri untuk menghindari skenario buruk yang terjadi.
Tidak bisa menghindar
Indonesia tak bisa menghindar dari kelima tantangan itu. Kita justru harus membangun kesadaran akan ancaman tersebut agar bisa mempersiapkan diri untuk menghindari skenario buruk yang terjadi.
Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah menjaga daya beli masyarakat. Di tengah arus balik perekonomian dunia yang ditandai dengan tingginya tingkat inflasi dan naiknya tingkat suku bunga, kita harus menjaga agar dunia usaha bisa terus bertahan, tak sampai melakukan pemutusan hubungan kerja.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah mengingatkan, dengan adanya perlambatan ekonomi dunia, andalan ekonomi Indonesia terletak pada belanja masyarakat. Agar konsumsi rumah tangga terjaga, daya beli harus bisa dipertahankan. Caranya, dengan membuat masyarakat tetap produktif dan bisa bekerja.

Warga menikmati kuliner di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Cakung, Jakarta Timur, Minggu (3/10/2021).
Sektor padat karya harus mendapatkan perhatian khusus karena menopang lapangan kerja. Termasuk sektor pertanian yang dibutuhkan untuk membuat kebutuhan pokok masyarakat tersedia secara mencukupi dan harga yang terjangkau.
Kemampuan memitigasi perubahan iklim dan bencana alam juga harus ditingkatkan. Manajemen pangan harus ditingkatkan agar tak sampai terjadi kelangkaan bahan pokok.
Tahun politik yang sedang kita masuki harus semakin meningkatkan kewaspadaan dalam pengelolaan stok bahan pangan. Kita pernah memiliki pengalaman buruk 1998, yakni krisis bahan pangan memantik krisis sosial dan akhirnya berpengaruh terhadap krisis keamanan, krisis politik, dan krisis ekonomi.
Krisis multidimensi harus dihindarkan karena akan menjauhkan upaya kita untuk keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah.
Kedewasaan, khususnya dalam melewati tahun politik, sangat kita perlukan. Polarisasi yang terjadi pada pemilu yang lalu jangan sampai terulang lagi. Media sosial jangan justru menjauhkan kita, tetapi justru harus mendekatkan. Kita pantas belajar dari pengalaman AS dan Brasil karena polarisasi sosial akan menyulitkan kita menjawab tantangan global.
Perubahan iklim dan krisis ekonomi membuat jutaan orang memilih untuk berpindah ke negara lain demi meraih kehidupan yang lebih layak.
Kebersamaan
Bahkan, pada level global pun, tak bisa negara mencari selamat sendiri-sendiri. Semua negara harus saling berkolaborasi dan menurunkan ego masing-masing. Semua negara bahkan harus saling membantu agar persoalan di satu negara tak mengimbas ke negara lain.
Kita sudah lihat di belahan dunia bagaimana orang melakukan migrasi secara terpaksa. Perubahan iklim dan krisis ekonomi membuat jutaan orang memilih untuk berpindah ke negara lain demi meraih kehidupan yang lebih layak.
Perang yang terjadi di Ukraina juga menyebabkan jutaan warga negeri itu pindah ke negara tetangga. Polandia, Slovakia, Hongaria, Moldova, Romania tiba-tiba harus menampung sekitar 3 juta warga Ukraina yang menjadi korban perang.
Indonesia saat memegang presidensi G-20 mengajak semua negara di dunia, terutama 20 negara ekonomi terbesar di dunia, untuk bersatu. Dalam pernyataan pers tahunannya, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menjelaskan prinsip yang dijalankan Indonesia βWhile We Lead, We Uniteβ dan βWhile We Lead, We Deliverβ.
Dalam keketuaan ASEAN tahun ini, Presiden Joko Widodo menekankan upaya Indonesia untuk terus menciptakan keamanan dan perdamaian agar ASEAN bisa menjadi pusat pertumbuhan, epicentrum of growth. Hal ini tentunya akan didahului dengan upaya besar di dalam negeri agar bisa menjawab kelima tantangan itu.
SuryopratomoDuta Besar RI untuk Singapura

Suryopratomo